Suatu saat ada seseorang tertangkap tangan di sebuah pertokoan Kota Surabaya sedang menjual ganja lintingan kepada reserse yang sedang menyamar. Kepada polisi dia mengaku baru sekali ini jualan karena kepepet utang. Polisi ndak langsung percaya begitu saja, sidik jari tersangka dicocokkan dengan database, ternyata ketauan dia penjahat kambuhan, seorang pengangguran dengan dua istri yang sudah 5 kali tertangkap di tempat berbeda.
Di saat yang lain ada seorang bapak-bapak dengan pakaian sederhana dateng ke kantor pajek, meminta pengurangan pajek bumi dan bangunan atas pabriknya dengan alasan kesulitan keuangan. Si petugas pajek meminta sebuah nomor identifikasi, setelah diliat di database ternyata si bapak ini punya 2 rumah, 3 mobil, dan 3 rekening deposito dengan jumlah mencengangkan.
“Ngayal boleh tho Kang.” Kata saya waktu ngobrol sama Kang Noyo tadi pagi sambil ngopi di sebelah pabrik. Ngantuk tenan saya, semalem baru sampe rumah jam 10 malem.
“Memang bisa tho dengan sidik jari atau nomer-nomer nyari tau informasi lengkap gitu?” Tanya Kang Noyo.
“Makanya Kang, saya lagi ngayal.” Ujar saya.
Kalo sampeyan pernah liat serial CSI alias Crime Scene Investigation, yang Miami misalnya, selain bisa menikmati adegan mbak-mbak sekseh pada lari-lari pake bikini, juga akan disuguhi serangkaian penyidikan yang dilakukan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. Satu diantaranya seperti yang saya tulis di atas, mencari sejarah kejahatan seseorang pada database yang nyaris kumplit.
“Itu kan cuma di pilem tho Le.” Protes Kang Noyo.
Kata orang kita harus berani bermimpi, karena selain mimpi itu ndak kena pajek, juga karena tanpa mimpi hidup akan cenderung statis, membosankan, dan susah berkembang.
“Sampeyan pernah ngisi formulir kuis Kang?” Tanya saya.
“Pernah, tapi ndak pernah menang.” Jawab Kang Noyo.
Bukan masalah menang atau kalahnya, setelah ngisi nama biasanya sampeyan disuruh ngisi nomor identitas tho? Di situ biasanya ada pilihan mau ngisi pake nomer SIM, KTP, atau paspor. Dengan tiga nomer itu saja berarti sampeyan bisa punya 3 nomer identitas, padahal di luar itu masih ada lagi nomer yang lain, misalnya NPWP alias nomor pokok wajib pajak.
Data diri yang tertulis pun bisa beda-beda, misalnya SIM sampeyan Malang sedangkan KTP Surabaya karena sudah pindah alamat. Mbingungi tho, orang yang sama tapi datanya lain-lain.
Untuk mencegah hal-hal seperti itu dulu pernah bergulir ide Single Identity Number alias nomer identitas tunggal. Dengan adanya SIN diharapkan administrasi kependudukan lebih sederhana, karena dengan satu penduduk cukup satu nomer identitas. Diharapkan dengan database yang kuat ndak ada lagi orang punya identitas dobel, yang kadang dipake untuk tindak kejahatan.
Lebih asik lagi kalo sudah ngomong soal harta benda. Misalnya sampeyan mau mbayar pajek motor, ditanya nomer SIN. Kecatet sampeyan punya motor. Sampeyan mau nabung, ditanya SIN, kecatet sampeyan punya tabungan. Sampeyan mau bikin sertifikat tanah, ditanya SIN, kecatet lagi sampeyan punya tanah.
Misalnya sampeyan cuma seorang pejabat eselon 3 di pemerintahan tentu akan mikir-mikir mau korupsi, wong semua kecatet. Akan keliatan ndak wajar kalo harta berlimpah ruah sementara penghasilan cuma dari gaji PNS.
“Kan bisa diatasnamakan anak.” Sela Kang Noyo.
“Lho, ya nanti kan keliatan juga Kang. Si anak kerjaannya masih ndak jelas kok asetnya banyak, mencurigakan juga.” Kata saya.
Kalo sistemnya sudah canggih gitu mau ndak mau orang akan terpaksa jujur, mau korupsi mikir seribu kali, mau ngemplang pajek juga mikir beribu kali. Manteb tho?
“Kayaknya ndak juga Le.” Kata Kang Noyo.
“Maling selalu selangkah lebih maju dibanding penegak hukum, nanti waktu beneran sudah ada single identity number mbok yakin metode penggelapan juga sudah mampu mengatasinya.” Pungkas Kang Noyo.
Oalah, wong ngayal saja kok ya pake pesimis.
Jiyan!
wah… ngomong ngomong soal akal akalan sich, katanya akan selalu ada suatu cara untuk suatu hal mas π π π
bicara lagi soal “nomer identitas tunggal”… konon tidak semua orang “harus” punya itu scr kependudukan mas π
mereka adl orang2 yang dibutuhkan utk bekerja dibelakang kita sehari hari. mrk mmg baru bisa bekerja dg baik bila identitas mrk “samar” π π π
makane ta om, ditulis tho kisah sampeyan π
ada yang bilang proyek SIN itu adalah proyek idealis, melihat kondisi pemerintahan kita hingga saat ini, hal itu bisa dibilang masih ndak realistis.
segala nomor-nomor itu databasenya dipegang oleh intsnasi yang berbeda-beda, sementara sudah menjadi rahasia umum masalah di negeri ini salah satunya adalah sulit berkoordinasi, maunya kerja sendiri-sendiri.
saya pikir, yang paling urgent untuk dibenahi adalah KTP dulu, karena identitas-identitas yang lainnya bersumber dari KTP, kalau data KTP sdh benar, barulah yang lain bisa mengikuti dengan KTP sebagai acuan sehingga akhirnya tercipta SIN itu.
wah. saya juga tipe orang yang suka ngehayal hhe,.. π
dulu saya pernah ngejalanin project SIN yang dilaksanakan DJP..dari DJP nya udah bagus di awal, tapi kalau mikir maintenance data-nya kayaknya susah kalau institusi lain nggak ngikutin baik dari IT maupun dari SDM-nya..
ntar giliran pengadaan IT untuk SIN hardware maopun sofware paling-paling udah dikorupsi duluan..akhirnya ntar bener-bener jadi SIN alias dosa…
pusing dah saya..masih eneg ma politisi ne..orangnya dateng dianya walk out, giliran orang nya pergi eh marah marah nggak boleh pergi…sumpeh lo?jadi nglantur
Wah boleh tuh diterapin di negara kita ….
Selalu ada celah dan loophole buat ngelanggar hukum secara legal… Dan kalau illegalpun pasti bisa menemukan hukum lain yang bisa “sepertinya” membackup pelanggaran tadi.
Gak hanya pajak tapi juga praktek para pengacara kan begitu hehe.
keren!! kayak di pelem2 segeralah dibuat! π
yah kayak disini ada social security number mas. semua2 pasti pake ssn. jadi ya dari ssn itu benang merah untuk segala macem record.
Dan nggak efektif juga kan buat mencegah kriminal yang tetap semakin tinggi hehehe. Malah tidak kriminal nya juga gak kalah keren dan canggih buat ngakalin identity theft.
Ayo kang Noyo, bikin Mas Stein jengkel terus! xD
Bagus banget Kang, seandainya sistem ini bisa ada di Indonesia… π
Segalanya tampak bisa lebih mudah ya Kang. π
(termasuk kemudahan KPK dan Polri untuk melacak pemilik rekening gelap)
Aha! Persoalannya memang bukan di teknologi melulu. Yang kudu beres memang di tata kerja manusia dan lembaganya. Kalo dasarnya brengesek, maka tetep saja teknologinya bisa dimainin. Tapi kalo dibilang khayal juga gak. Negeri lain udah. Pajak menjadi pintu masuk.
*berasa dejavu*
langkah pertamanya mgkn enaknya pny KTP nasional
jadi KTP itu satu aja, berlaku dimana aja asal masih di bumi indonesia
ribet aja itu org punya KTP jakarta *tempat gawe*, KTP daerah *kampungnya*
z z z
gmn coba yaaa ngitung penduduk klo gt
mgkn klo udah pny KTP nasional, klo bikin surat mengemudi dkasi tanda khusus, ditambahin di database klo kita dah dpt surat mengemudi, de-el-el
*ikut ngayal