Mbayar PPN yuk!

Suatu saat saya ketemu sama seorang kawan, pengusaha yang bergerak di bidang perdagangan komputer. Ngobrol ngalor ngidul, ndobos ndak jelas, sampe akhirnya percakapan menyinggung satu hal yang konon ndak bisa dihindari manusia selain kematian, pajak, lebih tepatnya Pajak Pertambahan Nilai.

Berbeda dengan pajak penghasilan yang melihat subjeknya, hanya orang yang berpenghasilan di atas nilai tertentu dan dengan kondisi-kondisi tertentu yang dikenakan pajak, Pajak Pertambahan Nilai alias PPN tidak mempertimbangkan hal itu.

Saya nanya, “Sampeyan kalo jualan ditambahi PPN ndak?”

“Sebagian saya kenakan mas, untuk konsumen-konsumen gede yang biasanya memang minta faktur pajak. Tapi untuk konsumen biasa ya ndak, misalnya harga komputer 5 juta, saya tambahi PPN 10% jadi 5,5 juta, konsumen saya bisa kabur semua. Jangankan selisih 500 ribu, selisih beberapa puluh ribu saja orang nyari toko lain kok.” Jawab temen saya.

“Memangnya sampeyan ndak takut kalo diperiksa sama orang pajak?” Tanya saya lagi.

“Ya gimana? Saya sebenarnya mau saja mungut PPN, asalkan semua pengusaha juga berlaku sama. Kalo ndak ya usaha saya mati.” Jelas temen saya.

Repot memang, PPN adalah pajak yang dikenakan kepada konsumen dengan perantara penjual. Konsumen, sesuai dengan naluri dasarnya mencari harga termurah, ndak peduli sama pajak dan segala tetek bengeknya. Penjual sesuai dengan hukum ekonomi akan mengimbanginya, yang penting bisa kulakan dan jualan murah.

Dilema nantinya akan dialami oleh petugas pajak saat memeriksa penjual. Sudah jelas ada pajak yang belum dipungut, dihitunglah PPN yang harus dibayar 10% dari omzet, belum lagi sanksi bunga dan denda. Dalam kondisi begini besar kemungkinan si penjual akan meminta jalan damai, nego dengan petugas pajak.

Tolong jangan sinis dulu, yang diminta oleh penjual adalah hal yang logis karena 10% yang menurut petugas pajak tidak disetor ke negara memang ndak pernah berwujud duitnya, berarti dia harus mengambil dana kas yang seharusnya diputar untuk usaha.

Misalnya petugas pajaknya ndak mau, apa yang harus dilakukan? Menetapkan pajak sesuai fakta yang ada dengan resiko si pengusaha bakal gulung tikar, atau menetapkan ala kadarnya? Kalo menetapkan ala kadarnya apa dasar hukumnya?

Jadi ruwet tho?

Kita, saya dan sampeyan bisa membantu mencegah hal ini terjadi dengan membeli di tempat-tempat yang memungut PPN. Kalo perlu riwil ndak papa, tanya sama penjualnya, “Sampeyan jualnya sudah sama PPN blom??” :mrgreen:

Daripada ikut-ikut demo yang mungkin hanya kaya simbol dan slogan tapi miskin kontribusi nyata mending langsung berbuat. Dengan sadar untuk mbayar PPN sampeyan akan mbantu pengusaha yang taat aturan untuk bisa maju. Sukur-sukur nantinya pusat-pusat grosiran jadi pada taat mbayar pajak juga, sudah negara jadi sugih, mafia yang selama ini jadi beking juga akan minggir.

Ndak usah nglirik temen sebelah, kalo selalu main tunggu-tungguan kapan Indonesia bisa bangkit? Mulai dari yang kecil, diri sendiri dan keluarga. Satu kebaikan akan memicu kebaikan yang lain sebagaimana satu kesalahan akan memicu kesalahan yang lain.

11 comments on “Mbayar PPN yuk!

  1. SILUMAN berkata:

    di dunia siluman ndak pake PPN, duit ngeprint sendiri

  2. JR berkata:

    susah neh kalo semua pada gag taat pajak, bisa gulung tikar juga ini negara

  3. Wempi berkata:

    Seperti di lampu merah, karena diklakson rame2 dari belakang, wempi terpaksa juga melanggar lampu merah πŸ˜€
    kalo didiemin klaksonnya berubah jadi suara manusia, “hoooiiii….!!! Jalann…!!!”

  4. Mawi Wijna berkata:

    Semoga malah tidak pakai tanda bintang kecil di bawah label harga; belum termasuk PPN. 😦

  5. Vicky Laurentina berkata:

    Hm, saya nggak terpikir buat nanyain harga PPN ke para penjual, Mas. Jangan-jangan nanti mereka malah curiga saya petugas pajak yang lagi menyamar? Saya pikir-pikir dulu..

  6. oglek berkata:

    itulah susahnya negara kita, mau make PPN pelanggan kabur, nggak make PPN takut sama petugas dan yang pasti sama Yang Di Atas

  7. vinna berkata:

    hehehe.. pdhl klo lg makan di resto plg sebel liat tulisan Tax 10%, apalagi klo ditambahin ma Service Tax 2.5%.. πŸ˜€

  8. adipati kademangan berkata:

    Masalahnya saya jualan roti di rumah masih belum tercium oleh petugas pajak je

  9. […] dirjen bea cukai bakal tersenyum lebar, karena untuk satu bungkus rokok sampeyan mbayar cukai dan Pajak Pertambahan Nilai dua […]

  10. Didi berkata:

    boro2 mau mengenakan PPN, belum sebut harga saja, pembeli sudah minta diskon duluan.

  11. […] : mas stein Share this:TwitterFacebookLike this:SukaBe the first to like this post. This entry was posted in […]

Tinggalkan komentar