Kartel Fuel Surcharge

Setiap kali mendengar nama kartel yang ada dalam bayangan saya adalah adegan tembak-tembakan mafia obat bius Kolombia, maklumlah selain karena saya ini suka pilem-pilem berlatar belakang cerita mafia, juga karena pengetahuan soal ilmu ekonomi seorang buruh pabrik macem saya ini terbatas. Daripada mbaca teori ekonomi yang mbulet-mbulet saya lebih tertarik dengan judul semacam Tentara Pemerintah Menewaskan Gembong Kartel Obat Bius.

“Memang dasarnya level bacaanmu itu level koran ecek-ecek, paling yang kamu cari di koran cuma berita kriminal sama iklan pijet esek-esek.” Sindir Kang Noyo.

Asyem!

Tapi saya ndak salah tho? Wong kadang mikir hidup sehari-hari saja sudah ruwet, mosok tinggal mbaca koran saja ya nyari yang mbikin mumet?

Konon katanya definisi kartel adalah kelompok produsen yang bertujuan menetapkan harga, untuk membatasi suplai dan kompetisi. Kelompok seperti ini biasanya timbul dalam kondisi oligopoli alias hanya terdapat sedikit pemain. Karena sudah ada kesepakatan dari kelompok produsen akhirnya konsumen ndak dapet keuntungan yang biasanya muncul dari sebuah persaingan murni, yakni harga termurah.

“Kok aneh tho Le, bukannya perusahaan harusnya saingan rebutan konsumen, salah satunya dengan saingan harga. Mosok ya bisa janjian harganya disamakan?” Tanya Kang Noyo lagi.

“Kalo pemain yang bertanding ndak banyak yo bisa saja tho Kang, konsumen ndak banyak pilihan, semua kebagian kue.” Ujar saya.

Misalnya tarif SMS, dulu saya sempet heran kok bisa tarif SMS dari semua operator sama, Rp 350. Saya sampe sempet mikir ada aturan dari pemerintah yang menentukan tarif SMS memang harusnya segitu. Lebih heran lagi setelah ada beberapa tulisan yang saya baca mengatakan biaya SMS harusnya berkisar di angka Rp 75. Baru rada mudheng setelah Komisi Pengawas Persaingan Usaha mengatakan para operator telekomunikasi telah melakukan persekongkolan untuk menetapkan tarif SMS.

Hal ini melanggar Pasal Pasal 5 Undang-undang No 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang mengatakan :

Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang, dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.

“Soale itu merugikan konsumen Kang.” Kata saya.

Lha sekarang yang lagi rame soal kartel Fuel Surcharge.

“Gayamu sok ngomong inggris, kowe ngerti artine po?” Tanya Kang Noyo dengan nada sedikit melecehkan.

Jiyan!

“Begini Kang, dulu kan sempet harga minyak dunia naik edan-edanan. Lha untuk menutup biaya yang timbul dari kenaikan harga avtur ini tiap penumpang dikenakan biaya, disebutnya fuel surcharge.” Ujar saya sambil klempas-klempus nyebul asep rokok.

Biaya ini legal, yang artinya diizinkan oleh pemerintah. Tapi karena fuel surcharge adalah biaya yang dikenakan semata-mata untuk menutup kenaikan harga avtur, maka fuel surcharge ini ndak boleh dipake untuk nyari untung. Lebih ndak boleh lagi kalo janjian menentukan harga biar untung sama-sama.

Menurut KPPU ada 9 maskapai penerbangan, yakni PT Garuda Indonesia, PT Sriwijaya Air, PT Merpati Nusantara Airlines, PT Mandala Airlines, PT Travel Express Aviation Service, PT Lion Mentari Airlines, PT Wings Abadi Airlines, PT Metro Batavia, dan PT Kartika Airlines yang melanggar ketentuan tersebut dan mengakibatkan konsumen dirugikan hingga sebesar 13, 8 trilyun.

Ekspresi Kang Noyo cuma datar saja, “Ndak ngaruh Le, wong tiap hari paling kita kalo ndak naik motor ya naik bis. Buruh pabrik saja kok ngurusi pesawat.”

Welhadalah!

“Ini ilmu Kang, biar buruh pabrik tapi harus mbuka wawasan, siapa tau nantinya tiket jadi murah trus kita bisa njajal numpak pesawat!” Kata saya anyel.

“Lagian ini kan masih kata KPPU, lain lagi nanti kalo anggota DPR yang ngomong.” Ujar Kang Noyo.

“Memangnya kalo anggota DPR ngomongnya gimana Kang?” Tanya saya.

“Lho, sudah jelas tho, ini cuma isu untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari kasus Century!”

Halah! Ngomong ini lagi, saya langsung pamitan.

Jiyan!

5 comments on “Kartel Fuel Surcharge

  1. […] This post was mentioned on Twitter by mas stein. mas stein said: Kartel Fuel Surcharge: http://wp.me/ppZ5c-s8 […]

  2. macangadungan berkata:

    sekarang kayaknya semua pemberitaan yang ada dituduh berusaha mengalihkan isu bank century 😀 kira-kira bener begitu adanya apa nggak ya?

    #stein:
    pertanyaan sampeyan ini sepertinya sedang berusaha mengalihkan kasus century… :mrgreen:

  3. ulan berkata:

    wekekekekekekkekek jadi banyak isu untuk di alihkan ya

    #stein:
    salah mbak, yang betul banyak isu untuk pengalihan 😆

  4. prasetyandaru berkata:

    Paklek, coba sampeyan mbikin partai ato ngaku2 jadi satrio piningit gitu, pasti dituduh pengalih berita kasus senturi.

    Jiyaaan, begitu hebatnya kasus senturi, sampek2 semua yang sebenernya bener2 terjadi bisa sembunyi dibalik kasus senturi. Jangan2 postings saya ini nantik kalok DPR baca, dianggep pengalih senturi jugak

    #stein:
    ati-ati lho mbak, sepertinya komentar sampeyan ini memang berpotensi mengalihkan kasus century 😆

  5. Asop berkata:

    Oooooo saya baru tahu… 😀
    Dasar saya ini kurang membaca info umum kayak gini… 😐
    Makasih ilmunya, Kang. 😆

    #stein:
    sekali-kali nambah ilmu 😆

Tinggalkan komentar