Karcis Peron Ditiadakan

Ada yang berubah saat saya ngajak dua precil saya main ke Stasiun Malang beberapa hari yang lalu, ruang tunggu di depan tempat pembelian tiket tampak penuh, sedangkan peron dalam yang biasanya penuh malah keliatan sepi. Seperti biasa saya langsung menuju loket yang terdekat dengan pintu masuk untuk beli karcis peron, tapi kok aneh, loketnya tutup.

Saya liat ada sebuah pengumuman yang tertempel di situ.

KARCIS PERON DITIADAKAN

KARCIS PERON DITIADAKAN DAN DIPERBOLEHKAN MASUK KE PERON STASIUN HANYA UNTUK PENUMPANG YANG MEMILIKI TIKET KERETA API

Lhadalah! Trus ngapain kami di sini?

“Lha memangnya ngapain kamu di situ?” Tanya Kang Noyo waktu saya ceritakan kejadian di stasiun sambil leyeh-leyeh di warung Mbok Darmi.

“Cuma main Kang, anak-anak saya kan suka kereta api.” Jawab saya.

“Oalah, rekreasi tho ceritanya? Melas tenan tho Le, rekreasi kok ke stasiun. Gak modal tenan.”

Asyem!

Ini bukan masalah gak modal, anak saya memang suka kereta api, dan memang ini tanggal tua, apa salahnya menyenangkan hati anak-anak dengan tetep mengedepankan semangat berjuang sampai titik darah penghabisan anggaran? *ternyata memang bener saya ndak modal*

Setau saya karcis peron ditiadakan saat libur lebaran kemaren, mungkin dengan maksud untuk menangkal naiknya penumpang gelap alias penumpang tanpa tiket. Dan mungkin (lagi-lagi cuma mungkin) kebijakan itu lumayan berhasil sehingga diteruskan sampai sekarang.

Apa daya, terpaksa dua precil saya hanya bisa melihat kereta dari balik pintu masuk yang dijaga polsuska.

melihat kereta dari luar peron

Bagaimana pun saya harus angkat jempol untuk direksi PT Kereta Api, akhirnya ada juga kebijakan baru yang cukup revolusioner setelah sekian lama, walaupun efektifitasnya masih patut dipertanyakan.

“Efektifitas yang mana Le?” Tanya Kang Noyo.

Yang pertama kebijakan ini jelas membawa dampak tho, minimal buat para pedagang yang mbuka kios di dalam peron.

“Soale ada ketentuan penumpang cuma boleh berada di dalam peron stasiun maksimal dua jam sebelum keberangkatan Kang, jadi jumlah pembeli potensial sudah pasti jauh berkurang.” Kata saya.

“Lha memangnya ada yang mau tidur-tiduran di peron nunggu kereta lebih dari dua jam?” Tanya Kang Noyo lagi.

Eh, bener juga.

Kebijakan ini yang jelas membawa beberapa dampak positif, peron dalam stasiun ndak lagi semrawut dengan jejalan pengantar, penjemput, asongan, juga copet yang mungkin terselip di antara mereka.

Ada lagi kebijakan yang saya acungi jempol, yakni pembatasan jumlah karcis yang dijual sebesar maksimal 100% kapasitas tempat duduk untuk kereta jarak jauh baik untuk kereta kelas ekonomi, bisnis, maupun eksekutif. Sementara untuk kereta jarak menengah penjualan tiket berdiri sebesar 25% dari kapasitas tempat duduk.

pembatasan jumlah penjualan tiket

Kalo ketentuan ini bisa dilaksanakan dengan efektif di lapangan saya yakin naik Kereta Penataran jurusan Surabaya-Blitar masih terasa nyaman. Saya teringat pernah naik Penataran dari Malang tujuan Surabaya berdua dengan anak saya, kami turun di Stasiun Lawang, ndak tahan panas dan sesaknya, lha wong saya nggendong anak saya dan nyaris ndak bisa bergerak, berdiri uyel-uyelan.

Sayangnya kebijakan ini ndak dibarengi dengan kemudahan pemesanan tiket. PT Kereta Api tidak melayani pemesanan tiket untuk kereta api ekonomi jarak menengah macem Penataran atau Dhoho, jadi sampeyan harus ngantri di loket pada hari keberangkatan kalo ndak mau kehabisan.

Saya lihat petugas yang berjaga di pintu masuk juga tegas, hanya memperbolehkan penumpang yang telah memiliki karcis untuk memasuki peron stasiun. Dan ternyata polsuska ndak selalu bertampang sangar, ada lho yang cakepnya beda tipis sama Briptu Eka Frestya…

sesuatu...

“Tapi sepertinya percuma saja menghilangkan karcis peron untuk mencegah penumpang gelap Le.” Cetus Kang Noyo.

Kok?

“Kamu itung sendiri, ada berapa stasiun yang pintu masuk peronnya dijaga? Dibanding dengan stasiun-stasiun kecil yang orang bebas keluar masuk. Apalagi kalo calon penumpang-penumpangnya masih seperti kamu.”

Seperti saya?

“Iya, seperti kamu, ndak modal.” Ujar Kang Noyo kalem.

Jiyan!

15 comments on “Karcis Peron Ditiadakan

  1. duh kasihan anknya cuma bisa lihat di paggar pintu…

  2. budiono berkata:

    lha kalo di surabaya kan sudah lama begitu, yang punya karcis sepur silakan langsung bablas, tapi yang mau dolan-dolan ke setasiun aja ya tetep harus beli karcis peron..

    #stein:
    lha, maksud saya ya itu. sekarang ndak ada lagi karcis peron. alias kalo bukan penumpang berkarcis ya ndak boleh masuk stasiun

  3. SPN Group berkata:

    gambare polsuska raketok raine kang,
    jepret meneh ogh

    #stein:
    ada kok, mau ta? :mrgreen:

  4. Abed Saragih berkata:

    nice info 🙂

    kunjungan dan komentar balik ya gan

    salam perkenalan dari

    http://diketik.wordpress.com

    sekalian tukaran link ya…

    semoga semuanya sahabat blogger semakin eksis dan berjaya.

  5. mawi wijna berkata:

    Saya juga baru tahu beberapa minggu yang lalu sewaktu hendak berangkat dari Stasiun Tugu Jogja Kang. Penonton cilik yang gemar melihat kereta api kini makin banyak yang memposisikan diri di luar stasiun.

    #stein:
    mesakke tho? mbok yao pihak kereta api berinisiatif menyediakan tempat semacam pos pantau buat para penikmat kereta api. disuruh mbayar pun ndak masalah selama tempatnya memang asik

  6. gardino berkata:

    Koq fotonya dari belakang sob? yang dari depannya gak ada? Maksudnya yang mirip britu eka itu loh 😀

    #stein:
    kalo saya foto dari depan trus dia nguber saya ngajak kawin, sampeyan mau tanggung jawab?

  7. rully berkata:

    Gak sekalian diajak wisata neng Bandara Malang mas?
    😀
    (kayak di beberapa bandara lain, jadi obyek wisata keluarga)

    #stein:
    bandara malang jauh mbak, di luar kota.

    • fauziah85 berkata:

      ha? saptorenggo tu luar kota tah? (yang mantan arek mbugis)

      Btw, ketika dicritain adek soal kebijakan itu (pas lebaran), saya seneng banget mbayangin stasiun jadi rapi dan kereta jadi mayan longgar (udah pernah ngerasain nerakanya matarmaja). Tapi kok waktu saya balik jakarta bawa nindy (sekitar akhir september) udah siap2 beli tiket penataran aja biar ayah bisa masuk, eh ternyata masih ada peron lho…

      #stein:
      katanya sih, kebijakan ini per 1 oktober 2011

  8. chocoVanilla berkata:

    Soale kadang yang mau pergi satu orang yang nganter itu sak RT, jadi riweh gitu lho, Mas :mrgreen:

    Dua-duanya suka kereta to, Mas, itu jagoan ciliknya. Mari sini Bude nyanyiin…
    Naik kereta api tut…tut…tut… siapa hendak turuuuutt….
    Ke Malang- Surabaya…..
    Bolehlah naik dengan percuma… (sing mbayari Kang Noyo :mrgreen: )

    #stein:
    yang suka masnya, adiknya biasa lah, ikut-ikutan

  9. mandor berkata:

    lha kan stasiun blimbing kan podho ae. Nonton sepur penataran ndadak nang malang.

    #stein:
    kalo di stasiun kota biasanya mereka liat KA yang lagi parkir, di blimbing kan ndak ada om 😆

  10. risdania berkata:

    malah enak mas,,kapan waktu pas harus naik kreta jd lebih nyaman nunggu keretanya,,sepi,,hehehhe

    #stein:
    enak buat penumpang, ndak enak buat penikmat wisata murah meriah macem saya 😥

  11. Jeung Vita berkata:

    sudah berlaku sejak lebaran, peraturan ini. hiks, kebayang kan, melepas kekasih ke kota lain, hanya bisa menatap keretanya dari luar pagar 😦

    #stein:
    untunglah jaman saya pacaran dulu aturan ini blom ada 😆

  12. akatsuci berkata:

    itu di malang saja atau sudah berlaku di semua stasiun ?
    kasihan kalau yg pulang ibu2 sepuh, ndak ada yg bantu bawakan barangnya, karena ndak boleh masuk,

    #stein:
    itulah gunanya porter 😆

  13. hajarabis berkata:

    hanya ingin mengikuti postingan agan .
    postingan yang menarik
    nice gan .

    sempatkan mampir ke website kami
    http://www.hajarabis.com

  14. tazmania berkata:

    di solo jg udah berlaku mas, malah baru kemaren saya nganter misua -_-

Tinggalkan komentar