Saat yang Kecil Ditangkap

“Sepertinya ndak percuma rakyat menyisihkan sebagian rejekinya untuk mbayar pajak, aparat kita makin berkomitmen dalam menegakkan supremasi hukum.” Kata saya waktu begadang sama Kang Noyo semalem.

“Walah, kok tiba-tiba bahasamu sok intelek, memangnya kasus besar apalagi yang sudah dibongkar sama aparat?” Tanya Kang Noyo.

Saya meringis, tumben dia ndak nangkep nada ironi dalam ucapan saya, “Sampeyan ini nanya kasus kok pake embel-embel besar tho Kang? Semua orang kan punya kedudukan sama di mata hukum, jadi tiap upaya penegakan hukum harusnya sama-sama jadi credit point buat aparat tanpa memandang besar kecilnya kasus.”

“Oalah, ini nyindir tho?” Kang Noyo nyeruput kopinya trus ngakak.

“Bukan nyindir Kang, ini pernyataan kebingungan. Saya liat media sibuk mengekspose ketidakberuntungan orang-orang, Mbah Minah yang disidang gara-gara ngambil 3 biji kakao, yang ditangkep polisi gara-gara ngambil sebutir semangka, trus mungkin karena lagi ngetrend sekarang ada lagi yang diliput karena ditangkep setelah ngambil kapuk.” Kata saya sambil menyalakan rokok.

“Apanya yang bingung, wajar tho media memberitakan ketidakadilan yang dialami orang-orang kecil itu. Daripada ngurusi yang remeh temeh gitu mbok mending aparat hukum nggarap yang lain, koruptor-koruptor gede itu misalnya.” Kang Noyo mulai nyerocos.

Saya mesem, “Coba liat satu-satu dulu kang. Yang ditayangkan media masa itu jeritan ketidakadilan atau sekedar bahan peningkat rating? Mohon maap, saya sering melihat media lebih suka mengeksploitasi penderitaan, tayangan yang memancing iba penonton alih-alih menyajikan fakta yang proporsional. Ndak sepenuhnya bisa disalahkan, lha wong memang itu yang diminati masyarakat kita, jatuh iba sambil mensyukuri keberuntungan diri

“Yang kedua soal perbuatan yang dilakukan orang-orang kecil itu. Apakah yang mereka lakukan benar? Ataukah kasus-kasus besar yang dijadikan sandingan itu bisa jadi pembenar? Semut hanya minum setetes, gajah habis 3 ember, niat mungkin sama, kemampuan dan kesempatan kadang yang membuat berbeda. Tentu ada beda perlakuan apabila yang mereka lakukan karena terpaksa, tapi kedudukan tiap orang sama di hadapan hukum ndak perlu kita bahas lagi kan?”

“Yang ketiga soal aparat hukum. Tugas mereka ini berat lho Kang, ndak sekedar diharuskan mampu menegakkan aturan yang tersurat tapi juga diharapkan bisa memakai hati nurani dalam melakukannya. Jauh lebih mudah bagi kita untuk mewarnai mereka hitam dan putih karena kita berada di luar sistem, sementara mereka harus mematuhi banyak rambu dan halangan birokrasi. Kadang saking sibuknya kita menuding-nuding sampe lupa bahwa mereka di luar segala atributnya adalah juga manusia biasa.”

Kang Noyo mengangkat tangannya, “Wis tho, ndobosmu kepanjangan, maksud dari semua omonganmu ini apa?”

Saya hanya mampu meringis, “Penegakan hukum kadang jadi bias saat dibenturkan dengan fakta sosial, lebih seru lagi karena ini seakan jadi hidangan penutup setelah sinetron cicak lawan buaya mencapai antiklimaks. Semoga kita bisa bersikap proporsional.”

12 comments on “Saat yang Kecil Ditangkap

  1. Wempi berkata:

    wah cerita seru, minta rokok nya mas… kebetulan wempi lagi kempes nih.

  2. Mawi Wijna berkata:

    Coba lihat tayangan Newsmaker, itu berita yang notabene fakta dikemas ala infotainment. Rancu toh? Apa seperti itu maunya konsumen? Jadi konsumen butuh hiburan dan bukan fakta? Ironis!

  3. om tegoll berkata:

    untuk mbah minah dan para maling pitik yang dihukum penjara beberapa bulan menurut saya sudah adil, karena mereka salah dan harus dihukum, namun yang tidak adil adalah mereka yang jelas2 maling tapi gak ditangkep!!
    ironis!

  4. JR berkata:

    ya begitulah cerita di negara kita selalu saja kontroversi…..

  5. ajahindra berkata:

    As Salamu ‘alaikum
    Indonesia… negeri yang aneh.
    Jin gentayangan di peradaban manusia.
    Kenapa bisa begini?
    Siapa yang paling bersalah?
    Bisakah kita memperbaikinya?

    Beberapa Sya’ir

  6. kucingusil berkata:

    wah, saya jadi punya sisi pandang yg baru buat kasusnya Mbah Minah. saya pun kena latah sosial dg mengutuk penegak hukum yg menangkap Mbah Minah. saya lupa salah itu cuma ada semacam bukan terbagi dua salah kecil dan salah besar 😆
    hanya tidak puas hati aja, saat yg jelas ada pencurian beribu meter kubik kayu atau penyalahgunaan uang rakyat para penegak hukumnya malah melempem kayak kerupuk masuk angin :p

  7. holahoop berkata:

    hukum nya udah bener [walopun tidak 100% sempurna coz buatan manusia], tapi tidak diterapkan untuk mencapai keadilan berdasarkan ketuhanan yg maha esa, belum ditambah faktor X (mengutip kata2 dosen saya waktu kuliah hukum)

  8. rian berkata:

    indonesia ajaib yaaa.. 🙂

  9. oglek berkata:

    buat media rating adalah raja, tak peduli walaupun harus mengeksploitasi penderitaan dan kemiskinan.

  10. elia|bintang berkata:

    tapi sbnrnya polisi itu udah ngebujuk orang yg nuntut maling semangka itu supaya damai loh.. di kasus2 lainnya juga gitu. cuma orang2 ini yg ga mau nyabut tuntutannya. orang2 aneh :mrgreen:

  11. […] anak-anak Kang, apa ya mau sampeyan acungi parang kayak Paklik Noyo dulu? Atau mau sampeyan laporkan polisi? Wong cuma semangka sebiji saja.” Kata […]

  12. […] Kang Noyo tersenyum melecehkan, “Kenapa bukan Mbah Minah saja yang didukung? Atau bikin gerakan masa mendukung penuntasan kasus […]

Tinggalkan komentar