Berkomunikasi yang Handal

Yang ini sekalian saya tulis mumpung rada-rada inget, biar ndak rugi rakyat mbayari saya makan dan tidur di hotel selama 2,5 hari kemaren di Batu. Salah satu kemampuan yang seharusnya dimiliki oleh buruh negeri yang setiap hari melayani masyarakat macem saya ini.

Salah satu fungsi dari DeJePe adalah pelayanan, dan dalam pelayanan mutlak diperlukan kemampuan berkomunikasi yang handal. Sudah ndak jamannya masyarakat males dateng ke DeJePe karena pegawainya cuma bisa satu jenis kalimat, yakni kalimat perintah.

Saya sendiri memimpikan pelayanan di pabrik tempat saya mburuh ini sebagus layanan di bank, pegawainya murah senyum, ramah, sukur-sukur ditambahi mbak-mbak berseragam ketat yang manis-manis kayak di Pizza Hut.

Waktu in hotel training kemaren saya dikasih tau bagaimana syarat untuk bisa berkomunikasi dengan baik. Syarat itu antara lain :

  • Kestabilan Emosi

    Dalam berkomunikasi kestabilan emosi harus dijaga. Yang dimaksud emosi bukan hanya napsu birahi amarah, tapi juga rasa penasaran, iba, sedih, segala macem perasaan yang berkaitan dengan emosi harus dijaga jangan sampe berlebihan.

  • Kemampuan Mendengarkan

    Yang ini juga ndak kalah penting, manusia punya dua telinga dan satu mulut konon katanya juga dimaksudkan agar manusia itu lebih banyak mendengarkan daripada ngomel.

    Mendengarkan sendiri terbagi dalam beberapa level, dari level terendah sampe tertinggi adalah sebagai berikut :

    • Mengabaikan
    • Berpura-pura mendengarkan
    • Selektif, hanya mendengarkan yang pengen didengar
    • Penuh perhatian
    • Mendengarkan secara empati

    Kalau sampeyan termasuk orang yang susah mendengar mungkin sampeyan bisa belajar mendengarkan dengan tahap-tahap sebagai berikut :

    • Diam
    • Mendengarkan
    • Memahami
    • Menerima pendapat
    • Menerima kritik
    • Menerima hinaan
    • Menerima pujian

      *selama ini saya berpikir menerima hinaan adalah paling susah, ternyata yang paling susah itu menerima pujian*

  • Olah tubuh dan olah vokal

    Konon katanya manusia itu berkomunikasi cuma dengan sedikit kata-kata, yang lebih banyak dilakukan dengan bahasa tubuh dan olah vokal. Misalnya sampeyan ngomong, “saya ndak marah!” tapi dengan nada tinggi, brarti intonasi sampeyan yang bicara. Atau sampeyan diam karena ngambek, brarti sampeyan sudah berkomunikasi dengan bahasa tubuh yakni diam.

  • Pilihan Kata dan kekayaan kosakata

    Syarat lain komunikasi yang handal adalah sampeyan bisa memilih kata-kata yang tepat, dan untuk bisa memilih kata-kata yang tepat berarti sebelumnya sampeyan harus memiliki kosakata yang cukup. *misalnya ngomong sama saya, jangan terlalu banyak istilah asing, soale biasanya saya malah langsung mlongo*

  • Luasnya cara berpikir

    Sampeyan pasti setuju yang ini, ngomong sama orang yang pikirannya cupet itu sama sekali ndak asik. Tapi konon katanya di negeri ini ada seorang simbok yang pikirannya ndak gitu luas ikut nyalon jadi presiden.

  • Ketulusan

    Ini juga penting, beda sekali rasanya sampeyan menyampaikan rasa prihatin secara tulus dibandingkan dengan sampeyan menyampaikan rasa prihatin cuma pura-pura untuk menarik simpati.

  • Totalitas pelayanan

    Yang ini saya ndak gitu ngerti penjelasannya, mungkin kemaren waktu trainernya njelasin saya lagi diserang sandman. Apa? Sampeyan ndak tau sandman?? Dasar ndeso, itu orang dari negeri antah berantah yang suka naburin pasir ke mata kita, trus mata kita jadi sepet dan secara naluri langsung nyari-nyari bantal.

Hal terakhir yang disampaikan sama trainer kemaren adalah koreksi dari petuah yang selama ini banyak beredar di masyarakat. Kita sering mendengar, “perlakukanlah orang lain sebagaimana anda ingin diperlakukan”, rupanya menurut si trainer yang lebih tepat adalah, “perlakukanlah orang lain sebagaimana mereka ingin diperlakukan“.

*Materi di atas disampaikan trainer dari Unicom

18 comments on “Berkomunikasi yang Handal

  1. lambenesugiman berkata:

    Nah ki oleh-olehe liburan, manteb tenan

  2. kucrit berkata:

    mantrebs mas, lek ngene iki jan mas stein tenan… wakakakakakka..

  3. Vicky berkata:

    Saya cuman bisa dipuji, tapi ndak bisa dihina..

  4. adipati kademangan berkata:

    nah iki je wonge sing berhasil tenanan olehe training. iso ngrungokno, ngresapi lan ngajarno maneh hasile training marang liyan.
    bok file e training kuwi diunggah pisan neng kene ben iso diunduh karo kabeh poro tamu iki.

    #stein:
    sayangnya gak ada om, yang saya tulis cuma berdasarkan catatan dan ingatan

  5. reallylife berkata:

    yang terakhir filosofinya bener itu, aku setuju
    kalo ngga mau dicubit ya jangan nyubit to
    bener khan??

  6. Mas… jangan sering2 ikut seminar ya.
    Kalo lagi waras ternyata malah aneh 😀
    hahaha

    #stein:
    woalah mbak-mbak, mosok saya disuruh gendheng terus 😯

  7. Ade berkata:

    Saya juga suka tuh tiba2 kangen bantal, ternyata itu ulahnya si sandman ya mas :mrgreen:

  8. KangBoed berkata:

    Salam Cinta Damai dan Kasih sayang

  9. zefka berkata:

    sharing ilmu yang mantap.

    “perlakukanlah orang lain sebagaimana anda ingin diperlakukan”, rupanya menurut si trainer yang lebih tepat adalah, “perlakukanlah orang lain sebagaimana mereka ingin diperlakukan“.

    Kayakny gw lebih setuju dengan kalimat pertama, kenapa?
    yg paling tau keinginan kita ya pasti diri kita sendiri. Kalo kita bisa memahami keinginan kita sendiri, tentunya terwujudnya keinginan itu akan membuat kita nyaman dengan kondisi yg tercipta. Inilah mengapa kita disuruh memahami apa yg kita inginkan terlebih dahulu kemudian mengasumsikan keinginan kita itu sama atau hampir sama dengan keinginan orang lain sehingga diharapkan kita akan memperlakukan orang lain serupa dengan apa yg kita harapkan orang lain akan memperlakukan kita.

    Lha kalo… “perlakukanlah orang lain sebagaimana mereka ingin diperlakukan“. Mana bisa kita tau keinginan orang lain untuk diperlakukan.. bagaimana ya? susah kayaknya ya..

    tetap aja… yg paling mudah kita pahami dulu keinginan kita yg membuat kita nyaman trus kita asumsikan keinginan orang lain jg hampir sama, sehingga kita bisa membuat nyaman orang lain dengan mempertimbangkan asumsi tsb. Kita kan sama2 manusia jadi kemungkinan besar juga punya keinginan yg hampir mirip, kalo gak boleh dikatakan sama.

  10. egah berkata:

    wah om stein memorinya tajem banget bisa mengingat segitu banyaknya dan detil

    saya tertarik dengan ketulusan mas karena itu yang paling susah menurut saya untuk dilakukan…banyak orang baik tapi sedikit saja orang yang bisa tulus 😀
    *in my humble opinion*

  11. hawe69 berkata:

    di negeri ini ada seorang simbok… ikut nyalon jadi presiden

    siapa hayo???

    :whistle:

    #stein:
    lah, perasaan itu sudah saya coret… :mrgreen:

  12. deeedeee berkata:

    hiyaaah.. saya baru mokomentar yg sama dengan hawe69 … keduluan.. hihihi

    coretannya kurang kereng, mas.. jadinya masih jelas terlihat tulisannya 😆

  13. zefka berkata:

    biar jelas ah.. era kertebukaan
    simbok —–>Mega

    😆

  14. Muzda berkata:

    Wah,, baru sekali ini dengar petuah yang begitu.
    Tapi memang sih, untuk petuah yang sering kita dengar itu, tentang memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan, masih ada bolongnya.
    Untuk orang yang pinter ngeles, bisa bilang, “ya begitulah aku ingin diperlakukan, pengen dicuekin atau dijudesin.”
    😀

  15. marshmallow berkata:

    saya nggak ikut in house training-nya sih. jadi kalau saya agak kurang setuju dengan kalimat terakhir, mungkin karena saya nggak dengar penjelasan lengkapnya.

    menurut saya, kita tidak tau bagaimana orang lain ingin diperlakukan. tapi yang jelas, berusahalah berada di sepatu orang lain dengan berempati. “bagaimana bila dirimu adalah dia? bagaimana kau ingin diperlakukan?” ngono, mas.

    jadi yang lebih tepat bagi saya tetap: perlakukanlah orang lain sebagaimana dirimu ingin diperlakukan. ini mirip dengan salah satu butir dalam sumpah hipokrates. tau kan, mas, sumpah hipokrates? dasar ndeso, itu adalah sumpah para calon dokter sebelum terjun sebagai profesional. hihihi… maap, mastein, becanda…

  16. samsul arifin berkata:

    *misalnya ngomong sama saya, jangan terlalu banyak istilah asing, soale biasanya saya malah langsung mlongo*

    baiklah mas, akan saya turuti. :mrgreen:

  17. asri berkata:

    woaaa, nyatet toh, kirain endak 😛

  18. […] jadi tempat bersandar bagi anak, kapanpun, di manapun. Kadang tanpa sadar tercipta jarak karena kurangnya komunikasi. Monggo sama-sama mawas diri, baik yang masih berstatus sebagai anak maupun yang sudah menjadi […]

Tinggalkan komentar