Monumen Abadi Umat

Beberapa waktu yang lalu ada sebuah brosur dikirim ke rumah saya, di situ tertulis dengan jelas nama dan alamat saya. Brosur yang dicetak dengan kertas mengkilat itu berisi permintaan sumbangan untuk sebuah yayasan sosial keagamaan di Malang, sebuah yayasan yang diketuai seorang dosen Universitas Brawijaya, bertujuan membina dan membiayai sekolah anak-anak ndak mampu di daerah Bareng, Malang.

Beberapa hari kemudian dateng seorang pengurusnya, lelaki muda yang bekerja freelance sebagai arsitek bangunan. Saya ngobrol sebentar dengan si pemuda ini tentang kegiatan yang mereka lakukan, berapa anak yang mampu mereka biayai dan kendala dana yang menjadi masalah klasik setiap yayasan semacam ini.

Tiap bulan selembar kertas berisi laporan penggunaan dana juga saya terima di pabrik, berasal dari sebuah yayasan amil zakat tempat saya nyetor zakat profesi tiap bulan. Tanpa bermaksud sombong, saya sadar sepenuhnya bahwa dalam bayaran ndak seberapa yang tiap bulan saya terima dari pabrik itu terdapat hak orang lain. Dana donatur yang mereka kumpulkan tiap bulan itu nilainya ndak terlalu besar, tapi dengan itu mereka mampu menggaji ustad, membiayai anak sekolah, memberi modal kerja, sampe membantu biaya pengobatan rakyat miskin dan persalinan ibu hamil yang ndak mampu.

Kadang saya miris, di negeri yang jumlah jamaah hajinya tiap tahun selalu paling banyak di seluruh dunia kok ya ngumpulin duit untuk menyantuni yang kurang mampu saja susah bener. Apa ya semua orang ingetnya cuma zakat fitrah? 2,5kg beras yang kalo diuangkan cuma bernilai sekitar Rp 20.000? Mbayarnya pun cuma setahun sekali! Sedekahnya 500 perak, yang diberikan sambil ngomel dalam hati saat ada pengamen dan pengemis ngetuk pintu mobil di perempatan?

Kalo saja tiap orang inget ada yang namanya zakat mal alias zakat harta, mungkin pemberdayaan umat ndak akan sesusah ini.

Saya makin anyel lagi waktu tadi ndak sengaja mbaca berita di detik, Dana Abadi Umat dan Haji Rp 336 Milyar Diinvestasikan ke Sukuk. Penasaran, saya runtut lagi beritanya, Dana Abadi Umat dan Haji Rp 2,855 Triliun Diinvestasikan ke Sukuk. Dengan bantuan Mbah Gugel saya nemu lagi berita, Dana Haji dan Dana Abadi Umat Diinvestasikan ke Sukuk Rp 9 Triliun.

Welhadalah! Ini kok jadi mirip ayam mati di lumbung padi, begitu buanyak dana yang dimiliki negara. Kenapa buat main obligasi? Apa ndak liat itu banyak rakyat yang perutnya melilit karena ndak bisa makan? Apa ndak liat banyak yang sakit tapi ndak berani ke rumah sakit karena ndak punya duit? Pemerintah, khususnya Kementerian Agama apa ndak pernah baca berita bayi ditahan rumah sakit karena orang tuanya ndak mampu mbayar biaya persalinan?

Dana Abadi Umat, seperti disebut di Undang-undang Nomor 13 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji adalah adalah sejumlah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan Dana Abadi Umat dan/atau sisa biaya operasional Penyelenggaraan Ibadah Haji serta sumber lain yang halal dan tidak mengikat. Dana ini sebagaimana diatur dalam pasal 47 ayat (3) Undang-undang Penyelenggaraan Ibadah Haji digunakan untuk kegiatan pelayanan Ibadah Haji, pendidikan dan dakwah, kesehatan, sosial keagamaan, ekonomi, serta pembangunan sarana dan prasarana ibadah.

Jujur saja saya jadi penasaran, apa yang menjadi dasar pemikiran pengelola DAU sehingga memilih untuk diinvestasikan dalam bentuk sukuk?

Konon hanya bunga dari dana ini yang boleh digunakan sedangkan dana pokoknya tidak, tapi saya ndak nemu aturan yang nyebut hal itu. Dan lagi kalo misalnya memang benar ada aturan dana pokoknya ndak boleh diutak-atik, lalu dananya mau dipake buat apa?

Daripada dibagi-bagi buat pejabat pengelola yang akhirnya pernah membuat Menteri Agama dan Dirjennya masuk penjara mbok mending dipake dalam kegiatan nyata yang bener-bener dirasakan rakyat.

Atau memang mau diniatkan biar sesuai dengan namanya gimana kalo dana yang trilyunan itu diwujudkan dalam bentuk recehan koin trus dibangun jadi monumen, biar bener-bener abadi.

Jiyan!

12 comments on “Monumen Abadi Umat

  1. yim berkata:

    namanya juga dana abadi umat kang..

  2. Nurdin berkata:

    bagaimana dengan Halal Label dari MUI, kok bukan Haram label,….(motivasi bisnis kah?)

  3. prasetyandaru berkata:

    Saya setuju sama idenya kang asop…namanya aja dana abadi, kalok habis kan jadi ndak abadi lagi….naaa kalok saya usul, mbok mending nama Dana Abadi Umat itu namanya diganti, jadi Dana Santunan Janda<—janda yang ndak mampu tentunya, ato Dana Fakir Dhuafa, ato apa saja lah yang nanti kalok dana itu dikasih2 ke orang kesannya jadi ndak ambigu

  4. mawi wijna berkata:

    inilah dia, agama yang disisipi politik pasti juga turut menggaet pihak-pihak lain yang ingin “kecipratan” :p

  5. novee berkata:

    miris rasanya karena masih melihat ada orang yang mengais-ngais sampah hanya untuk makan, sementara para aparatur negara malah asyik membungakan uang rakyat yang bunga maupun keuntungannyapun hampir mustahil akan dinikmati oleh rakyatnya..

  6. Mungkin sengaja diabadikan dananya.

  7. devieriana berkata:

    Trenyuh banget yah begitu banyak rakyat miskin dan hidup dalam ketidaklayakan di negara sekaya ini.. 😥

  8. Inside Belitung berkata:

    hahhahha…… itulah uniknya Indonesia mas….. Negaranya kaya tapi miskin……. super ironis sedunia….. ada kemungkinan juga kalo gini terus, tidak akan maju2 sampai kiamat datang. Keh!!!

  9. chocoVanilla berkata:

    HIks…hiks…nek udah mikir ginian aku suka pusing, Mas. Para pejabat itu kok ya ndablek bener ya?

  10. Teguh berkata:

    Mohon maaf mas stein, zakat profesi itu ada ya?

    kemudian terkait dengan dana abadi umat, sya setuju dengan unek-unek panjenengan.

Tinggalkan komentar