Kenapa Harga Produk MLM Mahal?

Walaupun saya pernah nulis bahwa terdapat perbedaan antara bisnis penjualan langsung melalui Multi Level Marketing dan bisnis tipu-tipu ala money game, tapi sebenernya saya masih tetep ndak sreg sama yang namanya MLM. Menurut saya produk-produk MLM itu terlalu mahal, dan yang mbikin agak ndak ikhlas adalah harga mahal tersebut disebabkan komisi buat penjual dan distributornya kegedean.

“Mosok mahal tho Le?” Tanya Mbah Suto yang ndak biasa-biasanya ikut nongkrong bareng saya di warung Mbok Darmi.

Saya rada anyel, jangan-jangan beliau ini berniat ngece karena daya beli buruh pabrik macem saya ini rendah. Lain halnya dengan juragan macem Mbah Suto, dengan duit berlimpah mungkin ndak ada kata mahal dalam kamus beliau, wong semua mampu dibeli.

“Kalo secara umum Le, produk MLM itu harus lebih bagus daripada produk sejenis yang ada di pasaran karena dia cuma mengandalkan promosi langsung. Selain itu karena biaya promosinya rendah, maka perusahaan penghasil produk MLM bisa lebih fokus pada pengembangan produk.” Ujar Mbah Suto sambil nyruput kopinya.

“Jadi dijual lebih mahal karena produknya lebih bagus gitu? Ndak juga Mbah, mbok yakin mereka ngambil untungnya memang keterlaluan.” Bantah saya.

“Kamu itu Indonesia banget kok Le, belum apa-apa sudah sinis duluan.” Kata Mbah Suto sambil mesam-mesem.

“Misalnya kamu sakit parah bertahun-tahun dan nyaris putus asa, trus suatu saat ada temen yang dateng ke kamu bilang bahwa penyakit yang sudah kronis bisa hilang dengan cara berpikir positif, apa jawabanmu?” Tanya Mbah Suto.

“Mbelgedes Mbah, penyakit kok ilang dengan berpikir, penyakit ilang ya karena diobati.” Jawab saya.

Mbah Suto ngakak, “Pasti begitu, karena kamu ndeso!”

Asyem!

“Tapi bisa jadi kamu akan tertarik kalo orang tersebut menceritakan soal bukunya Dr Masaru Emoto, Miracle Of Water. Dia nunjukin buku itu sambil cerita kalo 80% tubuh manusia itu terdiri dari air, kalo 80%-nya baik maka sisanya lebih mudah diatasi. Kamu tertarik, trus pesen buku lewat temenmu itu. Setelah baca-baca akhirnya kamu jadi percaya diri dan punya keyakinan akan sembuh. Kira-kira kamu bakal ngomong makasih ndak?” Tanya Mbah Suto lagi.

“Yo bilang makasih tho Mbah.” Jawab saya.

“Padahal sebenernya temen kamu itu jualan. Dia ndak bilang kalo waktu kulakan buku itu dia dapet diskon 15%, yang akhirnya dia tilep dari kamu.” Cetus Mbah Suto.

“Kamu pilih mana? Temen yang ndak ngambil untung dengan cuma cerita sekilas tentang sebuah buku yang akhirnya kamu bahkan ndak inget judulnya apa, atau temen yang ngambil untung dengan nilep 15% tapi memberi manfaat?” Tanya Mbah Suto.

“Jadi maksud sampeyan saya disuruh milih? Mendingan ketipu sama orang MLM tapi dapet manfaat atau ndak ketipu tapi juga ndak dapet manfaatnya, gitu Mbah?” Tanya saya makin anyel.

Mbah Suto ngakak lagi, “Kamu itu ndeso tenan kok Le, pertanyaannya di sini adalah apakah kamu mau membayar lebih untuk sesuatu yang punya manfaat lebih?”

“MLM itu bisnis Le, dan bisnis yang bener itu menawarkan solusi. Misalnya produk suplemen kesehatan, ndak boleh sekedar jual produk trus bilang nanti kalo berhasil hubungi saya, ndak bener itu. Harus ada pendampingan biar solusinya terasa. Salah satu tujuan perekrutan member baru MLM ya ini, selain untuk jualan produk juga untuk pendampingan, intinya agar tercapai solusi. Yang repot banyak yang ngakunya MLM tapi merekrut member cuma buat nyari bonus.” Ujar Mbah Suto meneruskan.

“Tambah mumet saya Mbah, dan ndak njawab pertanyaan kenapa harga produk MLM itu mahal.” Kata saya.

“Koreksi sedikit yo Le, harganya mungkin tinggi. Mahal? Belum tentu. Misalnya ada cookies khusus yang aman untuk penderita diabetes, harganya hampir dua kali lipat cookies biasa. Untuk kamu yang ndak sakit akan bilang mahal, tapi penderita diabetes yang sudah bertahun-tahun ndak makan cookies tetep mau beli. Mereka mau mbayar lebih karena ada manfaat lebih.” Kata Mbah Suto menjelaskan.

“Tapi yang paling fair adalah membandingkan antara ongkos produksi dengan harga jual. Misalnya kamu liat teh botol, harganya berapa? Anggap saja 2.000 rupiah, berapa ongkos produksinya? Paling air tambah teh campur sedikit gula cuma abis sekitar 200 rupiah. Berarti harga yang kamu bayar 10 kali lipat ongkos produksinya. Mahal ndak?” Tanya Mbah Suto.

Belum sempat saya jawab Mbah Suto sudah ngomong lagi, “Harga jual barang MLM itu Le, yang bener-bener MLM lho ya, cuma di kisaran 2,5 kali ongkos produksi. Jadi kasarannya kalo produk konvensional barang 10.000 dijual 100.000 sedangkan produk MLM harga 40.000 dijual 100.000. Terserah kamu mau beli yang mana.”

“Pada produk konvensional selisih ongkos produksi dibanding harga jualnya jauh karena butuh banyak dana untuk biaya marketing dan promosi, beda sama MLM yang minim dana promosi. Lha trus dana marketing pada produk MLM dialihkan buat bonus distributor, itu makanya bonus di MLM gede. Jadi bukan gara-gara bonusnya kegedan makanya harga barangnya jadi tinggi Le.” Tandas Mbah Suto.

Saya pulang dari warung Mbok Darmi dengan pikiran masih melayang-layang, “Yang paling fair adalah membandingkan antara ongkos produksi dengan harga jual?”

Jadi maksudnya misal suatu saat ada yang menawarkan dagangan saya harus nanya dulu berapa ongkos produksinya sebelum saya bilang harganya kemahalan atau ndak, gitu?

Mosok ya bisa?

Jiyan!

11 comments on “Kenapa Harga Produk MLM Mahal?

  1. rully berkata:

    sampean mo nawarin barang opo to mas? ongkos produksine piro?
    wah, bisa jadi tips ni, kalo ada yang nawarin barang MLM, saya akan tanya, berapa ongkos produksinya 😀

    #stein:
    seharusnya barang MLM lebih murah mbak, tapi ya itu tadi, terminologi murahnya harus diperjelas dulu 😆

  2. chocoVanilla berkata:

    Mungkin bener juga penyampaian Mbah Suto. Tapi orang2 MLM itu sendiri yang merusak suasana. Nek cuma niat juwalan sih gak masalah, lha ini barangnya gak seberapa ditawarin tapi malah ndobos soal bonus BMW, helikopter, yacht, kaki kiri kaki kanan. Opo ra mumet?

    MLM itu menguntungkan yang paling atas, liat itu yang udah tinggi entah diamond opo zamrud opo akik, cuma modal ndobos, yang mumet malah anggota yang baru direkrut, mencari downline baru demi mimpi-mimpi yang entah kapan teraih 😦

    #stein:
    itu memang yang mbikin nama MLM jelek mbak, lebih seperti jualan mimpi daripada jualan produk 😆

  3. mandor tempe berkata:

    mbah Mbel langsung kecatut di sini

    #stein:
    lha, mana berani saya nyatut nama mbah mbel 😆

  4. pandhu berkata:

    aku juga apriori dgn MLM,bahkan ada yg bawa2 agama segala, gampangnya memang kaya tulisan sampean itu, membandingkan dgn perkiraan harga produksi, atau harga sejenis yg di pasaran. Kalo memang barang MLM bagus, dan dpt terjangkau, knp gak dijual bebas aja? kan lebih enak, semua untung?

    #stein:
    ndak semudah itu cak, saya pernah iseng nanya ke sebuah toko, apakah mereka mau jual semua produk yang ditawarkan? ternyata ndak, mereka hanya mau jualan produk yang sudah punya nama. lha proses menuju sebuah nama ini yang ndak gampang, butuh biaya promosi gede-gedean, sesuatu yang akhirnya membedakan produk konvensional dengan produk MLM 🙂

  5. Asop berkata:

    Walah, kalo seandainya bisa tahu ongkos produksinya, enak bener itu. 😀

    #stein:
    paling ndak kalo ndak tau ongkos produksi semua merk cobalah sampeyan cari ongkos produksi rata-rata sebuah produk

  6. kalau saya perhatikan produk2 MLM itu memang sedikit lebih unggul, misalnya panci masak serba bisa-dan-cepat, atau seperti yg mas bilang, makanan untuk penderita penyakit tertentu.
    produk2 mereka memang agak sukar di cari di pasar konvensional. tapi sebenarnya kalau menurut saya, masih lebih baik beli barang yg konvensional di pasaran krn lebih ‘fair’.
    btw… memangnya ada pedagang yg mau bocorin ongkos produksinya? bisa gampang ditawar dong harganya, hehe :mrgreen:

    #stein:
    mungkin sampeyan harus menjelaskan dulu arti fair menurut sampeyan 😆

    ada seorang yang ngakunya tukang ngrancang pabrik bilang, harga jual produk konvensional (dalam contoh saya teh botol) berkisar antara 8-10 kali ongkos produksi, sedang produk MLM berkisar 2,5 kali ongkos produksi. tapi itu katanya lho ya

  7. Vicky Laurentina berkata:

    Saya pernah beli produk MLM, yaitu lotion mint, dari temen saya yang ikutan. Alasan saya beli produk itu ialah coz nggak ada supermarket konvensional yang jual lotion beraroma mint. Memang harganya mahal daripada lotion biasa, tapi karena nggak ada produk macam gituan di pasar, saya nggak merasa keberatan.

    Memang kalau kita mau membandingkan harga-harga barang, kita harus mikir juga fungsinya barang itu. Semakin berguna, wajarlah kalau semakin mahal. Jadi juga produksinya pasti makin susah. Dengan demikian pikiran kita akan steril dari prasangka jelek akan pemerasan sales MLM-nya.

    #stein:
    ngitung nilai lebih juga ya mbak?

  8. mamaray berkata:

    mahal itu relatif Mas…
    sampean antipati sama MLM banget ya Mas…? hihihihi…

    saya ikut lho.. haha…
    dan saya enjoy2 saja tuh
    ga merasa terbenani juga dg nyari downline.

    dan, contoh, aku rutin pake produknya, dan memang terasa hasilnya. jadi ga kecewa, Mas.

    kenapa mahal? ya itu tadi, ono rego ono rupo.bahan2nya… mereka mengklaim pake ekstrak buah/bunga asli…

    itu kan strategi pemasaran Mas. dan kukira, pengikut MLM, kalo merasa rugi, ngapain masih lanjut? hehehe…

    dan itu, yang duluan pasti lebih cepet sukses, itu ga selalu di MLM yang saya ikuti. yang berusaha/salesnya banyak, itu yang berhasil, meskipun dia baru sebentar gabung.

    cuma ndobos? gak sepenuhnya benar, karena upline2 saya tetap harus belanja/sales. ndobos thok tapi ga belanja = disalip downline2nya, bonus ga keluar.
    itu cara kerja di Or*flam*.

    #stein:
    antipati? ndak mbak. saya justru berusaha memberi alasan logis kenapa harga MLM bisa “mahal”, yang dalam kenyataannya mungkin bukan mahal tapi “tinggi”. saya selalu menghargai usaha orang, termasuk MLM, selama MLMnya memang MLM dan bukan money game.

    monggo dibaca lagi biar ndak ada salah paham 🙂

  9. Travel Haji berkata:

    menurut sya,mahal ataupun murah itu relatif,tergantung khasiat dari produk tersebut,kalau produknya itu bagus alias ampuhmmnurt sy itu murah

  10. lina berkata:

    Ini yg tidak pernah disinggung (no offens) :
    1.Hukum ekonomi bilang
    Makin panjang rantai penjualan, makin mahal lah harga sebuah produk
    2.Produk konvensional seperti Naik bemo karcis bemo – mentok karcis taxi, produk MLM seperti naik jazz karcis alphard/BMW.
    Sebuah produk konvensional…misal :vitamin B generik harganya murah Rp2000/100biji,-, harga obat merek Rp8000 s/d paling mahal & bagus kualitasnya Rp80000. Harga produk MLM bisa Rp150000-800000 loooooo.
    3.Kenapa anda tidak jadi upline dari segala upline alias jadi pemiliknya & bikin MLM sendiri…..kita tau member baru kerjanya kayak budak
    4.Yg dijual paling obat abu-abu (obat yg tidak jelas kesembuhannya, & testimoni dr orang yg dibayar) macam vitamin & jamu yg dikemas dg bungkus mahal, seperti tukang obat dijalan….BISA menyembuhkan segala macam penyakit……tidak disebut PASTI sembuh. Klo obat itu memang menyembuhkan pasti udah tampil di american journal ato di aproval FDA…ada penelitiannya mengunakan data statistik dan ribuan orang coba kyk obat farmasi…bukan testimoni mbah bejo yg kebetulan sembuh ato sekelompok paramedis yg dibayar.

  11. dsksurabaya berkata:

    No comment, ketawa aja sampe jungkir balik, ntar kalo ane ada waktu ijin kopas ya, artikel yg lucu dan unik, tx

Tinggalkan komentar