Arogansi Ala Pak RW

Minggu kemaren saya mengikuti rapat RT. Di tengah gerimis saya bingung nyari alamat yang tercantum di undangan, gang II nomor 121. Harap maklum, semua rumah di gang sempit menuju ke sungai itu bernomor 121, bukan salah bagian tata kota tentunya, karena hampir semua rumah di sini memang ndak make ijin. Tetangga-tetangga saya ini agak minder untuk masuk ke gedung-gedung pemerintah.

Pertemuan berlangsung gayeng walaupun yang hadir cuma sekitar 11 orang dari puluhan Kepala Keluarga penghuni RT. Salah satu yang dibahas adalah masalah demam berdarah, warga mengusulkan agar diadakan kerja bakti membersihkan got, dan ada satu warga yang mengusulkan agar dilakukan pogung.

Pogung? Awalnya saya juga ndak mudheng, sampe akhirnya orang tersebut tampak mikir di akhir usulan, “Eh, yang bener pogung apa poging ya?”

Oalah! Ternyata yang dimaksud Fogging alias pengasapan untuk mberantas nyamuk.

Usulan kerja bakti langsung diterima, tapi untuk fogging Pak RT bilang lebih baik nunggu pengasapan dari kelurahan. “Biayanya mahal kalo kita minta sendiri, saya kuatir kalo warga diminta urunan bisa jadi masalah seperti tahun kemaren,” Begitu alasan Pak RT.

Karena saya belum genap setahun tinggal di sini, selesai rapat saya nanya sama Pak RT, “Memangnya tahun kemaren ada masalah apa Pak?”

“Hampir sama kayak sekarang ini Mas, di rapat RT ada yang usul untuk diadakan pengasapan. Sama persis seperti sekarang, yang dateng ndak sampe 15 orang. Warga yang ikut rapat kuatir keburu jatuh korban kalo misalnya nunggu pengasapan dari kelurahan yang belum jelas jadwalnya.” Jawab Pak RT.

Karena sudah diputuskan akhirnya tiap warga diminta urunan lima ribu rupiah. Tapi yang namanya warga kampung, urunan segitu juga bisa jadi masalah, apalagi karena ndak dateng waktu rapat ada sebagian warga yang merasa Pak RT mengambil keputusan secara sepihak. Walau begitu pengasapan berlangsung dengan sukses.

“Tapi setelah itu Mas, rupanya soal urunan lima ribu itu sampe ke telinga Pak RW, saya beberapa kali dipanggil sama beliau. Ndak cukup dipanggil sendiri, satu RT diundang untuk melihat saya dicecar masalah duit dan pengasapan itu. Alasan saya bahwa pengasapan itu untuk mencegah jatuhnya korban ndak diterima sama Pak RW, katanya alasan itu ndak dilandasi fakta yang kuat, asumsi saya katanya ndak terukur, ndak ngerti lah,” Lanjut Pak RT.

Pak RW bilang kondisi saat keputusan pengasapan diambil belum termasuk kondisi gawat, sehingga pengasapan belum dianggap perlu, dengan alasan sampai saat itu belum ada warga yang terserang penyakit demam berdarah.

“Yang lebih parah, Pak RW menuduh saya menggunakan sebagian dana itu untuk menyuap warga supaya milih saya jadi ketua RT lagi,” Kata Pak RT sambil geleng-geleng.

Hasil sidang di rumah RW (yang ternyata menguras dana RW lumayan besar untuk menjamu warga yang diundang) mengatakan Pak RT dianggap bertanggung jawab atas pengambilan keputusan pengasapan yang tidak didasari alasan yang kuat serta cenderung sewenang-wenang. Dan masalah urunan itu akan diserahkan kepada Pak Yono selaku hansip untuk menyelidiki benarkah ada penyelewengan dana pengasapan yang dilakukan Pak RT.

“Tapi yang repot Mas, waktu saya mau ngadep Pak RW untuk mengajukan permintaan dana perbaikan jalan sebelah mushola, beliaunya ndak mau nemui saya. Katanya masalah urunan saja belum beres kok mau ngomongin dana lagi, padahal ini kan untuk kepentingan warga,” Ujar Pak RT.

Sementara itu Pak RW juga ngancam Pak Yono yang dianggap menyepelekan keputusan sidang di rumah beliau, kalo sampe ndak bisa membuktikan penyelewengan dana urunan yang dilakukan Pak RT maka alokasi dana RW untuk biaya pos kamling berikut honor hansip akan dipotong.

“Memangnya kampung ini punya Pak RW ‘po??” Sambung Pak RT dengan nada emosi.

“Padahal kalo mau adil, misalnya saya memang sementara waktu ndak boleh ngurusi RT sampe masalahnya jelas, seharusnya Pak RW juga non aktif dulu, wong waktu itu sudah santer isunya beliau motong dana BLT!” Pungkas Pak RT.

Saya jadi mesam-mesem sendiri, jangan-jangan Pak RW ini anggota DPR?

Jiyan!

11 comments on “Arogansi Ala Pak RW

  1. wongiseng berkata:

    Mas, iki kisah nyata to ? Weleh kok beneran mirip sama yang tingkat nasional ya πŸ˜†

    #stein:
    mosok mirip sih mbah? otak saya ini ndak njangkau kalo yang nasional-nasional, cukup lingkup RT saja lah :mrgreen:

  2. Harikuhariini berkata:

    Potret negaraku. Indonesia tercinta.
    ‘mari qt mengheningkan cipta, hening cipta di mulai’

    #stein:
    …….

  3. Dewa Bantal berkata:

    Pak RW yang sangat menyebalkan. Seng isa di pikirane kok isine sunat2 an dana terus… durung disunat kae, njaluk di pruges total! Ugh!

    Artikel ini perlu di print, jadikan selebaran, dan diedarkan ke Warga kampungmu setempat! Biar tambah kebakaran jenggot si RW dan nyunat awak’e dewe wakakaka.

    #stein:
    miris mas, yang seperti ini ndak cuma di level RT RW saja 😦

  4. big sugeng berkata:

    Sebagai pejabat RW saya merasa bahwa saya lebih tinggi daripada para ketua RT dan warganya….
    kenapa saudara2 tidak mempertimbangkan dan ngewongke saya?? Terus buat apa ada RW kalau saya dicuekin….

    #stein:
    waduh, Pak RW-nya dateng πŸ˜†

  5. prasetyandaru berkata:

    bagemana nantik kalok RT bener2 gajian? bisa2 kampanye-nya saingan ma kampanye-nya Barrack Obama….masup tipi kek beberapa cagub ituh…nDarjoni, SH for RT 01 kelurahan mBulakgatel

    #stein:
    kalo di jakarta pemilihan RT sudah kayak pilihan lurah di kampung lho mas πŸ˜†

  6. | MukaBantal berkata:

    […] kekerabatan rasanya semakin lama semakin hilang yah? Aku kemarin baca postingan Mas Tein tentang Pak RW nya, yang disitu tersirat kalau kegiatan gotong royong rupanya masih ada. Hebat lho, aku pikir sudah […]

  7. KangToshi berkata:

    nek di daerah sini fogging mah udah sering dilakuin mas stein, dan kayaknya harus rutin, masalah kita serahkan semua ke Pak RT toh setiap bulan juga kita dimintai iuran … kemarin awal maret ada tetangga temen jamaah di mushola putrinya kena DBD, karena ga cepet ditangani dikiranya panas biasa akhirnya meninggal di RS, so kejadian seperti ini semoga jangan sampai terulang … kewaspadaan dan pemahaman atas gejala penyakit DBD itu penting … semoga tidak menjalar ke daerah lain …

    #stein:
    sebenernya ini bukan mau cerita soal fogging kok mas πŸ˜†

  8. marshmallow berkata:

    wah, saya masih ingat cerita soal pak RW yang menyunat dana BLT itu lho.
    ternyata sepak terjang baliau tak berhenti sampai di situ, ya.

    tapi memang ada kondisi tertentu untuk melakukan fogging atau pengasapan, mas.
    yakni bila ada kasus. alasannya selain butuh biaya, fogging juga hanya membunuh nyamuk dewasa, jadi tidak efektif dalam kondisi tidak ada kasus. wong jentik-jentiknya gak ikut mati, dan pada gilirannya jadi berpotensi untuk menjadi vektor juga.

    apapun, pak RW memang arogan. saya setuju!

    #stein:
    mirip-mirip sama kelakuan beberapa elit politik tho? :mrgreen:

  9. Asop berkata:

    Lah, itu pak RT-nya punya bukti tertulis jumlah uang2 yang ditarik dari warga gak? Semisal, buat tabel nama2 KK yang ada, terus dicentangin yang bayar berapa. Kan jumlahnya ketahuan toh, berapa KK yang bayar, jadi ketahuan jumlah totalnya. Jadi bisa tahu kan berapa dana yang didapet, dana yang digunakan untuk fogging, dan sisanya berapa?
    Sekalian bon atau tanda bukti pembelian jasa fogging, masa’ gak ada?
    Ya kalo gini pak RT-nya juga salahj…. harusnya ada pembukuan…

    Kalo udah ada bukti pak RW masih marah, itu artinya pak RW marah karena kecolongan kesempatan buat nilep dana… :mrgreen:

    #stein:
    pertama yang dipermasalahkan bukan soal penggunaan dananya, tapi pengambilan kebijakannya… πŸ˜†

  10. l.wiji widodo berkata:

    …pak erwe model gini memang pantas di sate aja…(sate erwe msh lezat kok)

    #stein:
    walah, sadis! πŸ˜†

  11. Mas Adien berkata:

    baru pulang dari rapat RT mbahas pemechan RT dg hasil : rapat berakhir kisruh malah sempet ada yg misuh sgala…..

    #stein:
    mungkin sajennya kurang mas πŸ˜†

Tinggalkan komentar