Mengingatkan, Bukan Menjatuhkan

Harga diri adalah pandangan keseluruhan dari individu tenang dirinya sendiri.[1] Penghargaan diri juga kadang dinamakan martabat diri atau gambaran diri.[1] Misalnya, anak dengan penghargaan diri yang tinggi mungkin tidak hanya memandang dirinya sebagai seseorang, tetapi juga sebagai seseorang yang baik.[1]

Paragraf di atas adalah kalimat yang saya kutip dari wikipedia. Keren, seperti biasanya, karena yang nulis di situ pastilah orang-orang kredibel dengan tingkat pendidikan serta kecerdasan di atas rata-rata. Yang cilokonya malah membuat satu masalah mendasar.

Apa itu?

“Karena kamu orangnya ndak kredibel, dengan tingkat pendidikan serta kecerdasan yang di bawah rata-rata, yang membuat frekuensimu ndak sama dengan para penulis di situ. Sehingga sudah dapat dipastikan kamu ndak paham!”

Mak jleb sekali! Kang Noyo mengucapkannya dengan nada datar, namun ndak tau kenapa hawa kemaki-nya malah makin sangit terasa. Kapan-kapan saya harus belajar sama dia, begaimana caranya menampilkan nuansa sombong tapi kesannya ringan. Menjengkelkan tapi ndak sampai mbikin orang ngeplak.

Memang itu masalahnya, saya ndak mudheng sama yang ditulis di wikipedia. Sungguh, suatu saat saya harus meralat deskripsi blog yang menampilkan seolah-olah saya ini seseorang yang memiliki intelektual yang tinggi namun selalu rendah hati.

Jadi ceritanya kemarin itu ada insiden di pabrik tempat saya mburuh, kalo memang itu pantas disebut insiden, tapi menurut saya memang itu sebuah insiden, dan sepertinya memang beneran sebuah insiden. Ini blog saya kan? Jadi suka-suka saya dong apakah sebuah peristiwa pantas disebut insiden atau bukan.

Dalam sebuah pertemuan, salah seorang petinggi di pabrik menyemprot senior saya. Karena kebetulan pabrik tempat saya mburuh ini bukan PDAM, sudah tentu nyemprotnya bukan dengan air. Untungnya bukan pula pabrik pestisida, atau sianida, atau bahan-bahan lain yang berbahaya kalo disemprotkan. Tapi tetep saja, disemprot itu rasanya pasti ndak enak, bahkan dalam peristiwa yang konon katanya paling enak sekalipun (cukup! Ndak usah diteruskan!), apalagi disemprotnya di depan umum.

Trus hubungannya sama wikipedia tadi apa?

Ya itu, saya pikir dengan membaca wikipedia akan menambah referensi untuk menghubung-hubungkan antara harga diri dengan penyemprotan di depan umum, biar tulisannya kelihatan lebih intelek dan sophisticated. Tapi berhubung kemampuan otak saya pas-pasan, pasrahlah dengan sisa tulisan ini.

Saya jadi inget kejadian waktu saya masih sekolah. Waktu SMA kebetulan saya tinggal di asrama, dan di asrama senioritas adalah salah satu asas yang dijunjung tinggi, paling ndak di jaman itu. Kalo mau selamet, jangan pernah mengusik harga diri senior. Nah kan, ngomong harga diri lagi…

Pada suatu hari (kalimat default pelajaran mengarang di jaman itu), saya yang sudah duduk di kelas 3, lagi leyeh-leyeh di kamar junior kelas 1, sambil merokok. Masalahnya, merokok adalah salah satu jenis pelanggaran berat di asrama. Saya sudah pernah digampar kiri kanan di tengah malem, dengan bonus dibotakin gara-gara ketangkep merokok.

Kapok?

Yo ndak tho yo, malah bangga, SMA kan memang jaman bangga-bangganya jadi pemberontak.

Eh ndilalah, waktu lagi santai begitu mendadak masuk seorang pengurus asrama. Dengan sigap si pengurus asrama ini menjewer kuping lalu menarik paksa saya untuk berdiri, “Kamu ngerokok ya?!”

Jiyan, ndak kreatif blas, wong sudah jelas kok ya masih ditanya.

Dijewer dan ditarik paksa jelas sakit, tapi yang lebih sakit adalah saya dipermalukan di depan junior-junior saya. Wogh, ndak bisa dibiarkan, apalagi si pengurus asrama ini cuma mahasiswa tingkat pertama, lebih senior saya di asrama!

Sambil sok yes, saya tepis tangan si pengurus asrama, lalu saya ngomong kalem, “Kalo mau ribut jangan di sini.”

Setelah itu ribut?

Ndak lah, ribut sama pengurus kan sama saja cari mati, tapi paling ndak saya sudah berhasil menyelamatkan muka saya di depan para junior.

Lha sekarang, saya melihat adegan senior dipermalukan. Saya jadi malu sendiri. Malu, karena menurut saya adegan ini bisa dipertontonkan dengan cara-acara yang lebih layak. Paling ndak mbok ya lempar-lemparan kata dengan cara yang elegan dan ndak sampai menjatuhkan harga diri. Ndak usah pake semprot-semprotan lah, wong Joshua juga sekarang udah gede, sudah ndak pantes nyanyi diobok-obok lagi. #apasih

Saya termasuk orang yang percaya bahwa ndak ada orang yang senang dalam posisi dikalahkan, direndahkan, atau dipermalukan. Saya juga percaya bahwa batasan merasa dikalahkan, direndahkan, atau dipermalukan bagi tiap orang berbeda-beda. Dan saya sangat percaya bahwa tugas seorang pimpinan antara lain adalah mencari cara untuk menegur serta mengingatkan bawahan tanpa melampaui batasan tersebut.

Dalam konteks yang lain mungkin bisa dikatakan, marah itu mudah, yang sulit adalah marah pada saat yang tepat, dengan cara dan kadar yang tepat, pada orang yang tepat, serta untuk tujuan yang tepat.

“Trus hubungannya dengan harga diri adalah pandangan keseluruhan dari individu tenang dirinya sendiri yang kamu ambil dari wikipedia opo Le?” Baru sadar Kang Noyo masih ada.

“Lha itu Kang…”

Wis dikandhani kalo saya itu ndak mudheng kok ya masih disinggung lagi tho yo.

Jiyan!

2 comments on “Mengingatkan, Bukan Menjatuhkan

  1. hierarki berbaju birokrasi begitulah cara mereka mengingatkan kami…

  2. artikel yang sangat bagus,sangat inspiratif dan sangat bermanfaat untuk saya.
    terimakasih gan.

Tinggalkan komentar