Sini Komplek, Situ Kampung

49-AMBALAT-02Sedikit banyak saya bisa merasakan apa yang dirasakan warga Ambalat, pihak sini meng-klaim, pihak sana juga meng-klaim juga. Jadi rebutan 2 pihak tapi ndak ngerti apa manfaatnya kalo ikut salah satu. Ndak gitu ngerti juga apa manfaat yang diperebutkan dari kampungnya.

Bukan, rumah saya ndak terletak di perbatasan wilayah negara yang berisi tentara grudak gruduk saling mengarahkan moncong bedil. Rumah saya ada di pinggiran kota Malang, Jawa Timur, di pinggir kali yang kalo pagi dan sore masih banyak orang mandi.

Lha trus?

Inilah lucunya. Rumah saya merupakan perumahan baru yang cuma terdiri dari duapuluhan rumah. Letaknya tepat di perbatasan antara “kampung” yang mayoritas merupakan penduduk asli, dan “komplek” yang kebanyakan berisi pendatang. Saya ndak tau awal mulanya, pada saat perumahan sudah berdiri tiba-tiba dua ketua RW, RW V dan RW VI, sama-sama mengklaim kalo perumahan saya masuk wilayah mereka. 😯

Secara de facto (dan juga de jure, sesuai data Pajak Bumi dan Bangunan) perumahan saya terletak di RW VI yang merupakan wilayah kekuasaan kampung. Pengembang juga mengaku kalo saat pendirian dulu mereka mengurus izinnya lewat tokoh-tokoh kampung. Tapi karena perumahan saya berbentuk komplek mungkin ketua RW V perlu menjaga pemisahan RW antara komplek dan kampung yang selama ini sudah terjadi agar tetap lestari. 👿

Masing-masing ketua RW sudah mengirim surat dan menghadap ke pengembang agar perumahan saya masuk wilayah mereka. Masing-masing merasa lebih berjasa atas berdirinya perumahan, ketua RW VI membeberkan ijin-ijin yang sudah dikasih, sementara ketua RW V menjlentrehkan kalo akses jalan ke perumahan saya merupakan jalannya RW V. Pake acara ngancem segala mau dipasang portal untuk menutup akses jalan masuk ke kampung.

Yang mumet ya warga, ndak ngerti mau ngurus KTP ke mana, ndak jelas ini masuk RT mana dan RW berapa. Alhasil sampai sekarang saya masih make KTP lama.

Puncaknya kemaren RW V secara sepihak memasang plang batas RW! Yang berarti (kalo menurut plang batas itu) perumahan saya masuk RW V alias RW komplek. 😆

Apa berarti saya sudah resmi masuk RW komplek? Ndak juga, saya masih nunggu pasukan patroli RW sebelah untuk mencabut dan menggeser tanda batas wilayah tersebut. Trus dilanjut dengan kampanye ganyang RW sebelah, juga grup di pesbuk untuk menjadikan RW sebelah sebagai RT kesekian dari RW yang bersangkutan. :mrgreen:

gambar diambil dari sini

4 comments on “Sini Komplek, Situ Kampung

  1. adipati kademangan berkata:

    sakno rek awakmu, iku ngono yo pancet masalah duwit. pak RW ne dikumpulno ae trus wani mbayar piro, sing gelem mbayar akeh yo iku sing berhak klaim area 😀

  2. Gandi Wibowo berkata:

    Walah… ada ya kejadian kayak gini?

    Yang sabar mas, toh buat warga, masuk kepihak mana aja gak ada bedanya.. sama aja, sama2 ngurus ke RW kalo mo bikin KTP 😀

  3. kembu berkata:

    kalo ikut kampung, mgkn biar harga tanah yg asli kampung ikut naek. kalo ikut komplek, mgkn utk alasan keamanan dan pertanggungjawaban developer kepada “pelanggan”nya. ya gak sih?

  4. Aurel berkata:

    Takon wae nang Pak Lurah??bener ora????

Tinggalkan komentar