Jangan Putus Asa Karena Biaya

Saya sering bilang ke junior-junior di kampung saya yang ndeso mblesek untuk ndak pernah putus asa dalam menuntut ilmu. Kekurangan biaya bukanlah alasan yang sama sekali ndak bisa disiasati walaupun memang sulit, karena sekolah jaman sekarang banyak yang sudah bermetamorfosis dari lembaga pendidikan menjadi lembaga bisnis. Paling ndak berusahalah untuk menamatkan sekolah sampai SMA dengan predikat memuaskan.

“Lha kok nanggung cuma sampe SMA? Kenapa ndak sekalian kuliah?”

Untuk level kampung saya sekolah sampe SMA pun sudah bagus, banyak yang sudah putus sekolah waktu SMP. Anak-anak SMA yang saya liat pun kebanyakan cuma sekolah dengan semangat ala kadarnya, cuma mengejar predikat lulus. Alasannya klasik, biaya kuliah berada pada level yang ndak terjangkau angan-angan mereka. Orang tua mereka yang kebanyakan cuma jadi petani kecil juga ndak punya cukup wawasan untuk bisa memotivasi mereka agar keluar dari lingkaran setan itu, kemiskinan dan kebodohan.

Lulus SMA pun sebenernya juga kurang dipandang di dunia pekerjaan negara kita yang kebanyakan masih memandang ijazah sebagai benda sakral yang bisa menunjukkan kompetensi seseorang. Makanya saya bilang sama mereka, luluslah SMA dengan predikat memuaskan, karena setelah itu akan terbuka kesempatan untuk meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dengan lebih mudah, diantaranya melalui perguruan tinggi kedinasan.

“Tapi apa benar kalo bisa masuk ke perguruan tinggi kedinasan lantas ndak butuh biaya?”

Lha ini, untuk sekolah-sekolah berasrama macem Akademi Militer atau STPDN mungkin ndak usah mikir macem-macem lagi, tapi untuk yang pendidikannya semi gratis kayak Sekolah Tinggi Akuntansi Negara mungkin agak mumet juga. Semi gratis di sini artinya biaya kuliah termasuk buku digratiskan tapi biaya hidup harus ditanggung sendiri.

Misalnya berita yang saya kutip dari Radar Jember (Jawa Pos Group) hari Jumat, tanggal 03 September 2010 ini :

Hari-HARI ini keluarga Hengky Hendradi tampak kurang begitu bergairah membicarakan anaknya yang baru diterima di STAN Jakarta. Pasalnya, hingga kini mereka belum mampu menyediakan sejumlah dana minimal untuk bisa daftar ulang, termasuk biaya hidup sementara di Jakarta.

Maklum, ketika anaknya, Dhanar Prasetyo, mendaftar testing di STAN, sebenarnya hanya bondo nekat. Dia hanya bermodal semangat, optimistis, dan kemampuan prestasi akademiknya. Sementara untuk bekal jika diterima, sama sekali belum terbayangkan.

…………….

Maklum, kedua orang tuanya tidak memiliki penghasilan tetap. Ayahnya, Henky, bekerja serabutan, sementara ibunya, Reny Oktavia, berjualan nasi pecel sederhana. Itu pun baru dibuka dua bulan lalu, setelah ada kawannya yang meminjami tempat berjualan di Jalan Riau, Jember.

……………..

Alumnus SMAN1 Jember ini mengetahui jika diterima di STAN tidak perlu biaya kuliah. Semua sudah ditanggung negara, kecuali biaya hidup dan indekost sehari-hari. Namun, justru di sinilah Dhanar lagi-lagi mengalami kesulitan.

Jangankan untuk biaya hidup, untuk daftar ulang yang hanya Rp 650.000 saja, keluarganya kesulitan. Padahal untuk biaya awal diperlukan sedikitnya Rp 2,5 juta.

“Kok mahal?”

Lha iya, daftar ulangnya memang relatif murah, cuma 650ribu, tapi biaya kos dan tetek bengeknya itulah yang mahal.

“Lha trus solusinya gimana?”

Dhanar Prasetyo bukanlah orang pertama yang masuk STAN dengan latar belakang ekonomi pas-pasan, kalo sampeyan punya teman yang pernah kuliah di situ atau mungkin sampeyan sendiri pernah kuliah di situ mungkin sudah tau pekerjaan standard mahasiswa untuk mencari uang tambahan, menjadi guru les privat. Atau bahkan ada yang lebih ekstrim seperti yang pernah dilakukan oleh Pak Suwarta, salah seorang punggawa JMT Lawhouse :

Sebagai sharing buat yg sudah masuk STAN dan kebentur dana, selain bisa mencari orang tua asuh, juga bisa meniru yg telah dilakukan oleh beberapa alumni termasuk saya.
Sambil nunggu daftar ulang saya nyari dana dengan ngojek dipagi hari dan jualan buah di siang-malam di pasar kramat jati.
Setelah punya uang utk daftar, masalah daftar ulang teratasi.
Selanjutnya bertahan hidup di tk 1 dgn jualan toge di Pasar Kebayoran Lama dgn rutinitas:
Sepulang kuliah membuat toge, jam 2 malam berangkat ke pasar utk jualan, pagi berangkat kuliah naik angkot sambil belajar.
Kalo tidak mau bekerja kasar kayak saya, bisa juga sambil kasih les privat.
Utk menghemat makan, saya tidak makan diwarung, tetapi selalu minta dibungkus? Kenapa? Karena bisa dapat nasi lebih banyak utk kemudian dipisah menjadi 2 kali makan, siang dan sore.
Intinya tidak usah khawatir, selama kita berusaha rejeki akan ada. Insya Allah.

Tapi sepertinya agak susah membayangkan sampeyan baru dateng dari kampung langsung bisa nyari duit. Pergi ke Jakarta naik apa? Yang dituju rumah siapa? Makan apa? Dan pertanyaan-pertanyaan dasar yang lain harus bisa dijawab lebih dulu.

Pada saat inilah seseorang dengan kelebihan rejeki diberi kesempatan untuk membantu, insya Allah ndak akan rugi karena dengan membantu melanjutkan pendidikan berarti sampeyan telah membantu untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat, salah satu amal yang ndak akan pernah putus pahalanya. Mungkin sekarang saatnya sampeyan melihat sekeliling, saya yakin masih banyak Dhanar-Dhanar yang lain.

Sampeyan berminat?

12 comments on “Jangan Putus Asa Karena Biaya

  1. uraibanjarsari berkata:

    Maaf kepingin kenalan,menurut saya anda memang benar cita-cita itu harus diuasahan .

    #stein:
    ada lagi kisah inspiratif Pak, Ani Ema Susanti yang sampe kerja jadi TKW di Hongkong untuk mengumpulkan biaya kuliahnya. sampeyan bisa baca sekelumit kisahnya di http://bit.ly/c2VoFT

  2. wahyuseptiarki berkata:

    Sebuah mimpi yg fokus memang ada aja jalannya, mas. Lepas dari mimpi itu, pendidikan yg kadung komersial mestinya diubah total sama pemerintah.

    Jadi, mimpi tercapai — pendidikan murah. 🙂

  3. mawi wijna berkata:

    apa yang salah dengan lulusan SMA?
    kalau saya pikirpun mereka yg baru pertama kali masuk kerja, kemampuannya pun setara dengan mereka yang SMA. Sama-sama tak kenal tentang dunia kerja.

  4. wesweswes berkata:

    kalo menurut saya dengan kondisi ekonomi yg ngepas ndak ada salahnya nyoba masuk sekolah kejuruan jadi setelah lulus sudah punya keahlian tinggal pilih mau kerja jadi wirausahawan ato jadi karyawan, nah dari hasil bekerja tersebut bisa disisihkan sedikit untuk melanjutkan kuliah…

  5. Jauhari berkata:

    Saia like this aja lah 😆

  6. prasetyandaru berkata:

    yaaa…semoga bisa jadi inspirasi ndak cuman buat Dhanar2 di seluruh Indonesia, tapi juga jadi inspirasi buat mereka yang memang mampu sekolah, jadi ndak gemblendesan dan lebih rajin sekolahnya..wong yang ndak punyak dana aja diada adain..yang sudah ada dana ya mbok lebih tenanan sekolahnya

  7. Bisa juga dengan mencari sponsor.

  8. agus kuswardoyo berkata:

    Jangan Putus Sekolah ya Nak….
    (untuk Dhanar Prasetyo)

    Anakku, jangan pernah putus sekolah ya nak….
    Tatap masa depanmu
    Hadapi perjuanganmu dengan tekat kuat
    Kau tak pantas menyerah
    Karena kau adalah sang pemercik api dalam keluargamu
    Api yang menyemangati keluargamu
    Api yang menggerakkan kehidupan keluargamu

    Anakku, jangan pernah putus sekolah ya nak…
    Jangan kau korbankan satu generasi lagi untuk tertatih meraih ilmu
    Tancapkan tonggak dalam benakmu
    Bahwa kau akan melahirkan generasi-generasi yang cemerlang
    Tak ada kapal yang berlayar tanpa terpaan ombak
    Namun ombak membuat kita kuat

    Anakku, jangan pernah putus sekolah ya nak…
    Selalu jujur,
    Tunduk runduk pada Tuhan
    Ukirlah senyum di bibir Ayah-Ibumu
    Lukiskan harapan di hati saudara-saudaramu…..

    (agus kuswardoyo, 24 Ramadhan 1431H/3 September 2010)

  9. yuduto berkata:

    mengingatkanku pada masa-masa perjuangan dulu di jurangmangu…
    but, i like this
    “bahkan untuk menjadi kupu-kupu seekor ulat harus puasa atau bertapa lama…begitu juga dengan kehidupan ini”

  10. dealer pulsa berkata:

    apapun kesulitan pasti ada jalan keluar. jangan menyerah

  11. ryant berkata:

    setelah masuk tapi bingung siapa yang tanggung biaya hidup keseharian,
    jika ada solusi mohon bantuannya untuk kirim ke email saya.
    matur nuwun Pak

    #stein:
    imel sampeyan mungkin salah, saya kirim ndak sampe, monggo kalo mau nanya-nanya langsung imel saya

  12. saya rasa beasiswa sekarang sudah sangat banyak,.. asalkan pinter, banyak kumpeni-kumpeni yang siap membiayai… teman2 saya banyak yg terima beasiswa, bahkan cenderung surplus di akhir bulan… hanya bermodalkan prestasi dan transkrip yang baik… saya percaya di mana ada kemauan, di situ ada jalan

    #stein:
    sepakat, tapi yang terjadi adalah banyak yang belum tau jalan. perlu lebih digalakkan lagi pengumuman tentang beasiswa

Tinggalkan komentar