Ambil yang Baik, Tinggalkan yang Buruk

Konon dalam berkarir ada dua jalan yang bisa kita pilih, jalan yang biasa-biasa saja, dengan unjuk kemampuan dan pencapaian hasil kerja, serta jalan yang tidak biasa, misalnya dengan bergabung ke dalam suatu klan.

“Klan? Kamu itu lagi ngomong karir opo pilem kungfu tho Le?” Potong Kang Noyo sambil nyebul asap rokok yang (lagi-lagi) dimintanya dari saya.

“Saya ngomong serius ini Kang,” Kata saya.

Mungkin sampeyan pernah dengar ada istilah lingkaran dalam dan lingkaran luar. Biasanya istilah ini lekat dengan dunia karir birokrat, walaupun ndak menutup kemungkinan ada juga di lingkungan luar birokrat. Orang-orang dengan jabatan di level tertentu punya orang-orang kepercayaan, inilah yang disebut dengan lingkaran dalam. Sedangkan orang-orang yang termasuk dalam struktur tapi bukan orang dekat berarti termasuk lingkaran luar.

“Berarti cara yang ndak biasa dalam membangun karir adalah dengan cara menjadi orang lingkaran dalam gitu Le?” Tanya Kang Noyo.

Saya ngangguk sambil berusaha mengamankan rokok saya dari jangkauan tangan beliau.

Dengan satu dan lain cara agar menjadi orang yang termasuk lingkaran dalam adalah pilihan dalam meningkatkan karir. Cara ini kadang efektif, karena begitu orang yang menjadi pusat lingkaran naik biasanya orang-orang yang berada dalam lingkaran dalam juga ikut terangkat.

“Tapi yang kayak gitu opo fair Le?” Tanya Kang Noyo lagi.

“Lha mbuh Kang, saya yo cuma pernah denger-denger saja kok. Katanya cara seperti itu lumayan efektif buat ngangkat karir,” Jawab saya.

Ada contoh yang bisa sampeyan lihat di era negara lagi gonjang-ganjing seperti sekarang. Misalnya Pak Misbakhun, salah seorang inisiator Pansus Century. Konon beliau bisa moncer karirnya seperti sekarang karena waktu bekerja di Direktorat Jenderal Pajak termasuk lingkaran dalam orang nomor satu di DJP saat itu, Hadi Purnomo. Setelah beliau keluar dari PNS pun kehidupannya masih terjamin, sudah punya perusahaan sendiri, bahkan sampe akhirnya jadi anggota DPR.

“Jadi maksudmu Pak Misbakhun ikut mengusulkan Pansus Century yang menggoyang Menteri Keuangan adalah karena balas budi kepada Hadi Purnomo, Ketua BPK, yang dulu pernah dipecat sama Sri Mulyani?” Sergah Kang Noyo.

Welhadalah! Kok nyambungnya ke situ??

Yang jelas menjadi orang lingkaran dalam pun ada resikonya tersendiri, misalnya suatu saat orang menjadi pusat lingkaran jatuh maka orang-orang lingkaran dalam pun berpotensi untuk disingkirkan.

“Tenan kuwi Le?” Tanya Kang Noyo.

“Kalo kata Mbah Suto kemaren sama saya, itu karena pejabat yang baru ndak mau melaksanakan prinsip ambil yang lama yang masih baik, dan ambil yang baru yang lebih baik. Pokoknya ganti pejabat ya berarti ganti rezim, orang-orang lingkaran dalam yang lama harus dipinggirkan biar ndak jadi kerikil.” Kata saya.

“Kalo begitu masih mending maling sandal di mesjid yo Le,” Ujar Kang Noyo.

“Kok bisa?” Tanya saya.

“Inget sandalku yang ilang waktu jumatan minggu kemaren tho? Padahal naruhnya sebelahan tapi punyamu ndak diambil. Karena malingnya berprinsip ambil yang baik dan tinggalkan yang buruk.” Kata Kang Noyo.

Saya mesem, anyel!

Jiyan!

5 comments on “Ambil yang Baik, Tinggalkan yang Buruk

  1. Asop berkata:

    Kerja di lingkungan birokrat Indonesia rasanya malah numpuk dosa…. šŸ˜¦ Bener2 harus jago milih temen n lawan, dan harus kuat jangan terbawa arus. Sulit memang. šŸ˜¦

    #stein:
    kerja di mana pun sama saja kok mas, kalo ndak pinter-pinter njaga diri ya numpuk dosa šŸ™‚

  2. mawi wijna berkata:

    Saya benci Lingkaran Dalam. Bahkan saya dikatakan pecundang kalau tak masuk dalam Lingkaran Dalam. šŸ˜¦

    #stein:
    sampeyan lagi ngomong kerjaan opo sepedaan mas? šŸ˜†

  3. wongiseng berkata:

    Jadi inget film Meet The Parents, circle of trust :D. Kalo udah masuk circle of trustnya mafia, mau gak mau mesti pasang badan untuk bos mafianya šŸ˜€

    #stein:
    ya itu resikonya mbah, high risk high gain tho? šŸ˜†

  4. antyo rentjoko berkata:

    Hahaha, si maling ikutin ajaran mulia. šŸ˜€
    Yah gitu deh, ada saja inner circle dengan sekian faktor. Tak hanya ikatan primordial sebangsa SARA tapi juga kesamaan hobi. Tapi semuanya kembali ke kita, dan yang lebih penting seberapa kita berani tanggung risiko kalo bukan orangnya anu maupun orangnya grup ini-itu. Kalo sama-sama matang dan sadar porsi, kedekatan pribadi bisa dipisahkan dari kepentingan yang gak bener kok.

    #stein:
    mungkin bisa tapi susah paman, di sini kan yang berlaku sampeyan sudah divonis padahal baru “patut diduga” šŸ˜†

  5. budi mulyono berkata:

    weleh… ora mudeng kang… koyoke kantorku ora ene je… lha karyawane sa’iti’ je…

    Salam kenal dan persahabatan dari Balikpapan…

    #stein:
    salam kenal juga mas

Tinggalkan komentar