Cinta Selalu Bersyarat

love

Cinta sejati adalah cinta tak bersyarat, saat di mana sampeyan bisa menerima pasangan apa adanya. Kalo orang kulon kali sana bilang, “You don’t have to change a hair“.

*maap kalo salah mengutip, boso linggis saya memang memprihatinkan*

Mohon maap untuk para true love believers yang semacam itu, saya termasuk yang percaya bahwa cinta selalu bersyarat. Bagaimana mungkin dua kepala, dua cara pandang, dua pengalaman, disatukan tanpa adanya benturan dalam proses pencarian bentuk yang mengakomodasi kedua belah pihak. Cinta dalam tataran tertinggi pun masih berembel-embel surga, neraka, atau minimal ridho.

Proses penyatuan bisa berlangsung dengan keras dan menyakitkan, mungkin juga halus tanpa paksaan.

Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.

Asimilasi (sosial), bercampurnya 2 kebudayaan dalam masyarakat setempat (contoh : dalam satu negara atau dalam satu keluarga), sehingga tercipta suatu budaya baru.

Menurut saya cinta yang menerima apa adanya, tanpa syarat, hanyalah cinta yang tidak memiliki. Yang kita cintai tidak perlu berubah, karena memang tidak perlu menyatu dengan kita.

Ada tulisan bagus dari salah seorang blogger yang tulisan-tulisannya telah menginspirasi saya untuk ikut-ikutan belajar menulis.

Berhenti mencintai ku apa ada nya
kamu bisa berarti lebih dari sekedar mencintai ku apa ada nya
apaguna nya cinta mu kalau tidak membawaku terbang tinggi, terus bermimpi dan menggapai gapainya
Aku butuh lelaki yang mencambukku saat aku berhenti berlari,
aku butuh lelaki yang me-nina bobo-kan aku supaya aku bisa terus bermimpi,
lalu membangunkan ku untuk mengkaji mimpi mimpi dan mengkalkulasi perwujudan nya
aku butuh laki laki yang mau membeli dunia bersama ku,
yang tak gentar mendengar bualan ku,
yang mengusap mukaku selesai berdoa,
bukan nya mendoakan dibelakang ku, melengkapi kalimat kalimat ku, bukan memotong atau menyepelekan nya,
mengkoreksi gangguan jiwa ku, bukan mencarikan dokter, menggandeng aku di jalan yang berliku, bukan meluruskan jalan ku
jika kau cuma laki laki yang menerima aku apa adanya, untuk apa ada kamu?, dengan pun tanpamu toh tidak ada bedanya, aku tetap begini..
Berhenti mencintai ku apa adanya..
aku membutuhkan mu lebih dari itu,
lebih dari sekedar melengkapi
aku membutuhkan mu untuk membantu ku melewati batas kemampuan ku,
mendengar apa yang memekakkan ku,
membantu ku melihat apa yang membutakan ku,
membantu ku mencapai apa yang tak tangan ku sampai
mengejar apa yang tak mampu kakiku kejar..
merasakan apa yang hati ku tak peka..
aku membutuhkan mu lebih dari sekedar laki laki yang mencintaiku apa ada nya..

*terima kasih untuk mbak ulan, tulisan sampeyan yang kadang jahil sangat inspiratip

9 comments on “Cinta Selalu Bersyarat

  1. detx berkata:

    mantabbb…

  2. Ayam Cinta berkata:

    disana dan disini selalu sama kah om…

  3. yustha tt berkata:

    aku mencintaimu karena kamu telah menyempurnakanku…
    (kalo yang ini menurutmu bener gk mas???)

  4. Yu2n berkata:

    tulisan mba ulan ya mas stein? wih mantep jg ya 😀 ga mellow tapi kena.. *tsaah*
    top deh top.. 🙂

  5. dian berkata:

    Hihihi… itulah kenapa saya suka sekali sendiri mas. Karena sak karepe dewe itu melenakan dan sungguh enak.
    Nanti suatu saat saya juga butuh teman belak-belok di tikungan rasanya ya. Tapi nanti sajalah.
    Quote saya saat ini: saya butuh orang yang menikmati melihat saya apa adanya.

  6. hehehe jadi mikir….
    saya ini butuh lelaki model yang kaya apa ya?

  7. Ferry ZK berkata:

    Hanya Cinta tanpa embel – embel birahi yang bisa menjadi Cinta Tanpa Syarat seperti cintaku pada dua malaikatku, mau bandel, mau rewel, mau nggemesin tetep aja cinta hehehehe…

    BTW, bentul sekali yang mas stein jabarkan, mana ada cinta (birahi) tanpa syarat ? wong dasarnya cinta dari birahi koq tanpa syarat… barangkali hanya pecundang saja yang masih menyanyikan lagu “mencintai tanpa harus memiliki” hehehe…

    Eh ya tulisan ini sangat menarik khususnya buat saya karena saya menjalani sendiri proses asimilasi dalam bentuk kecil coz saya yang minang tulen (meski lahir di ibukota) dan notabone muslim beristrikan jawa tulen dari kalangan katolik taat (ada 2 romo dari keluarga istri) dan mencoba mengarungi biduk rumah tangga dengan tetap memelihara perbedaan tersebut hehehehe…

  8. westi berkata:

    aku suka banget tulisan ini.. ^^

Tinggalkan komentar