Pilihan yang Diwajibkan

Sebut saja namanya Ngadiman. Lelaki umur tigapuluhan yang menghabiskan masa kecilnya di sebuah dusun kecil pelosok Jawa Tengah. Tempat di mana Ngadiman kecil terbiasa berangkat sekolah sambil menenteng sepatu. Melewati pematang sawah yang hampir mustahil dilalui kendaraan saat musim hujan, sekelas sepeda pancal sekalipun. Di sana, malam-malam dihabiskan tanpa penerangan listrik. Dan tak ada jaringan telepon juga, tentu saja.

Sekian tahun berlalu. Dusun itu sekarang telah menikmati percik peradaban. Anak-anak berangkat sekolah tanpa harus menenteng sepatu. Walaupun jalan yang dilewati masih berupa campuran pasir dan batu yang berhias kubangan lumpur saat musim hujan. Televisi dan kulkas pun sudah jadi barang yang jamak semenjak listrik mengalir di sana. Namun tetap belum ada satu pun tiang telepon tertanam. Jaringan selular yang masih berada di tingkat 2G juga sering timbul tenggelam.

Namun lupakan sejenak dusun itu. Sekarang Ngadiman sudah jadi orang kota. Sekolahnya gak tinggi-tinggi amat, tapi lumayan. Penghasilannya pun tak tinggi-tinggi amat, tapi cukupan. Satu hal yang jelas membedakan dengan orang-orang di dusun asalnya: akses online untuk banyak hal yang dia butuhkan. Baca lebih lanjut

Pembayar Pajak Adalah Manusia Terbaik

Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.

Sepenggal hadits itu dulu selalu diucapkan oleh guru saya sebelum beliau mulai mengajar, setiap hari, kecuali malem Jumat yang merupakan hari libur ngaji.

Sekarang setelah bertahun-tahun kemudian, hadits yang sama sering saya ucapkan setiap kali melakukan penyuluhan tentang pajak. Tentunya bukan tanpa sebab, “Sampeyan, para pembayar pajak, adalah manusia terbaik, karena di negara ini, sampeyan lah orang yang paling bermanfaat bagi orang lain.”

Pajak adalah urunan sampeyan semua, seluruh rakyat Indonesia, yang hasilnya juga akan dinikmati seluruh rakyat Indonesia, termasuk sampeyan sendiri tentunya.

Ndak percaya? Monggo sampeyan lihat gambar di bawah

grafik APBN 2015

Pada tahun 2015, di antara rencana penerimaan negara sebesar Rp 1.793 triliun, pajak diharapkan menyumbang sebesar Rp 1.201 triliun, atau sekitar 67%. Dengan porsi penerimaan sebesar itu, lha mbok yakin, negara ini ndak akan jalan tanpa pajak. Sampeyan bayangkan jadi buruh, trus bayaran sampeyan dipotong 70%, kurang lebih seperti itulah negara tanpa pajak, mumet level juara. Baca lebih lanjut

Tentang Amnesti Pajak

Amnesti-Pajak-Slide-1“Ternyata gitu tho Mas, tak pikir amnesti pajak itu cuma buat orang kaya.” Kata Pak Darmo, mantan RW yang sugihnya level medioker itu waktu ketemu saya di warung Mbok Darmi kemarin sore.

Tax amnesty, alias amnesti pajak, alias pengampunan pajak memang lagi rame-ramenya diberitakan. Dengan target yang bunyinya ribuan triliun, terlebih lagi di media masa selalu dikaitkan dengan banyaknya duit orang-orang disembunyikan di luar negeri, ndak salah kalo kebanyakan orang, termasuk Pak Darmo, mengira amnesti pajak ini hanya ditujukan bagi orang kaya, orang-orang yang punya dana sekian triliun di bawah bantal, dan bantalnya di luar negeri.

Judulnya saja pengampunan. Yang namanya pengampunan itu di mana-mana bukan ditujukan untuk orang kaya, tapi untuk orang yang errr… punya salah.

Misalnya sampeyan baru mulai usaha, keliling berpanas-panas menawarkan dagangan pake motor Astrea Prima. Ndak bakal sampeyan mikir pajak. Wong untuk sekedar menjaga jangan sampe telat mbayar kulakan saja susah. Setelah usaha sampeyan berkembang, kelilingnya sekarang pake Daihatsu Hijet, mungkin juga masih belum mikir pajak. Pikir sampeyan, nanti saja lah, tunggu usahanya agak gede.

Sampai kemudian mobil sampeyan ganti jadi kijang kotak, trus Avanza, Innova, tiap kali kepikiran pajak selalu sampeyan bilang nanti-nanti saja. Hingga suatu saat pas mobil sampeyan sudah Fortuner, dan tiba-tiba datanglah sepucuk surat cinta dari kantor pajak.

“Yth. Bapak anu, kenapa bapak ndak pernah mbayar pajak selama lima tahun terakhir? Padahal tiap hari bapak lewat jalan yang dibangun dengan uang pajak? Mbok ya malu pak, ndak ikut urunan kok ikut makan.” Baca lebih lanjut

Istri Lapor SPT Sendiri, Bagaimana Caranya?

Musim SPT Tahunan PPh Orang Pribadi memang sudah berakhir pada tanggal 31 Maret 2013, tapi ternyata pertanyaan tentang cara pengisian SPT Tahunan tersebut belum berhenti. Kemaren sore di warung Mbok Darmi yang sudah lama ndak saya kunjungi ada Kang Noyo, dengan kertas dan pulpen di tangan, memasang muka bingung, yang membuat saya bingung.

Bukan muka bingungnya yang membuat saya bingung, tapi auranya, saya terheran-heran ada orang yang walaupun mukanya bingung tapi aura kemakinya tetep ndak ilang. Biar bingung asal sombong, sunggguh prinsip hidup yang membingungkan, konsisten, tapi tetep saja membingungkan.

“Ono opo tho Kang?” Tanya saya, dengan nada rendah tentunya.

“Susah ini Le, kamu juga ndak bakal ngerti.” Cetus Kang Noyo, dengan nada kemaki pastinya.

“Ini soal PPh terutang yang diitung secara proporsional karena istri mau melaksanakan kewajiban perpajakannya sendiri. Paham ora?” Hawa kemaki makin sangit tercium.

Oalah, jadi ceritanya istri Kang Noyo itu punya NPWP dan mau laporan pajak sendiri, ndak masuk SPT-nya Kang Noyo. Kebetulan istrinya Kang Noyo itu punya usaha toko kelontong yang lumayan berhasil. Kang Noyo sudah konsultasi sama AR di KPP Pasuruan, katanya si istri harus melaporkan SPT dengan metode penghitungan PPh secara proporsional.

Makhluk opo itu? Penghitungan PPh secara proporsional? Baca lebih lanjut

Billing System, Bayar Pajak via ATM dan Internet Banking

Jaman sekarang ini konon banyak manusia yang hidup di dua alam, alam nyata dan alam ghoib maya. Sebagian waktu mungkin sampeyan habiskan untuk nongkrong di poskamling atau warung Mbok Darmi, tapi sebagian waktu yang lain bisa jadi sampeyan habiskan untuk nggedabrus di dunia antah berantah, entah itu dalam wujud update status facebook, ngoceh di twitter, atau mungkin nggambleh di forum-forum semacam kaskus dan kawan-kawannya.

Salah satu konsekuensinya, setiap organisasi atau entitas yang berorientasi pada pelayanan publik, baik yang mengharap laba maupun nirlaba harus bisa menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut. Menyesuaikan diri atau mati. *bahasanya ketinggian, saya tahu*

Salah satu yang bisa sampeyan lihat adalah metode pembayaran. Jaman saya sekolah dulu antrian di loket Koperasi Unit Desa setiap menjelang tanggal 20 adalah pemandangan lumrah.

Ngapain?

Mbayar listrik, atau bahasa kerennya membayar tagihan PLN. Belum ada istilah membayar tagihan PLN pasca bayar karena jaman itu memang belum ada listrik pra bayar.

Memangnya sekarang sudah ndak ada antrian?

Lha mbuh, mungkin masih ada, tapi bagi sebagian orang sudah ada pilihan yang lebih nyaman untuk mbayar listrik, juga untuk mbayar tagihan-tagihan yang lain, dari mulai mbayar PDAM sampai mbayar zakat, semua bisa dilakukan tanpa antri dan ndak perlu pindah-pindah loket. Paling ndak ada tiga pilihan cara, lewat ATM, sms banking dan internet banking.

Di warung sebelah senior saya Esdoger sudah ngasih tau gimana cara mbayar pajak dengan cara “biasa”, sekarang saya mau ngasih tau gimana mbayar pajak dengan cara yang “luar biasa”. Baca lebih lanjut

Penghasilan Tidak Kena Pajak Dua Juta Sebulan

Seorang kawan pernah menulis, “cukup itu relatif, kalo kurang itu keniscayaan. Kata cukup memang kesannya minimal, sukur nutup kebutuhan, masalahnya adalah kebutuhan manusia itu ndak ada cukupnya. Batas psikologis cukup ini yang kadang susah dipahami, ada orang dengan gaji di bawah lima juta merasa cukup, tapi ada juga yang dengan penghasilan sekian puluh juta per bulan masih kelimpungan, merasa ndak cukup.

Lain kata cukup, lain lagi kata kurang. Kalo guyonan sarkastik jaman saya sekolah dulu bilang, cantik itu relatif, jelek itu mutlak. Sama juga dalam hal penghasilan, kalo cukup itu relatif maka kurang adalah mutlak. Ada kebutuhan-kebutuhan dasar yang harus dipenuhi supaya orang bisa dikatakan hidup layak, dan pemenuhan kebutuhan ini biasanya butuh duit, butuh penghasilan. Kalo duitnya ndak cukup untuk menutup kebutuhan dasar ya berarti penghasilannya kurang, as simple as that.

Saat ngomong soal penghasilan minimal ada dua hal yang otomatis nyangkut di otak pas-pasan saya, yang pertama Upah Minimum Kabupaten/Kota, yang kedua tentang Penghasilan Tidak Kena Pajak. Baca lebih lanjut

PPN Jasa Outsourcing, Total Tagihan atau Fee-nya Saja?

Sore kemaren tumben saya liat Mbah Suto, juragan pabrik yang sugihnya ndak kira-kira itu nongkrong di warung langganan saya. Saya yakin bukan sebuah kebetulan, karena kelas beliau memang bukan kelasnya warung Mbok Darmi. Kalo sampai Mbah Suto memaksakan diri untuk mengecap kopi dengan campuran jagung ala Mbok Darmi pasti ada apa-apanya.

“Sini kamu, duduk sini!” Kata beliau begitu melihat saya.

Lha tenan tho, pasti ada perlunya.

“Ada apa Mbah, tumben.” Saya mencoba berbasa-basi, seneng, yakin paling ndak setelah ini dapet rokok sebungkus.

“Penting ini, soal outsourcing.” Ujar Mbah Suto.

Welhah, jadi ini mau mbahas demo buruh kemaren yang rame-rame protes soal outsourcing?

“Nganu Mbah, saya ndak begitu paham soal undang-undang ketenagakerjaan.” Daripada nanti keliatan bodohnya, mending saya ngaku dari awal.

“Lha sopo yang mau nanya soal undang-undang? Bukan soal demo soutsourcing, ini soal PPN Jasa Outsourcing.” Baca lebih lanjut

Jasa Outsourcing Tidak Kena PPN?

Pasal 4A ayat (3) huruf K Undang-undang No 42 Tahun 2009 menyebutkan bahwa jasa tenaga kerja adalah termasuk jasa yang tidak kena PPN. Dalam penjelasan pasal tersebut dijelaskan yang dimaksud jasa tenaga kerja adalah :

  1. Jasa tenaga kerja
  2. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
  3. jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.

Artinya jasa outsourcing tidak kena PPN?

Nanti dulu, jangan buru-buru. Bisa saja tidak kena, tapi bisa juga kena, tergantung apa yang sampeyan maksud dengan jasa outsourcing. Baca lebih lanjut

Andaikan Membayar Pajak Kendaraan Semudah ini

Hari ini pajak motor saya sudah hampir jatuh tempo, berarti sudah waktunya bersilaturahmi dengan orang-orang di kantor Samsat. Dengan hanya membawa Surat Tanda Nomor Kendaraan alias STNK datanglah saya ke loket pembayaran yang disediakan di sana. Dilayani mbak-mbak teller yang cantik nan sekseh, saya cukup ngasih STNK, dikasih tau berapa yang harus saya bayar, lalu disuruh nunggu di bagian pengesahan.

Lepas dari loket pembayaran lalu saya ngantri di bagian pengesahan STNK, ini penting karena di lembar STNK ada empat kotak yang harus distempel oleh pihak kepolisian sebagai tanda pengesahan tahunan. Setelah menunggu beberapa saat akhirnya nama saya dipanggil, dikasih STNK yang sudah distempel, selesai.

stempel pengesahan STNK

stempel pengesahan STNK

Cuma membawa STNK serta melewati dua loket, cepat dan sederhana bukan?

Bukan!

Tentu saja ndak sesederhana itu. Baca lebih lanjut

Cara Mudah Mengisi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Seri III (1770 -Norma)

Batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi sudah semakin dekat. Semoga sampeyan yang karyawan sudah beres dengan pengisian SPT 1770 S dan 1770 SS. Sekarang saatnya bagi sampeyan yang kerjanya ndak ikut orang, alias punya usaha sendiri, untuk mengisi SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

Biar ndak terlalu panjang, saya tulis petunjuk pengisian untuk yang pake norma penghitungan penghasilan netto dulu. Sampeyan boleh menggunakan metode ini dengan syarat sampeyan adalah Wajib Pajak Orang Pribadi (alias bukan perusahaan) dengan omset setahun di bawah 1,8 milyar. Dengan metode ini sampeyan cukup mencatat berapa jumlah penjualan bruto selama satu tahun.

Dan inilah langkah pengisian SPT Tahunan PPh Orang Pribadi 1770 untuk Wajib Pajak yang memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan netto :

  1. Mengisi rincian peredaran usaha alias omset selama satu tahun

    Berdasarkan catatan yang sampeyan miliki silakan diisi jumlah omset per bulan.

    rekapitulasi omset

    rekapitulasi omset

  2. Mengisi Formulir 1770 – IV

    Ini adalah halaman terakhir dari formulir SPT Tahunan 1770. Seperti biasa, kita mengisi dari halaman terakhir dulu. Baca lebih lanjut