Keajaiban Itu Bernama Pembantu

“Aku sudah ndak percaya lagi sama yang namanya keajaiban. Pokoknya ndak ada yang namanya keajaiban di dunia ini, ngerti ora kowe Le?”

Saya yang baru masuk warung Mbok Darmi terkaget-kaget diberondong kata-kata Kang Noyo. Duduk juga belum, sudah ditanya ngerti opo ndak. Walaupun saya yakin pertanyaan ini sebenarnya retoris, karena didahului dengan kata pokoknya[tm], sebuah kata yang menunjukkan pengucapnya ndak bisa menerima pendapat lain.

Keajaiban?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata keajaiban memiliki arti keganjilan alias keanehan, sedangkan kata ajaib berarti ganjil, aneh, jarang ada, tidak seperti biasa, yang tidak dapat diterangkan dengan akal.

Saya tahu kalo Kang Noyo termasuk makhluk yang ajaib kelakuannya, tapi baru sekali ini saya dengar dia ngomong soal keajaiban.

“Ada apa tho Kang?” Tanya saya.

“Pembantuku kawin!” Kata Kang Noyo ketus.

Lah? Apa hubungannya pembantu kawin sama keajaiban?

“Setelah kawin dia ndak boleh kerja sama suaminya, jadi sekarang aku ndak punya pembantu.” Lanjut Kang Noyo.

Lha trus?

“Kowe itu memang IQ standard buruh pabrik tenan kok Le, mosok sudah dibeberkan fakta-fakta sebanyak itu masih ndak ngerti juga.” Ujar Kang Noyo.

Asyem!

“Kowe ngerti ora Le, waktu masih punya pembantu, tiap pagi bangun tidur itu tau-tau sudah ada kopi panas, ajaib tho? Aku mandi, balik ke kamar tau-tau tempat tidur sudah rapi, ajaib tenan. Lempar handuk ke kursi, ditinggal noleh tau-tau sudah pindah ke jemuran. Pokoknya hidup itu penuh keajaiban kalo ada pembantu.” Kata Kang Noyo panjang lebar.

“Tapi wajar sih kamu ndak ngerti, belum pernah punya pembantu tho?”

“Jujur dan apa adanya, tapi mbok yao njaga perasaan sedikit.” Saya cuma berani ngomong di batin.

Mungkin saya ndak ngerti bagaimana rasanya kehilangan keajaiban seperti yang digambarkan Kang Noyo, tapi saya tahu kehilangan pembantu adalah fenomena tahunan. Setiap akhir bulan puasa pembantu akan pamit untuk pulang kampung dan dilepas dengan perasaan cemas oleh si juragan, apakah si mbok/mbak bakal balik atau ndak.

Dan beberapa memang memilih untuk resign, ada yang lebih tergiur gemerincing receh di negeri tetangga, ada yang memilih untuk memperluas pengalaman kerja dengan mencari juragan baru, selain beberapa lainnya yang ndak balik karena kawin.

Tapi benarkah pembantu memang mendatangkan sejumlah keajaiban?

Menurut saya kalo benar yang diceritakan Kang Noyo berarti memang benar. Juragan naruh baju kotor, waktu balik dari kantor mendadak sudah bersih, rapi terlipat dan sudah diseterika. Memang bukan sesuatu yang ndak bisa dijelaskan dengan akal, tapi menurut otak pas-pasan buruh pabrik macem saya itu adalah sebuah keajaiban.

Anak sampeyan tinggal mengucap sejumlah mantera dan segelas susu hangat segera siap di meja. Setelah capek main, ketiduran, dan tiba-tiba saja semuanya sudah tersimpan rapi dalam kotaknya. Ajaib!

Saya percaya ndak semua juragan mengandalkan keajaiban semacam itu, karena sesuai namanya, pembantu adalah orang yang membantu, bukan pelaku utama. Keajaiban semu seperti itu sedikit banyak akan menggerus karakter keluarga.

“Kemeruh, wong kamu ndak punya pembantu!” Cetus Kang Noyo.

Mungkin kemeruh, tapi saya mikirnya sederhana saja, monggo sampeyan bayangkan keakraban yang mungkin terjadi saat istri masak dengan dirusuhi anak beserta bapaknya, atau suami yang sedang bersih-bersih rumah dengan anak-anak yang terpaksa merapikan mainannya sendiri, dibanding keluarga yang segala kebutuhan mulai dari masak, mencuci, bersih-bersih rumah, sampai mengurus anak dilakukan pembantu, anak-anak rebutan saluran teve sementara bapak dan ibunya sibuk sendiri dengan gadget-nya.

Saya kuatir kebiasaan mendapat keajaiban ini akhirnya terbawa sampai keluar rumah. Hidup kadang dipenuhi masalah yang ndak bisa beres dengan ditinggal tidur.

Kopi Kang Noyo sudah hampir habis, dan saya baru sadar bahwa dari tadi belum pesen kopi sama Mbok Darmi. Jangan-jangan saya selama ini juga terlena dengan keajaiban ala Mbok Darmi, kopi terhidang tanpa perlu memesan.

“Le, aku mau pulang dulu, nanti sekalian bayari kopiku ya. Lagi mumet nyari pembantu, sampai lupa ndak bawa duit.” Kang Noyo pamitan.

Halah!

Menjelang keluar pintu Kang Noyo berbalik, “Oh ya, sekalian utang-utangku yang kemaren dilupakan saja, wong ini lebaran, ndak papa tho? Maap lahir batin.”

Setelah Kang Noyo menghilang saya baru mikir, sik tho, apa hubungannya lebaran sama utang?

Salah satu bentuk lain keajaiban?

Jiyan!

14 comments on “Keajaiban Itu Bernama Pembantu

  1. warm berkata:

    kang Noyo emang jiyan !

  2. isnaeni berkata:

    wah… crito pribadi iki …pembantune ora mbalik ….wkwkwkwkwk

  3. inz berkata:

    iki mesti efek dari kemarin pas jadi aktor pengganti pemberi keajaiban 🙂

  4. niqué berkata:

    hahaha … pembantu adalah pelaku keajaiban di banyak rumah tangga
    pembantu semakin dicari, semakin langka bayangnya
    sudah saatnya orang Indonesia belajar hidup mandiri seperti keluarga2 di Jepang/Korea atau luar negeri lainnya 😀 mengerjakan segala sesuatunya secara gotong royong tanpa ‘peri ajaib’ kecuali sudah sanggup menggaji sang peri dengan gaji yang tentu ajaib juga hehehe

  5. Antyo berkata:

    Berbahagialah masyarakat Indonesia, karena sebagian bisa menggaji pembantu (seberapapun kelayakannya) dan memberi penghidupan orang lain.

    Keluarga saya dulu juga tanpa pembantu. Saya mencuci sendiri dan menyetrika sendiri. Juga harus ngepel, ngelabur rumah, negor gedhang, betulin genteng bocor, kalau ada tamu datang ya bikin minuman dan menyajikannya (teh melati manis dalam cangkir). Mau ngapel malam minggu, padahal sudah kuliah, saya masih ke warungg beli minyak tanah dan kerupuk. Saya ndak malu soalnya itu bukan nyolong. Lebih memalukan lagi kalau harus ibu saya yang petang ke warung padahal punya anak lanang yang sehat. 🙂

    Persoalan sekarang bagaimana mengajari anak mandiri, tak bergantung ladèn domestik? Berat jadi orangtua ketika harus menegakkan nilai-nilai.

    Tentu peristiwa mengharukan juga ada, setelah dewasa, tapi dengan orang lain. Suatu hari saya di rumah sendiri, dabn bertamulah dua dosen yang desainer grafis. Seusai makan siang, karena mereka tahu rumah kami tak ada rewang, dua orang itu mencuci piring sendiri. 😀
    Mereka belajar soal gituan ketika…. kuliah di luar negeri! 😀

  6. nur h. fauziah berkata:

    wah, mastein, kali ini postingan sampeyan bikin saya gatel pingin curcol…

    Kemarin baru aja dibodoh2in sama temen mburuh juga, kenapa saya yg nggaji pembantu lebih mahal dr dia (pdhl jg standar, ga mahal2 amat) masih juga ngerjain banyak kerjaan sendiri: mandiin anak, bikin makanan, dsb. Si mbake ga ngerti pilihan saya itu, padahal saya hanya mencoba untuk tetap jadi ibu dan istri. Lha mosok kabeh2 mbak prih? Asline nindy iku anakku opo anake mbak prih?

    Yang susah buat ibu pekerja sebenarnya bukan masalah kerjaan rumah tangga, tapi pilihan ngurus anak. Kerjaan rumah asline bisa dikerjain sendiri (syarat: suami harus ngrewangi :D), tapi anak mau dititipin siapa kalo ga ada keluarga deket dan kondisi ga kaya di kampung yg enak aja bisa nitip ke tetangga. Mau bawa pulang pergi ke daycare juga ngesakno anake, kekeselen… (wih, panjang gini curhatku) 😮

  7. sewa mobil jakarta berkata:

    iya setuju sekali… pembantu memang sebuah keajaiban.

  8. chocoVanilla berkata:

    Memang sih bukan pelaku utama. Meski ada mbak aku tetep mandiin sendiri anak2, beresin tempat tidur, nyuci piring sendiri abis makan. Tapi setidaknya ada yang jagain anak-anak ketika kami kerja, kalo gak nitip sapa dong?

    Dan kalo ada mbak berarti ada yang nyapu, ngepel, nyetrika, masak, buang sampah, dll, dll, dll :mrgreen: (pada bae)
    Tahun ini, keajaibanku kembali, hurraaaaaayyyy…… 😛

  9. sapimoto berkata:

    Hahahahaha….
    Remek….

  10. Abi Sabila berkata:

    Meski mengakui keajaiban seorang asisten, kenyataannya masih banyak juragan-juragan yang tidak memperlakukan mereka dengan layak, bahkan karena keajaiban yang mereka berikan, para asisten ini layak mendapat perhatian dan penghormatan, bukan penyiksaan dan penyepelean.

  11. Apalagi yg pembantunya banyak ya? Pasti serba otomatis. Hehehe…

  12. lola berkata:

    pemnbantu ane juga ga balek gan..susah skarang

  13. mamaray berkata:

    saya sudah resign, Mas… demi anak-anak, bukan karena ngga punya pembantu 😛

    mburuh nganti wengi, mesakke anak-anak mung dikancani rewang.

    Alhamdulillaah, saya LEBIH BAHAGIA…. (wuih pake huruf besar) 😀

  14. rasenda berkata:

    mau numpang curhat ni…..,saya juga kerja jd pembantu, di hk dua kali ganti majikan,dah skarg di makau smp hampir 5 thn ikut majikan, memang kerja pembantu disini lebih banyak mendapat hak asasi untuk libur dan cara bekerja yg penting beres,tak peduli penampilan mau kayak tomboy atau kayak mau nyaingi artis demi ngikuti trend,tapi kebanyakan pengalaman dg keluarga majikan yg sudah pernah aku ikut , memang ada + dan – nya,tergantung cara mereka mendidik anak biar ada pembantu itu mbok ya jangan mentang mentang dah mampu menggaji jadi se enaknya saja,seperti kemaren waktu si anak libur sekolah dan bapak ibunya dah pergi kerja,sekali bangun tidur hanya nongkrong di sofa ,makan minum walo dapur dekat gak mau ambil ndiri nyuruh sana nyuruh sini,kalo dah slesai makan langsung ngeloyor gak balikin mangkok gelas ke dapur,dah gitu habis makan kenyang potong kuku itupun kotorannya sengaja dibuang kelantai gak diwadahi ke tempat sampah sampai berserakan dibawah meja dan keliatan menjijikan gitu padahal lantai sudah kusapu dan kupel,masih lagi walo sudah umur 13 tahun anak perawan kalo habis mandi dan keringkan rambut ,itu hair dryer ya ditinggal ngeloyor aja gak diberesi,dah gitu kalo mau pergi keluar baju selemari ambur adul keluar semua,bukannya pilih yg pas lalu ambil yg perlu ,tapi pake sana sini kalo gak cocok tinggal lempar,dan masih banyak lagi………,gara gara punya pembantu anak jadi pemalas pooolllll,tukang perintah pollll,akhirnya tinggallah aku yg nelangsa sendiri …..

Tinggalkan komentar