Wajarkah Ada Pemblokiran?

Suatu saat saya pernah main-main ke ranu, semacam danau kecil yang banyak terdapat di daerah antara Probolinggo dan Lumajang, nyari udara segar sambil iseng-iseng mancing. Waktu di ranu tersebut saya ketemu sama seorang penduduk lokal, bapak-bapak tua yang kebetulan juga sedang mancing di situ.

Dari perkenalan singkat obrolan pun mengalir. Beliau bercerita suatu saat pernah terlibat kasus pencurian kayu dan sempat ditahan oleh pihak kepolisian. Beliau bilang, “Saya nurut saja wong yang nahan saya pemerintah, pemerintah itu kan bapaknya rakyat, wajar kalo anak salah dimarahi dan dihukum. Tapi saya juga bilang kalo saya ngambil kayu sekedar buat makan, mosok anak ngambil harta bapaknya sedikit saja buat makan ndak boleh?”

Saya mesem, jalan pikiran yang sangat bersahaja, dan jujur. “Lha trus gimana akhirnya Pak?”

“Saya dilepas, mungkin karena kasihan atau apa saya ndak tau.” Jawab si bapak.

Saya jadi teringat pertemuan yang terjadi beberapa tahun yang lalu itu gara-gara kemaren orang sempet (atau masih?) ribut-ribut soal kebijakan Depkominfo yang memerintahkan pemblokiran situs porno dengan Surat Edaran Dirjen Postel (atas nama Menteri Kominfo) No. 1598/SE/DJPT.1/KOMINFO/7/2010 tanggal 21 Juli 2010 tentang Kepatuhan terhadap Peraturan Perundang-Undangan Yang Terkait Dengan Pornografi

Ada yang berpendapat bahwa ndak seharusnya pemerintah melakukan hal yang sifatnya represif semacam itu, betul bahwa harus ada pembatasan akses terhadap konten dewasa tapi akan lebih efektif dan juga bijak kalo dasarnya edukasi yang nantinya berbuah kesadaran, bukan pelarangan. Ada juga yang kuatir kalo pemblokiran adalah pintu masuk untuk kebijakan yang dulu pernah sangat mengekang kebebasan yakni sensor. Seorang pakar IT, Onno W Purbo juga menyoroti pelaksanaan kebijakan pemblokiran situs porno konon masih prematur untuk bisa diterapkan di lapangan.

Ilmu saya memang sangat cetek untuk urusan seperti ini, saya ndak gitu ngerti teknis pemblokiran, juga ndak begitu paham efek sosial apa yang ditakutkan dari kebijakan ini. Saya hanya mencoba mengambil jalan pikiran bapak tua yang pernah ngobrol sama saya di awal tulisan tadi, bagaimana kalo pemerintah diibaratkan sebagai orang tua?

Dulu waktu kecil bapak melarang saya untuk main di kali, saya ndak gitu ngerti alasannya, tapi menurut isu sriwing-sriwing yang saya dengar simbok saya sering mengeluh karena kalo main di kali saya bisa betah seharian, begitu pulang baju kotor semua, kulit jadi bersisik dan rambut kemerahan kayak anak ndak keurus.

Sudah bisa ditebak, saya ndak nggubris larangan itu. Hasilnya saya pernah nyaris mati tenggelam waktu mandi di kali, tapi ada juga efek baiknya, saya bisa berenang walaupun dengan gaya ndak jelas.

Bapak juga mewanti-wanti kalo bisa saya jangan merokok, sekaligus melarang saya untuk minum minuman beralkohol karena alasan yang sangat terang, diharamkan agama. Ndak gitu ngaruh juga larangannya, rasa penasaran membuat saya mencoba merokok dan minum minuman beralkohol. Merokok akhirnya jadi kebiasaan, sedangkan minuman beralkohol saya tinggalkan karena ndak ngerti di mana enaknya, dan yang jelas saya masih takut dosa.

Kalo misalnya saya tanya, wajar ndak tho orang tua melarang anaknya melakukan sesuatu?

“Yo ndak bisa gitu Le! Pengibaratan yang kamu pake itu ndak sesuai, posisi rakyat dan pemerintah itu ndak sama kayak anak dan bapak.” Cetus Kang Noyo waktu ngobrol sama saya soal ini di warung Mbok Darmi selepas tarawih.

“Lagian seperti yang kamu cerita tadi, larangan toh ndak banyak pengaruhnya. Pada akhirnya yang membuat kamu melakukan atau ndak melakukan sesuatu adalah kesadaranmu sendiri tho?” Lanjut Kang Noyo.

Saya terdiam, sepertinya memang pengibaratan saya kurang pas, tapi apa ya bener kalo semua orang dibebaskan agar mendapat pencerahan sendiri-sendiri? Iya kalo dapet pencerahan, kalo kepleset gimana? Misalnya cuma kepleset nyungsep di sawah sih ndak papa, lha kalo kepleset nyemplung ke jurang?

Besoknya Kang Noyo menyeret saya ke rumahnya, “Ini Le, tak tunjukin sesuatu, aku wis ndak takut kalo pun nanti beneran semua diblokir.”

Welhah, setau saya Kang Noyo itu ndak gitu ngerti soal komputer, kayaknya ndak mungkin beliau bisa mencari jalan belakang untuk mengakses situs esek-esek. Saya mengikuti di belakangnya sambil bertanya-tanya, apakah Kang Noyo tobat?

“Ini lho, pengelola situs esek-esek pun sudah bersiap-siap!” Kata Kang Noyo sambil menunjuk layar komputernya, pengumuman di sebuah forum esek-esek.

jalan tikus

mohon maap, diedit sedikit

Oalah, tobil anak kadal! Kalo kayak gini mungkin memang percuma ada pemblokiran.

Jiyan!

16 comments on “Wajarkah Ada Pemblokiran?

  1. chrissst berkata:

    Kalo emang niat ya mesti nemuin jalan biarpun diblokir2 :mrgreen: peraturan ya mesti tetep ada tapi ntar ujung2nya ya kembali ke kesadaran…

    *halah ngomong apa ini

  2. big sugeng berkata:

    Ada sebuah ibarat: di suatu kapal ada penumpang yang duduk di atas , ada yang di bawah dan ada yang di tengah. Ketika mereka membutuhkan air yang di atas ldapat langsung bisa menimba dari kapal, sedangkan yang di tengah dan di bawah… mereka harus naik ke atas dulu. Timbul pikiran iseng dari penghuni yang ada di bawah… daripada saya capai naik turun dan mengganggu orang lain, kenapa saya mggak bikin lobang kecil saja di dalam kapal….

    Jika semua penghuni kapal membiarkan maka yang terjadi adalah semua akan menerima akibat meskipun bukan mereka penyebabnya, sebab kapal akan tenggelam.

    Dalam sebuah negara/masyarakat upaya2 untuk menghambat lajunya ketidak benaran pasti akan mendapat tantangan dan pensiasatan dari orang/pihak yang terusik… tapi apapun itu saya tetap berpendpat bahwa upaya2 itu tetap harus dilakukan. Saya setuju dengan orang tua yang melarang sesuatu… walaupun awalnya nggak nurut pada akhirnya anak akan memahami…

  3. aga berkata:

    yah ibaratnya orang kecanduan mas, pasti akan selalu nyari cara tuk memuaskan nafsu eh keinginannya.
    nanti kalo beneran di blokir tinggal dibuka-buka aja tho koleksi lamanya…hehehe
    piss mas stein.

  4. chocoVanilla berkata:

    Wah, kalo aku setuju saja diblokir. Setidaknya kalo yang dewasa bisa mbobol kan yang anak ato remaja lom tentu bisa.

    Sebetulnya yang paling ditakutkan kalo anak-anak kita ato para remaja sampe mengakses situs itu. Klo orang dewasa mah biarin aja, dosa ditanggung dewe kok.

  5. alice in wonderland berkata:

    walo saya belum jadi orang tua, tapi saya setuju aja diblokir… emang mungkin pasti ada aja caranya para mupengmania ini mencari jalan lain tapi paling gak kan jadinya repot… jadi mengurangi yang nyungsep ke jurang^^

  6. Tari-ssi berkata:

    setuju ada pemblokiran, paling nggak anak-anak ato remaja nggak bisa akses. juga mempertegas kalo ini di blokir loh??? dengan begitu buat org2 yg nekad pengen tetep liat agak2 ciut nyali gitu, halahhh bener nggak yah???

  7. Kayaknya masih banyak yg belum terblokir deh. Hihihi…

  8. dewira berkata:

    Saya sangat mendukung pemblokiran. Situs esek-esek seperti itu luar biasa daya hancurnya. Mungkin kita sudah sering sekali membaca berita ttg pelecehan seksual terhadap anak-anak yang pelakunya terangsang dan mencari penyaluran setelah menyaksikan konten maksiat itu.

    Beberapa minggu lalu saya merasa sangat miris mendengar berita seorang anak kerabat yang masih SD sudah terbiasa mengakses konten porno dari Hapenya? mengerikan.. bayangkan jika anak yang mengkonsumsi atau yang jadi korban itu anak kita sendiri.

    Mungkin sebagian orang menganggap hal itu biasa, bahkan wajar tapi sesungguhnya di sisi Allah SWT, itu adalah dosa yg amat besar. Sesungguhnya azab Allah itu amat pedih. Naudzubillah tsumma nauzdubillah min dzalik.

    Maaf ya Mas..saya numpang khotbah, mumpung ada kesempatan 🙂

  9. Jabon berkata:

    mampir lagi nich jabon
    hehe..

  10. ign berkata:

    Prioritas utama pak menteri seharusnya memfasilitasi para pelaku usaha internet agar bisa lebih mudah membuat dan mempublikasikan konten positif. Semakin banyak konten positif akan menjadi alternatif bagi orang yang sudah bosan dengan konten negatif.

    Infrastruktur Internet di Indonesia sangatlah tidak mungkin untuk aplikasi multmedia. Padahal kalau bisa mungkin kita bisa membangun tv internet yang menyiarkan nilai-nilai positif yang membangun SDM kita.

  11. rizal berkata:

    salam kenal mas stein.. tulisannya keren, ringan, mengalir, dan khas. Salam kenal mas, saya sama-sama mburuh juga.. Kalo boleh izin link blognya

  12. […] Wajarkah Ada Pemblokiran? « Mas Stein […]

  13. Ceritaeka berkata:

    Tetep ada yg usaha lewat jalan alternatif rupanya 😀
    Hemm.. soal pemblokiran itu… misalnya mas.. yg di blokir kata maaf “payudara”
    nah kalo diblock terus ada yg cari info soal kanker payudara gimana mas?

  14. No Free berkata:

    Klo sy setuju2 wae…buat kemashlatan umat agar supaya ndak terjerumus ke jurang maksiat..(hehe )
    Btw, selama ini Sy dah sering mblokir,g ada msalah tuh..hahaha Novrisyar Rancak bana

  15. denbaguse berkata:

    ya.. siap2 aja bagi yang punya warnet murah… (he2), angan2 punya tambahan pc lagi terpaksa harus ditunda.. ato buka usaha lain, spt; warung nasi tahu, pecel apa siomay… apalagi bln puasa gini, huhuy..

Tinggalkan komentar