Mengais Sedikit Keridhoan

Konon bagi kaum muslim bisa bertemu dengan bulan ramadhan adalah satu keberuntungan besar. Karena itu hal yang selalu diingatkan oleh para ustadz di setiap akhir bulan puasa adalah supaya kami berdoa semoga semua amal di bulan puasa ini diterima dan juga semoga kami dipertemukan lagi dengan bulan ramadhan tahun depan.

Pernah suatu saat Mbah Suto ndobos sama saya soal ini, waktu lagi melekan di warung Mbok Darmi menjelang puasa kemaren. Menurut Mbah Suto umatnya Nabi Muhammad ini umurnya tergolong pendek-pendek, bisa mencapai umur 70 tahun saja sudah hebat. Beda sama umat-umat terdahulu yang konon bisa mencapai umur ratusan tahun.

“Lha trus apa hubungannya Mbah?” Tanya saya.

“Lho piye tho kowe iki, nanti kalo di akhirat kita dibandingkan sama mereka yo malu tho Le. Mereka sudah ngumpulin pahala ibadah selama ratusan tahun sedangkan kita paling mentok cuma puluhan tahun.” Ujar Mbah Suto.

Saya cuma tertunduk ndak bisa ngomong, lha perasaan umur saya lebih banyak habis untuk maksiat je. Sampe pernah ada kata-kata yang saya yakini kebenarannya, orang yang paling beruntung adalah bayi yang meninggal waktu lahir, yang kedua mati muda, dan yang paling sial adalah yang mati tua. Keberuntungan di sini kaitannya sama dosa, yang meninggal waktu lahir sudah jelas ndak icip-icip dosa, sedangkan yang mati tua mungkin sudah karatan dosanya.

Mbah Suto bilang kita beruntung kalo bisa ketemu bulan ramadhan karena di bulan itu pahala untuk tiap ibadah dilipatgandakan dengan besaran yang ndak kira-kira, plus ada bonus satu malam yang disebut malam lailatul qodar alias malam yang kebaikannya setara dengan 1000 bulan. Konon kalo kita beribadah di malam itu sama dengan beribadah selama 1000 bulan alias 80 sekian taun.

“Itu kan kalo kita beribadah Mbah, misalnya pas malem itu kebetulan kita lagi berbuat maksiat apa hukumnya juga sama dengan kita berbuat maksiat selama 80 taun?” Tanya saya penasaran.

Mbah Suto terdiam, mungkin ndak pernah kepikiran bakal ada yang nanya seperti itu.

Saya pernah mendengar cerita, konon ada seorang ahli ibadah yang sangat tekun, siang malam selalu beribadah menyembah Allah. Suatu saat si ahli ibadah ini meninggal, kata malaikat, “Silakan sampeyan masuk surga dengan ridha Allah.”

Si ahli ibadah ndak mau, dia merasa selama hidup sudah mati-matian beribadah, sesuatu yang menurut dia ada harganya. Dia ndak mau masuk surga secara gratisan karena ridho Allah, “Nuwun sewu mas malaikat, saya maunya masuk surga karena ibadah saya, bukan semata-mata karena ridho Allah.”

Welhah! Pikir si malaikat, ini orang kok kemaki tenan. Akhirnya sama si malaikat ditimbang antara harga seluruh amal ibadah yang dia lakukan selama hidup, dibandingkan dengan harga kenikmatan yang dia terima dari satu mata. Hasilnya nilai seluruh ibadah itu ndak ada apa-apanya dibanding nilai kenikmatan yang dia terima dari satu mata. Dia pun harus rela menerima kenyataan kalo ridho Allah lah yang membuatnya bisa masuk surga.

Lha itu baru harga kenikmatan dibanding dengan nilai ibadah sebagai wujud syukur, belum nilai ibadah sebagai timbangan kebaikan dibanding nilai maksiat sebagai timbangan keburukan. Apa ya mampu manusia membayar harga tiket ke surga?

“Yo makanya itu Le, kamu dikasih kesempatan mengakselerasikan nilai ibadahmu di bulan ramadhan. Gusti Allah pasti ngerti, kalo memang ndak cukup ya biar nanti dicukupkan sama Allah.” Kata Mbah Suto.

KH Musthofa Bisri pernah mengatakan kalo ndak sepantasnya manusia menanyakan alasan kenapa dia disuruh beribadah, karena Tuhan itu memang sudah serba Maha, ndak butuh sembah sujud dari manusia. Dengan melihat itu maka segala perintah yang diberikan kepada manusia sudah pasti adalah demi kebaikan si manusia itu sendiri. Kalo toh semua manusia di bumi ini ndak ada yang sholat, ndak akan berkurang keMahaan Tuhan.

“Lha repotnya ada orang-orang yang sekedar melakukan ibadah untuk menggugurkan kewajiban, misalnya sholat yang penting tercukupi syarat dan rukunnya, ndak mau mendalami makna mendirikan sholat, akhirnya sholatnya ndak mampu mencegah kemaksiatan. Puasa juga gitu, banyak yang cuma terfokus sama hal-hal yang membatalkan puasa, lupa memaknai tujuan puasa sehingga mengabaikan hal-hal yang merusak pahala puasa.” Kembali kata-kata Mbah Suto menohok saya.

Dengan semua kata-kata Mbah Suto tentang nilai ibadah, juga umur saya yang ternyata sudah lewat puluhan taun dengan jejak kemaksiatan di mana-mana, saya baru sadar merasa beruntung ketemu dengan bulan ramadhan lagi taun ini. Jujur, saya memperhatikan beberapa berita kematian menjelang puasa kemaren, dan sempat terbersit ketakutan bahwa saya ndak diberi kesempatan untuk mengais sedikit lagi keridhoan Tuhan.

Tapi tadi pagi Kang Noyo datang dengan mata berbinar, “Kalo puasa-puasa gini memang banyak faedahnya yo Le, donlot pilemnya si Terra Patrick lho jadi cuepet banget!”

Saya melongo.

Jiyan!

14 comments on “Mengais Sedikit Keridhoan

  1. […] This post was mentioned on Twitter by mangkum, Tobagus Manshor. Tobagus Manshor said: Mengais Sedikit Keridhoan: http://wp.me/ppZ5c-vl […]

  2. mawi wijna berkata:

    selamat menjalankan ibadah puasa Kang!

    wis ra sah dipikir urusan besar-kecilnya pahala,
    sing penting ikhlas 😀

    #stein:
    amien… 😀

  3. warm berkata:

    met puasa dengan ikhlas, mas

    postingan yg sungguh nyentil kebangetan, keren
    🙂

    #stein:
    mosok sih kebangetan om? 😆

  4. devieriana berkata:

    hyahahaha, ngikik sendiri sama paragraf terakhir 😆
    Selamat menjalankan ibadah puasa ya mas.. 😀

    #stein:
    makasih mbak 😀

  5. aurel berkata:

    Sip-sip….Kultum Menjelang Jum,atan….

    #stein:
    monggo cak 😀

  6. frozzy berkata:

    Slamat beribadah di bulan Ramadhan, moga berkah. amin..

    #stein:
    amien…

  7. Selamat menjalankan ibadah puasa.

    #stein:
    matur nuwun mas

  8. ArdianZzZ berkata:

    Terra Patrick siapa? 🙂
    Nice Post! Memang bulan puasa harus dipuas-puasin — ibadahnya lho — hehe…

    #stein:
    lha mbuh, memang dia siapa?

  9. ndaru berkata:

    katanya terra patrick ndapet blokiran dari kominfo? ndak mempan to blokirannya?

    #stein:
    mungkin Kang Noyo ndak make 6 besar yang disuruh mblokir mbak 😆

  10. zulhaq berkata:

    Alhamdulillah bisa menikmati ramadan tahun ini lagi.

    tapi agak berat rasanya dibandingkan tahun2 sebelumnya. Yah, sepertinya karena dosa yang semakin menumpuk dan semakin banyak. jadi ya…hukumannya banyak. kenikmatannnya perlu berjuang keras *yah. malah pengakuan dosa*

    #stein:
    sama mas *halah*

  11. chocoVanilla berkata:

    Selamat berpuasa, Mastein….

    Eh, ngomong-ngomong Mbah Suto itu umurnya brapa ya? Salam deh, buat Mbah yang bijak itu 😀

    #stein:
    walah, ndak enak mbak. mosok nanya-nanya umur sama orang tua, sungkan

  12. aga berkata:

    mas stein selama ramadhan ini ngikutin jejaknya kang noyo ato “puasa” dulu mas download video syurnya??

  13. Jafar Soddik berkata:

    Seiring usia bertambah, bagi kita yang mungkin masih ‘eling’ akan memperhatikan bahwa tiap tahun jatah usia kita berkurang dan tiap tahun pula kita melihat banyak dari yang kita kenal meninggal. Hal ini semakin membuat kita takut bahwa jangan-jangan tahun ini adalah bulan Ramadhan terakhir kita.

    Tetapi semoga saja kita masih diberikan untuk menikmati Ramadhan di tahun-tahun yang akan datang dan mampu mengisinya dengan sebaik-baiknya

  14. Abu_Athan berkata:

    sampeyan kok apal tho aktris2 gituan?

Tinggalkan komentar