Menggeser Zona Nyaman

Kemaren saya dinas luar ke Surabaya, kali ini ndak ada acara poto-poto karena niatnya bener-bener dinas, menggali potensi penerimaan untuk negara, ndak tertarik untuk jalan-jalan walaupun konon katanya di surabaya lagi ada Surabaya Shopping Festival. *alasan sebenarnya adalah karena ini sudah tanggal tua*

Waktu di dalam kota Surabaya, di sebuah lampu merah perempatan jalan ada anak kecil minta-minta. Si boss saya ngasih duit sambil ngomong, “besok jangan minta-minta lagi ya.”

Setelah itu si boss ngomong gini, “anak tadi kalo dibiarkan akan jadi anak yang kurang tertempa, semangat juangnya kurang karena sudah terbiasa minta, besarnya paling jadi preman. Harusnya dia jangan manja, jadi asongan atau jual koran misalnya, itu lebih mendidik daripada minta-minta.”

Saya tau boss saya berhak ngomong begitu, karena selain jadi buruh negeri kayak saya dia juga punya usaha di luar. Dia bisa ngomong cari duit itu susah karena dia memang mengalami sendiri susahnya nyari duit. Kalo ada pengusaha ngeluh di kantor usaha lagi sulit, boss saya sedikit banyak tau ini ngeluh beneran atau pura-pura karena dia juga punya pengalaman.

Sampe sekarang pun kalo hari Jumat boss saya kadang kebingungan, soale waktunya mbayar gaji karyawannya sementara order dan pembayaran ndak selalu lancar.

Kenapa ndak menikmati saja jadi buruh pak? Bayarannya juga lumayan, cukup lah. Kata boss saya, “saya ini sudah terlanjur nyebur, dan lagi saya suka tantangan!” *apakah ini berarti boss saya berusaha keluar dari zona nyaman?*

Saya jadi inget bapak saya di kampung. Bapak saya yang jadi guru di kampung ini setahu saya selalu berusaha berbuat sesuatu di luar pakem, ndak mau sekedar meneruskan tradisi.

Sampeyan mau contoh? Misalnya ternak, di kampung sudah biasa orang miara ayam, kambing atau sapi. Biasanya ayam akan diumbar alias dibiarkan nyari makan sendiri, kambing dan sapi akan digembalakan, dicarikan rumput dari lereng-lereng bukit. *yang terakhir ini berlebihan*

Bapak saya ternak ayam dibuatkan kandang, begitu ayam menetas langsung diambil, dimasukkan kandang, tujuannya agar induknya bisa mulai njawil-njawil pejantan lagi, siap bertelur lagi. Bandingkan dengan metode tradisional yang anak ayam dibiarkan dipiara oleh induknya, kemungkinan bertahan hidup lebih kecil dan butuh waktu lama untuk induknya bisa bertelur lagi.

Ternak sapi pun begitu, sebelum beli sapi bapak saya nanam rumput gajah dulu. Sapi dibuatkan kandang, ndak pernah digembalakan, rumput tinggal ngambil di kebun sendiri. Praktis dan efisien.

Sekedar menanam padi pun begitu. Ndak mau sekedar mengeluhkan harga gabah yang ndak naik-naik, bapak saya nyari-nyari cara. Salah satunya adalah menanam padi “lanang wedok”, saya ndak tau ini padi varietas apa, yang saya tau ada padi jantan dan betina. Padi jantan digiling jadi beras sementara padi betina dijual ke pabrik untuk dikemas menjadi bibit padi. Gabah dari padi betina bisa laku sampe Rp 9.500/kg, bandingkan dengan gabah biasa yang paling Cuma laku di kisaran Rp 2.000/kg

Bapak saya yang membuat saya kagum karena bisa mengumpulkan duit sekitar 70 juta dalam waktu 2 tahun buat naik haji berdua sama ibu.

Bapak saya yang membuat saya heran karena setelah anak-anaknya menikah dan tidak menggantungkan hidup pada beliau pun ternyata tidak membuat hutangnya lunas. Kok ngutang lagi pak? Kenapa tidak hidup santai menikmati gaji saja? Toh gaji guru golongan IV sudah lebih kalo buat hidup di kampung.

Kata bapak saya buat nambah sapi lagi, biar hidup ada variasi. Di usianya yang menjelang pensiun ini bapak saya masih punya angan-angan, pengen beli mobil!

Mendobrak pakem dan tidak mau sekedar menjalani hidup santai apa adanya. *Apakah ini juga disebut ndak mau terjebak di zona nyaman?*

Saya jadi teringat kata-kata guru saya dulu

Saya tidak tahu apakah suatu perubahan akan membawa ke arah yang lebih baik, tetapi saya yakin untuk membuat sesuatu menjadi lebih baik diperlukan perubahan.

Ngomong-ngomong zona nyaman itu apa tho? Konon katanya zona nyaman adalah kondisi yang diketahui, terbiasa dialami/dilakukan, ditoleransi, diterima, dan dirasa layak.

Selamat reboan mbak, apakah sampeyan juga mau menggeser zona nyaman?

31 comments on “Menggeser Zona Nyaman

  1. kupatahu28 berkata:

    setiap orang butuh perubahan alias variasi baik itu kecil atau besar. hidup yang monoton itu membosankan. dan setiap orang selalu berusaha agar hidupnya tidak membosankan.

  2. hawe69 berkata:

    hm,
    gw pernah di’kutuk’ kalo gak ada bakat bisnis dan karier juga bakal mentok terus di bawah..
    jadi sepertinya akan susah sekali untuk berspekulasi selain jadi kuli kantoran..
    semoga ‘kutukan’ tersebut bisa gw dobrak pelan2..hehe

  3. wijna berkata:

    Perubahan itu tantangan. Tantangan itu nggak ada yang gampang. Saya jadi termotivasi. Tapi apa saya harus menanggalkan seluruh keahlian yang saya miliki sekarang untuk benar-benar keluar dari “Zona Nyaman” ?

  4. frozzy berkata:

    HM….lagi mikir2 untuk kelua dari zona nyaman….tiba2 nyasar ke sini…hm…makin keras berpikir…

  5. Ria berkata:

    hehehehe…zona nyaman?
    mungkin kerja disini, di kota kecil dengan keadaan yang enak2 aja ini bisa aku senbut zona nyamanku pak…
    tapi gak akan nyaman ketika sudah dikejar2 kerjaan, ikut committee kantor, ngajar…bener2 keluar dari zona nyaman.

    dan untuk mendapatkan sesuatu memang harus ada perubahan…entah itu baik atau buruk. 😀

  6. Saya pikir itu bukan comfort zone namanya.
    Siapa yang nyaman hanya menjadi petani kecil, justru ingin keluar dari zona tidak nyaman, dikala yang lain malah beradaptasi dengan zona tidak nyaman yang dinyaman-nyamankan.

  7. Artha berkata:

    keluar dari zona nyaman merupakan sebuah tantangan dan kita musti siap akan tantangan ini, dan yakin bahwa apa yang kita pilih akan membawa kita ke kehidupan yang lebih baik

  8. Keluar dari zona nyaman, asik itu, membuat hidup lebih berwarna 😀 .
    Kalau untung ya Alhamdulillah, kalau rugi ya jangan putus asa 😀

  9. suwung berkata:

    sampean nurun bapak gak?

  10. Catra berkata:

    Zona nyaman itu kaitannya sama memelihara ternak opo tho, pak? Dak mudheng saya hehehehe.

    Biacara dari zona kenyamanan saya rasa wajar apabila kita keluar untuk meningkatkan prestasi kita, semisal di dunia kerja atau untuk pendidikan. Untuk mencari kenyamanan lain yang lebih nyaman lagi. haha

  11. christin berkata:

    rasanya tergantung zona nyaman itu seperti apa sih mas. kadang kita bisa berbuat sesuatu yang berbeda dan beraktualisasi diri tanpa harus keluar dari zona nyaman tempat kita berada 😀

  12. egah berkata:

    kalo menurut saya menembus zona nyaman itu selain butuh ilmu yang mumpuni juga butuh keberanian…bonek2 sedikit tapi tetep perkiraan harus matang gak boleh ngawur…berencana menembus zona nyaman ta mas???

  13. zefka berkata:

    zona nyaman? PNS masuk zona ini gak ya…
    gw pilih zona yg dinamis aja, zona nyaman biasanya dikaitkan dengan “aman”, zona gak perlu mikir aneh2, jalan bersama arus aja pasti hidup lah 🙂
    Kalo zona yg dinamis, kita harus tetap berjuang agar tidak terseret atau dihempaskan arus

    *)pernah 2x nolak masuk zonanya PNS sampe diuber2 orang ESDM untuk buat surat pengunduran resmi 🙂

  14. arman berkata:

    wah itu quote dari gurunya itu mantep banget! bener sekali!

    emang susah banget kok keluar dari comfort zone (been there done that), tapi ya sekali waktu harus dilakukan sebelum semakin terlena… 🙂

  15. ayamcinta berkata:

    Waduh mas, ko kata2nya mirip banget ma status di pesbuk temenku… Beliau juga dari suroboyo, tapi sekarang sec lagi di depok. Jangan2…. satu guru apa yah? Whehehehe

  16. samsul arifin berkata:

    banyak yang mengatakan bahwa Jogja adalah kota ternyaman di Indonesia. 😀
    Apakah aku juga harus keluar dari zona nyaman ini?
    Apakah aku harus keluar dari Jogja untuk sukses?

  17. suryaden berkata:

    segala sesuatunya memang harus bisa dihitung dan diprediksikan, dibutuhkan kelihaian tersendiri disini, bagus-aja sih keluar ato menambah zona, asal bukan zona nekat dan asal-asalan tentunya, nah ketika zona itu masih bisa terprediksi dan diantisipasi, masihkah kita menyebutnya sebagai bukan zona nyaman…

  18. mercuryfalling berkata:

    wah salut buat bapake. ulet kayak ulat.

    kalo aku selalu gak berani membuat perubahan. lha kadang mesan makanan aja itu itu mulu. gak berani nyoba yg laen hihihi

  19. MAsih selalu salah berkata:

    MENGGESER DARI ZONA NYAMAN MENUJU ZONA YANG LEBIH NYAMAN TENTU SAJA…

  20. masnoer berkata:

    waduh zona nyaman . . . . . . terus gimana kalau kita mendekati zona waspada .. . .

  21. adipati kademangan berkata:

    Mereka yang mencoba sesuatu yang baru mempunyai 2 kemungkinan, gagal atau berhasil. Kalau berhasil ya syukur, kalau gagal bisa tahu dimana kesalahannya. sedangkan mereka yang tidak mencoba hanya mempunyai 1 kemungkinan yaitu tidak tahu.

  22. wahyu berkata:

    Kalo selalu bersyukur, insyaalah akan selalu merasa di Zona Nyaman PakDhe… 😉

  23. Basyarah berkata:

    Saya suka dengan kata-kata guru mas, ditebelin lagi tulisannya 😀

  24. mazcendhol berkata:

    hehehehehe…
    Itulah yang sekarang dirasakan buruh negeri temen2 sampean om stein..
    sudah merasa di zona nyaman,eh..dikasih tanggung jawab agak banyak dikit langsung rame.. 🙂

    Salut buat bapak njenengan om..
    (Jadi inget bapak yang baru bisa beli mobil dan belajar nyetir mobil setelah pensiun..)

  25. Ade berkata:

    zona nyaman memang bikin males gerak dan menghambat buat maju.. punya tips buat mengatasi zona nyaman ini mas?

  26. Mas.. postingan sampeyan menggigit
    sukses bikin saya merenung !

  27. marshmallow berkata:

    hahahaa…
    selamat jumatan deh, mas.
    gara-gara nanya, jadi kena sapa deh. hihi…
    suwun, mastein.

    konon dalam hal profesi, lelaki itu lebih suka yang menantang dan cenderung keluar dari zona nyaman ketimbang perempuan yang lebih suka status quo. sehingga ada yang bilang, cmiiw, pekerjaan yang sama hanya asyik dijalani sebelum menembus angka 8 tahun. selebihnya seorang pekerja akan perlu perubahan.

    bener gak ya? mungkin itu sebabnya bagi seorang pns atau pegawai pemerintah yang bekerja hingga pensiun di tampat yang sama, perlu mencari distraksi di luar pekerjaannya itu.

    serius nih kali ini dinas luarnya bukan sekalian jalan-jalan?

  28. 1nd1r4 berkata:

    stepping out from comfort zone memang tidak mudah mas. Tapi kalau mau tau potensi diri seutuhnya, usaha sendiri adalah cara yg jitu…. 🙂

  29. deeedeee berkata:

    masih muda, mas.. jd masih nyari tantangan…
    kalo dah tua, ngurus anak aja deh dirumah, hehehe

    Tp saya amaze ma bapak sampean,, hebat! sama kayak ibu saya yg demennya ngutang buat modal usaha, alesannya?! kalo ga ngutang ga semangat nyari diuit buat bayar cicilan,, halah! alesan yg aneh! Tapi emang bener, terbukti kata-katanya 🙂

  30. asri berkata:

    pengen,…
    tp sptnya masih terlalu kalah dengan keberanian dr diri sndiri
    -_________-;

  31. […] “Lho pak! Kok ngutang lagi? Buat apa??” tanya saya suatu hari. Kaget tho, sudah ndak punya tanggungan kok terbawa kebiasaan saat masih kepepet dulu. Disuruh hidup nyaman saja kok susah. […]

Tinggalkan komentar