Mencoba Menulis (Lagi)

Mencoba untuk menulis lagi setelah sekian lama berhenti itu ternyata susah. Lucu rasanya, membaca tulisan-tulisan lama dan berusaha agar tulisan yang baru masih mirip dengan tulisan-tulisan tersebut. Rasanya kok rada ironis, berusaha meniru gaya sendiri. Kalo dulu saya berusaha meng-copy paste gaya tulisan Mbah Umar Kayam, Cak Nun, atau Mbelgedez, rasanya masih wajar karena tiap orang butuh semacam patron, tapi meniru diri sendiri?

Sudah lama sekali saya ndak nengok blog ini, sudah ndak peduli berapa jumlah kunjungan, berapa spam yang masuk, berapa komen yang butuh moderasi, siapa yang nanya-nanya, wis ndak peduli blas. Ditambah lagi dengan google reader yang menghentikan layanannya sehingga saya ndak bisa memantau siapa saja temen-temen blogger yang masih aktif, klop sudah, tumbu oleh tutup kalo kata orang Jawa, pas banget.

Sampai kadang saya suka cengengesan sendiri, agak sedih campur anyel saat googling sesuatu. Lha piye ndak anyel, si paklik google ini menampilkan tulisan saya, tapi yang ditampilkan bukan blog ini, melainkan link tulisan saya yang nempel di situs lain.

Jiyan! Bahkan google pun sudah mulai melupakan blog ini.

Berarti sudah ndak pernah nulis sama sekali?

Ndak juga sih, pernah sekali dua kali nulis untuk blog sebelah. Tapi tentu beda sekali rasanya, nulis untuk sebuah blog yang tematik, dengan bahan-bahan yang sudah sangat jelas, dibanding dengan nulis untuk blog yang tak bertema seperti blog ini. Di blog sebelah saya ndak bisa nulis semau saya, sebuah keuntungan sebenarnya, karena apa yang mau ditulis sudah dirinci dalam pasal dan ayat, saya tinggal menerjemahkan dengan bahasa warung kopi. Tapi juga sebuah kerugian, karena daya imajinasi saya nyaris ndak pernah terpakai.

Jadi sekarang di sinilah saya, di depan laptop mencoba mengetik dengan rada megap-megap. Biasanya dulu kejadian sederhana pun bisa ditulis sampai berbusa-busa, dengan pilihan kata yang relatif cermat, dalam kalimat yang efektif, pokoknya^[tm] keren lah, paling gak menurut saya.

Sekarang?

Untuk menulis satu dua kalimat pun rasanya sudah setengah mati. Dan seperti beberapa draft tulisan yang pernah saya buat selama masa kevakuman blog, selalu ada pertanyaan yang nyaris seperti pernyataan, tulisan ini layak diposting gak?

Tapi saya bertekad, apapun hasilnya, tulisan ini akan tetap saya posting. Lha wong ini blog saya sendiri kok, suka-suka saya kan mau diisi apa. Lagian tulisan yang saya posting lho belum tentu dibaca orang, kenapa saya harus berpikir setengah mati agar tulisan ini terlihat bagus?

Rasanya seperti tulisan pertama, saya harus belajar lagi, menulis dan menulis lagi.

Ngomong-ngomong saya menulis untuk untuk membayar janji pada seorang senior saya yang walaupun sudah lama menulis tapi baru saja membuat blog pribadi.

Selamat malam Mas Sengkuni…