Yang Penting Dikerjakan

Waktu jaman kuliah gratisan di sekolah tinggi kaum dhuafa dulu saya bukan termasuk mahasiswa yang aktif dalam kegiatan kampus, pernah satu dua kali ikut dalam kegiatan insidentil karena faktor kedekatan dengan orang-orang tertentu, selebihnya cuma ndekem di kamar sambil main gitar, nyanyi lagu-lagu sendu yang menyayat hati. *halah!*

Salah satu yang saya ingat adalah waktu saya jadi panitia kegiatan penerimaan mahasiswa baru, bagian mbentak-mbentak yang kalo ndak salah waktu itu disebut seksi bina disiplin. Seneng bener kalo liat ada cama (calon mahasiswa, sebutan buat anak baru) yang terlambat atau melakukan pelanggaran, bakat nyanyi dengan suara fals saya jadi tersalurkan, pokoknya waton mbengok, asal teriak. Saya pikir nama seksi saya waktu itu memang ndak cocok disebut seksi bina disiplin, lebih tepat kalo disebut seksi pencari kesalahan. Kalo kata Mbah Hetfield dalam album Kill ’em All tugas kami adalah seek and destroy.

Yang mungkin orang-orang ndak tau adalah sebenernya waktu jadi panitia itu saya sering kebingungan, misalnya istilah-istilah yang dipake, ritual-ritual yang dilakukan, dan segala macem tetek bengeknya. Kalo sesama panitia lagi cerita-cerita pengalaman mereka waktu diospek saya juga cuma ikut senyum-senyum terpaksa.

Lha kok bisa?

Jadi rahasianya adalah: saya dulu ndak ikut ospek! Lebih tepatnya saya kabur waktu hari pertama ospek.

“Huahahahaha! Ediyan kowe iki Le, bener-bener manusia ndak tau malu! Mosok dulu ndak ikut ospek trus jadi panitia bagian ketertiban?” Kang Noyo ngakak sampe muncrat-muncrat kopi yang disruputnya.

Sebentar, harap dibedakan alasan saya kabur dari ospek dan motivasi saya menjadi panitia ospek.

“Opo alasanmu?” Tanya Kang Noyo sambil menyalakan rokok.

Pada dasarnya saya ndak percaya kalo kegiatan ospek itu ada manfaatnya, pengalaman dua tahun sebagai senior di sebuah sekolah berasrama mengajarkan bahwa ospek ndak lebih dan ndak bukan adalah ajang meneruskan dendam yang dulu diwariskan dari senior kepada junior. Tapi karena ini adalah tempat kuliah maka saya mencoba untuk menjalani ospek selama satu hari, siapa tau ospek di sini beda.

“Dan ternyata?”

“Ternyata sama saja Kang, waktu itu kami dijemur di tengah lapangan sambil dibacakan instruksi oleh senior. Begitu saya dengar perintah-perintah yang mereka berikan ternyata banyak yang konyol, apalagi banyak senior-senior yang pada ketawa ndak jelas, saya berkesimpulan kalo ospek ini cuma main-main.” Ujar saya.

Sore itu seusai ospek hari pertama saya memutuskan untuk kabur dari kampus.

“Kalo alasanmu ikut jadi panitia ospek?”

Sederhana saja, panitia dapet honor. Saya berharap bisa pulang kampung dengan honor yang bakal saya dapat.

“Huahahaha! Payah tenan kowe Le, sudah ndak tau malu, mata duitan pula!” Kang Noyo kembali ngakak.

Asyem!

Dan ternyata hukum karma itu ada.

“Lhadalah, kok nyambungnya ke hukum karma. Opo hubungannya?” Tanya Kang Noyo.

Entah ini cuma perasaan saya atau memang benar terjadi, kadang saya merasa kebijakan yang diambil sama petinggi-petinggi di pabrik tempat saya mburuh itu ndak bisa dijalankan sepenuhnya di lapangan. Seakan-akan para pengambil kebijakan ini ndak pernah merasakan jadi buruh rendahan macem saya.

“Ealah, yo ndak tho Le. Juragan-juragan di atas itu juga pasti pernah jadi buruh, trus naik jadi mandor, jadi ajun, sampe naik jadi juragan di puncak.” Kata Kang Noyo.

Saya pikir juga seharusnya begitu, tapi saya tetep merasa kalo ada sebagian aturan yang ditetapkan juragan di pabrik tempat saya mburuh terdengar seperti perintah senior waktu saya ospek dulu, yang penting dikerjakan. Padahal idealnya menurut saya bukan yang penting dikerjakan, tapi kerjakan yang penting.

Tapi mungkin saya cuma sedikit meracau gara-gara abis nonton serial undercover boss di bbc knowledge waktu kemaren dolan ke rumah Mbah Suto. Di situ saya terkagum-kagum, ada boss gede yang nyamar jadi buruh rendahan untuk mengetahui kendala-kendala yang terjadi di lapangan, supaya dia tau apakah kebijakan yang diambil telah tepat sasaran.

Sementara yang saya dengar dan lihat di sini adalah juragan melakukan sidak alias inspeksi mendadak, yang biasa dikonotasikan sebagai kunjungan untuk mengetahui apakah ada aturan yang dilanggar atau tidak. Pun kalo ada yang menyamar biasanya adalah orang-orang dari bagian kepatuhan internal, untuk mengetahui ada pelanggaran atau tidak. Persis seperti yang dulu saya lakukan sebagai panitia seksi bina disiplin, bukan pembina disiplin tapi pencari kesalahan.

“Wis tho Le, kerja itu Lillahi Ta’ala, niatnya dari hati nurani yang luhur untuk nyari ridho Yang Kuasa. Kita ini cuma buruh kecil, ndak usah ngurusi juragan.”

Welhah, tumben kata-kata Kang Noyo terdengar bijak.

Yang saya tau melihat sesuatu dari puncak gedung memang ndak sama dengan kita yang menyentuhnya langsung. Beda jangkauan, beda perspektif.

Tiba-tiba saya teringat, ternyata dulu tujuan saya waktu jadi panitia ospek ndak tercapai. Pada waktu pembubaran panitia diumumkan bahwa saya ndak dapet honor karena dananya ndak ada. Mungkin itulah yang benar-benar hukum karma.

Jiyan!

6 comments on “Yang Penting Dikerjakan

  1. sugiman berkata:

    Asyemik.!! ga ngejak [-(

    “idealnya menurut saya bukan yang penting dikerjakan, tapi kerjakan yang penting.”

    opo pilih “kerjakan yang tidak bisa dikerjakan”

    jadi karena ndak bisa dikerjakan…maka ndak usah kerja..xixixi

    inget kang, banyak kerja banyak salahnya, ndak kerja salahnya cuman satu…:))

  2. […] This post was mentioned on Twitter by blogroll, Tobagus Manshor. Tobagus Manshor said: Yang Penting Dikerjakan http://wp.me/ppZ5c-Av […]

  3. Annas D Pirate berkata:

    kalo gitu, mana reformasi yang didengungkan oleh agan-agan di pusat itu ya

  4. nDaru berkata:

    hehehe..memang kalok kerja ikut orang gitu resikonya ya musti patuh…Saya dulu nguli di pabrik pengecer minyak di Cepu sana, cuman betah 6 bulan saja, bukan karena di sana endak ada mal ato cineplex, tapi saya musti tunduk pada sebuah sistem, cilakanya, sistem ini kadang endak match sama hati nurani saya, sudah gitu sistem ini kadang dimanipulasi sedemikian rupa buat kepentingan oknum2 tertentu. Sebenernya ya saya ikut kecipratan cendol dari oknum2 itu, tapi itulah yang mbikin saya ngganjel. Wong endak mbikin dawet kok ndapet cipratan cendol Jadi apa yang bisa dikerjakan sama sayanya? Ya berhenti..Dulu banyak orang yang nggoblok2e saya, mekok2ke, ngata2in saya sok suci sok pakek hati nurani dan komentar nyinyir laennya. Tapi lha piye..orang tua saya dari kecil nggembleng saya buat memahami bahwa di dunia ini endak ada makan siang gratis.

  5. Abi Sabila berkata:

    mathuk karo omongane Kang Noyo, sama seperti yang Pa’e bilang ke Genduk, Lillahi ta’ala, karena Allah semata. Meskipun….tidak mudah tapi tentu saja bukan hal mustahil, tergantung kemauan.

  6. Princes_Tamina berkata:

    saya dulu ikut ospek sampai selesai

Tinggalkan komentar