Mau Milih Bupati

Tadi waktu berangkat ke pabrik sekilas saya liat ada baliho yang dipasang salah seorang calon bupati Malang, gede dengan latar belakang warna merah dilengkapi poto sang calon dan ketua umum partainya. Slogannya cukup klise, APBD untuk rakyat.

Saya jadi teringat waktu pulang kampung kemaren, kebetulan di sana juga mau ada pemilihan bupati. Suatu sore ada beberapa orang ngumpul di rumah bapak saya, ngobrol sekaligus melepas kangen sama saya. Maklumlah, saya ini di kampung dianggap sebagai pemuda harapan bangsa. *dirajam masa* :mrgreen:

Bapak saya memulai dobosan dengan semangat, “Pokoknya pilihan bupati nanti sudah jelas, integritas dan kapabilitas orangnya ndak diragukan lagi, programnya pun sudah jelas untuk rakyat kecil, prioritas pertama adalah air untuk pertanian!”

Ndak usah heran, salah satu ciri guru di kampung (termasuk bapak saya) adalah pemilihan kata-kata yang intelek biar tambah keliatan pinter, ndak peduli yang dihadapi kadang cuma buruh tani yang langsung ngangguk-ngangguk tanpa tau maksudnya.

Kang Dadap langsung nyambung, “Benar! Soal agama pun ndak perlu diragukan lagi, beliau ini dari kecil sudah ngaji kemana-mana. Pokoknya beliau ini orang kita sendiri, NU tulen!”

NU dibawa-bawa? Ndak usah heran, kemaren waktu pilihan gubernur Jawa Timur sentimen seperti ini juga dibawa-bawa kok. Saat pilihan presiden seorang Kyai pernah berkomentar di koran, “Tentunya saya dukung pak anu, karena beliau orang NU”.

Paklik Suto nambahi, “Pengalaman beliau juga banyak, sudah lama berkarir di birokrasi. Kemampuan ekonomi juga ada, jadi ndak perlu takut beliau akan jadi bupati untuk sekedar nyari duit.”

Sementara yang lain cuma mengangguk-angguk, Kang Dadap ngomong lagi, “Pokoknya kalo mau rakyat terjamin ya harus milih orang ini, mosok mau mempercayakan nasib sama orang yang ndak kita kenal??”

Jiyan! Dobosan yang cenderung provokatif. Dan yang membuat saya terkagum-kagum sekaligus miris adalah mereka ini bukan tim sukses bayaran atau apa, hanya petani-petani kecil yang sudah cukup bersyukur apabila bibit, obat, dan pupuk selalu tersedia dengan harga yang wajar. Yang hanya mampu pasrah saat harga gabah yang ditetapkan pemerintah ternyata hanya berlaku di koran dan televisi, tapi ndak pernah berhenti berharap suatu saat akan ada pemimpin yang bener-bener mau dan mampu mengayomi rakyat.

Saya hanya mbatin saja, ndak sampai hati meruntuhkan optimisme mereka dengan kata-kata saya yang kadang cenderung nyinyir.

Realistis saja, pemimpin jaman sekarang bukan dititipi jabatan, tapi meminta jabatan. Karena judulnya bukan titipan jadi agak susah berharap mereka bisa bener-bener amanah alias bisa dipercaya.

Saya ndak tega kalo harus cerita di suatu kabupaten di Jawa Timur banyak pengusaha ngeluh karena untuk dapet proyek mereka harus menyetor jumlah tertentu ke keluarga bupati, ironis mengingat si bupati berangkat dari partai Islam dan latar belakang keluarganya pun NU banget.

Ndak tega cerita juga kalo dulu saya pernah ketemu sama calon bupati yang kalah dalam pemilihan. Sang calon menghabiskan dana beberapa milyar untuk membeli suara anggota DPRD, jaman masih belum pemilihan langsung dulu. Waktu saya tanya bagaimana caranya balik modal, dia bilang, “Gampang mas, tinggal nyuruh bank tempat naruh dana APBD ngasih bunga sedikit lebih tinggi, nanti selisihnya buat saya. Pasti dia mau wong dananya gede, daripada saya pindah bank. Itu baru satu sumber…”

Agak ironis juga, mengingat beliau ini orang kaya.

Jadi pemimpin itu berat. Semoga yang niat nyalon jadi pemimpin ingat rakyat kecil yang sudah menaruh harapan, doa orang yang teraniaya biasanya mustajab. Jangan sampai nanti setelah terpilih malah beralasan, “Lho, sudah bener kan APBD buat rakyat? Saya kan juga rakyat, keluarga dan kroni saya juga rakyat…”

3 comments on “Mau Milih Bupati

  1. chocovanilla berkata:

    Wuehehehe, itulah, Mas. Klo di sini jadi pejabat wat nyari kekayaan. Kalo perlu dibelain ngutang waktu kampanye toh nanti kekayaan jadi berlipat-lipat nek dah kepilih. Nek gak kepilih ya nangis aja 😀

  2. Yohanes Han's berkata:

    saya tertarik utk koment tentang sisi para calon pejabat semasa mereka menyiapkan diri mereka utk kampanye dan mencalonkan diri mereka. ini sangat menarik mas 😀

    sampeyan pernah dengar khan, ada divisi disalah satu institusi pemerintah yg bernama BKMC. semua orang yang pernah terlibat dan tergabung atau direkrut divisi ini pasti tau bahwa pejabat kita kalo mau nyalon suka minta dana secara ilegal ke para pengusaha-pengusaha keturunan tionghoa. tentunya disertai dg segala macam propaganda baik “halus” maupun “tidak halus”. bisa dibayangkan mental para pejabat itu nantinya 😛

    secara “resmi”, BKMC sudah dibubarkan waktu jamanya Gus Dur. lha kalo scr “ndak resmi”? he..he..he.. yo ngono lah… 😛

Tinggalkan komentar