Pernah di suatu masa, saya ingin sekali memiliki gawai dengan layar sentuh. Yang terbayang waktu itu, layarnya lebar sehingga memudahkan saya untuk menulis komentar di blog teman-teman. Maklum lah, jaman itu blog masih berjaya. Jaman orang masih belum percaya bahwa makhluk bernama twitter, instagram dan kawan-kawannya akan mampu menenggelamkan tulisan-tulisan panjang.
Sempat terbayang juga, dengan gawai yang papan kuncinya berbentuk qwerty, saya bisa menulis di mana saja. Tanpa harus terpaku di depan komputer. Waktu itu senjata andalan saya “cuma” Sony Ericsson K810 yang baterainya sudah menggembung dan sebuah komputer rakitan dengan prosesor Celeron, hasil kredit pula.
Namun, sesuatu memang akan selalu terlihat indah saat berada di luar jangkauan. Setelah android menggurita dan hampir semua gawai yang beredar di pasaran menggunakan layar sentuh, dua hal yang dulu saya bayangkan hampir tak pernah terjadi.
Saat ini saya menggunakan gawai keluaran Oppo, sebuah merk yang beberapa die hard fans-nya sering meledek Xiaomi. Mungkin mereka sedang membayangkan iphone dengan penggemar setia yang rela tidur di tenda demi mendapat antrian pertama saat sebuah produk baru dirilis. Jangan tanya apa kelebihannya, ini iphone, cukup itu saja. Dan Oppo sekilas memang terlihat seperti Iphone wannabe, bukan?
Apakah dengan gawai berlayar sentuh lantas menjadikan saya rajin menyambangi blog untuk kemudian meninggalkan jejak di sana? Tidak. Sama halnya dengan tingkat kerajinan menulis saya yang sama sekali tak bertambah. Sekali lagi, sesuatu akan terlihat lebih indah saat berada di luar jangkauan.
Bahkan kalau pun gawai yang saya miliki adalah Samsung Galaxy Note yang harganya setara (bahkan lebih mahal) komputer jinjing, saya tak yakin produktivitas menulis akan meningkat. Saya bukanlah Puthut EA, kepala suku Mojok, yang menghasilkan beberapa buah buku dari gawainya. Terlalu jauh kalau saya melihat ke sana. Sekadar status facebook atau cuitan twitter yang bermutu saja, saya tak mampu membuatnya.
Tulisan ini memang tak jelas jeluntrungannya. Ini lantaran Bang Pay, yang dalam seminggu ini mengunggah dua buah tulisan. Keduanya ditulis dengan gawai. Saya penasaran ingin mencoba, sudah, itu saja.
Panjangin dikit lagi, mas
Untuk ukuran posting dengan gawai, itu sudah ngos-ngosan, Mas.
Dulu, jaman Blackberry masih ngehits, ngedit di Blackberry yang layarnya seuprit itu merupakan prestasi buatku. Ngedit karo ngriyip-ngriyip.
Wis, kuwi…
Blekberi itu tahun berapa? Sampeyan blogger senior, ya?
Alhamdulillah masih meninggalkan jejak di wordpress
Ini puing-puing blog, om. Tren sesa(a)t.
Dapanih?
Ada gawai
Kalau untuk menulis di blog, terus terang aku masih belum bisa menulis dari gawai. Masih belum nyaman. Tapi kalau untuk menulis di aplikasi diari, nah ya baru bisa. 😀
Aplikasi diari?
IYONDJLIVE MANTAP GAN…
Saya malah lebih sering nulis artikel via gawai mas….memang rada ngeselin ketika teks-to-do nya aktif….ngomong2 gawai saya Xiaomi sih…heheheh😊
Salam kenal mas dr newbie Jakarta😊