Konon Katanya…

Konon katanya saya ini termasuk orang yang males berdebat. Pertama karena saya kuatir perdebatan itu akan membakar habis sumbu saya yang pendek, dan kedua karena ilmu saya yang cetek. Seperti yang mungkin sampeyan tau, ilmu yang cetek hanya akan membuat perdebatan yang ndak konstruktif dengan berujung pada kata pokoknya[tm].

Itulah sebabnya ada dua kata keramat yang hampir selalu ada di tulisan saya. Kata pertama adalah “konon”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, konon berarti kata orang; kabarnya; katanya. Sesuatu yang asalnya dari orang lain tapi tanpa sanad yang jelas. Sehingga saat seseorang hendak membantai tulisan saya, saya bisa ngeles, wong cuma konon kok. Kesannya memang seperti ndak bertanggung jawab, karena menyatakan sesuatu dengan bersiap menyalahkan pihak ketiga yang ndak jelas wujudnya. Tapi memang begitu adanya, maksudnya saya memang ndak bertanggung jawab.

Kata kedua adalah “menurut saya”, suatu isyarat tertulis yang mengatakan dengan sejelas-jelasnya bahwa yang saya utarakan adalah pendapat subjektif. Kalo ternyata yang saya tulis ndak sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu ya mohon maaf, tapi ndak usah didebat, wong itu menurut saya kok, kalo menurut sampeyan lain ya ndak papa.

Untungnya dari awal saya memang ndak pernah mengklaim bahwa blog jelek ini adalah blog yang inspiratif nan penuh ilmu. Sampeyan bayangkan saja seseorang yang cenderung sinis dan skeptis, ngopi di pojokan sendiri sambil nulis, jadilah blog ini.

Seorang kawan pernah bilang begini, “Lebih baik tidak tau daripada tau tapi setengah-setengah.”

Sesuatu yang dulu pernah diungkapkan Socrates dalam bentuk lain, “The only true wisdom is in knowing you know nothing.”

Kalo mengingat itu saya jadi agak merasa bersalah, karena biasanya saya taunya memang cuma setengah-setengah, bahkan mungkin ndak sampai setengah, paling antara seperempat atau dua perlima, dan langsung saya tulis. Benar kata orang, konon (nah kan, konon lagi) seorang bijak mengetahui yang dia ucapkan, orang dungu mengucapkan apa yang dia tau.

Memangnya ndak papa seperti itu? Cuma tau sebagian tapi langsung diungkapkan?

Ndak papa, kan menurut saya. Dan konon juga boleh menurut google. Syahdan, suatu saat di masa lalu, ada sebuah blog yang menurut saya menjelek-jelekkan agama tertentu, saya tulis pengaduan ke google, dan dijawab bahwa google menghargai perbedaan pendapat, apabila saya ndak setuju dengan yang ditulis di blog itu saya dipersilakan membuat tulisan versi saya sendiri.

Celakanya saya ini selain ilmunya cetek, suka berlindung di balik pendapat anonim, dan suka ngeles dengan kata “menurut saya”, juga merasa berbakat untuk menilai orang dari penampakan fisik. Kadang baru pertama kali melihat muka seseorang saya merasa sudah tau dia ini jujur, atau dia ini penjilat, atau dia ini sombong.

Mungkin saya ini termasuk contoh paling buruk sebuah ungkapan dari Jalaluddin Rumi, “Kebenaran sepenuhnya bersemayan di dalam hakekat, tapi orang dungu mencarinya di dalam kenampakan.”

Ciloko tenan saya ini.

Tapi konon katanya lagi, ndak ada orang yang merasa cuma tau setengah, apalagi cuma seperempat atau dua perlima. Karena otak manusia memang ndak didesain seperti itu. Otak manusia didesain untuk berpikir logis, ada sebab berarti ada akibat, ada akibat berarti ada sebab.

Pada saat seseorang mengetahui sebuah penyebab, tanpa peduli seberapa lengkap fakta yang dia tau, otaknya akan langsung memproyeksikan sebuah akibat. Begitu juga sebaliknya, saat seseorang mengetahui sebuah akibat, otaknya akan menggambarkan sebuah penyebab. Dan di situ ndak ada istilah setengah, seperempat, atau dua perlima.

Kalo mengingat yang ini saya jadi merasa agak beruntung, ternyata saya ndak sendiri. Ada banyak macem kebenaran, menurut kerangka berpikir masing-masing orang. Dan di antara sekian banyak kebenaran itu salah satunya adalah kebenaran menurut saya.

Kebetulan saya juga termasuk orang yang percaya bahwa tiap orang yang punya pendapat akan berusaha membuat orang lain mengikuti pendapatnya. Jadi menurut saya wajar kalo saya menulis sebuah pendapat dan berharap orang lain mengamini, sebagaimana saya juga menganggap wajar apabila ada orang lain berbuat serupa.

Yang mungkin jadi ndak wajar adalah pada saat ada orang-orang yang merasa seperti sedang menjadi tuhan-tuhan kecil, selain merasa tau dan merasa benar, juga merasa berhak menghukum. Kadang dengan tangan sendiri, atau kalo ndak mampu menghukumnya secara beramai-ramai, atau kalo perlu meminjam tangan lain yang mampu melakukannya.

Itu menurut saya…

Karena kalo menurut Kang Noyo lain lagi. Dia bilang, “When you have a perfect life, everyone else is nyinyirable…”

Jiyan!

13 comments on “Konon Katanya…

  1. Andik Taufiq berkata:

    ya… lebih kurang sama seperti saya… kebanyakan “katanya” dan “konon”… lebih kuat lagi kalau disambung “konon katanya”… beeuh 😀

  2. eva berkata:

    konon, sampeyan kuwi termasuk mahluk gak jelas hahaha….. 😀
    *kaboorrr……..mlayu disik, liat mas stein melotot sm pegang bakiak 😛
    peace pakdhe 🙂

  3. Farid berkata:

    konon katanya, blog sampeyan masuk list blogroll di website kangaid.net 🙂

    hehe… permisi…

  4. Shigids berkata:

    Kalo kata pak bosku kebalikannya mastein, ketahuilah separo saja. Telaah lebih dalam dan mendetail adalah tugas anak buah. xixixi

  5. ahmedtsar berkata:

    Salam kenal Kang. Dari tulisan ni, sepertinya penulis menguasai ilmu Balaghoh, benarkah begitu?

  6. ~Ra berkata:

    nek menurut saya, konon itu malah identik dengan segala pengetahuan. sebab dia bisa menyelidiki dan mengungkap suatu kasus.

    detektif konon.

    😀

    (dibalang tegesane kang noyo)

  7. Paling nyebelin itu ketika kata “pokoknya” keluar, xixixi…

  8. Ali Mustofa berkata:

    Malah ngakak liat komentar-komentarnya 😀

  9. farid berkata:

    saya juga termasuk orang yang males berdebat konon katanya seh, heheh

  10. Kucari berkata:

    Lebih enak diskusi daripada berdebat 🙂

  11. musyawarah adalah cara jitu menyelesaikan suatu masalah ,

  12. hasan berkata:

    nyinyirable 😀

Tinggalkan komentar