Sebut saja namanya Ngadiman. Lelaki umur tigapuluhan yang menghabiskan masa kecilnya di sebuah dusun kecil pelosok Jawa Tengah. Tempat di mana Ngadiman kecil terbiasa berangkat sekolah sambil menenteng sepatu. Melewati pematang sawah yang hampir mustahil dilalui kendaraan saat musim hujan, sekelas sepeda pancal sekalipun. Di sana, malam-malam dihabiskan tanpa penerangan listrik. Dan tak ada jaringan telepon juga, tentu saja.
Sekian tahun berlalu. Dusun itu sekarang telah menikmati percik peradaban. Anak-anak berangkat sekolah tanpa harus menenteng sepatu. Walaupun jalan yang dilewati masih berupa campuran pasir dan batu yang berhias kubangan lumpur saat musim hujan. Televisi dan kulkas pun sudah jadi barang yang jamak semenjak listrik mengalir di sana. Namun tetap belum ada satu pun tiang telepon tertanam. Jaringan selular yang masih berada di tingkat 2G juga sering timbul tenggelam.
Namun lupakan sejenak dusun itu. Sekarang Ngadiman sudah jadi orang kota. Sekolahnya gak tinggi-tinggi amat, tapi lumayan. Penghasilannya pun tak tinggi-tinggi amat, tapi cukupan. Satu hal yang jelas membedakan dengan orang-orang di dusun asalnya: akses online untuk banyak hal yang dia butuhkan. Baca lebih lanjut