Pahlawan Devisa yang Terabaikan

Guru saya jaman sekolah dulu mengajarkan bahwa negara Indonesia memiliki letak yang strategis karena berada di antara dua benua dan dua samudera, ndak cuma itu, negara Indonesia juga negara yang dipenuhi dengan kekayaan alam, mulai dari rempah-rempah yang telah menarik sekian banyak penjajah, tanah yang subur, hutan yang melimpah, sampai beraneka jenis bahan tambang. Saya bayangkan muka saya waktu itu mungkin berbinar-binar, ndak ada negara yang sehebat Indonesia di dunia ini.

Ndak nyangka, sumber daya alam yang begitu melimpah ternyata masih ndak cukup buat Indonesia. Manusia yang menghuni negara ini pun secara ndak sadar telah bermutasi menjadi sumber daya alam, tersedia dalam jumlah yang banyak, mudah untuk dieksploitasi, dan yang jelas sudah tersedia pasar yang mau menyerapnya.

“Maksudmu itu apa tho Le?” Tanya Kang Noyo tadi sore, waktu sama saya ngopi di warung Mbok Darmi sambil menikmati rintik hujan.

“Ya itu Kang, saya sedikit kecewa. Negara kita ini ternyata ndak sehebat yang saya bayangkan waktu masih SD dulu.” Jawab saya sambil nyebul asap rokok.

Sumber daya alam yang berlimpah itu jadi nyaris ndak ada artinya karena ternyata kita cuma mampu jadi buruh di negeri sendiri, bahkan sebagian lagi untuk sekedar mburuh di negeri sendiri pun ndak bisa. Percuma negara punya kekayaan alam yang berlimpah tapi 2,6 juta penduduknya terpaksa mburuh di negara lain.

“Itu pun saya yakin jumlah sebenarnya lebih besar lagi Kang, sampeyan tau sendiri banyak yang berangkat ndak lewat jalur resmi.” Lanjut saya.

Di Malang, tempat tinggal saya, banyak sekali iklan yang menawarkan untuk menjadi TKI di luar negeri, mulai dari spanduk dan baliho, sampe iklan di televisi lokal. Yang tertarik sudah bisa ditebak, sebagian besar orang dari kampung yang datang tanpa kemampuan profesional memadai. Celakanya pemerintah seakan memasrahkan nasib para calon TKI ini kepada biro-biro tenaga kerja swasta, tanpa pengawasan serius pada sistem perekrutan dan pelatihan calon TKI, belum lagi pendokumentasian yang amburadul.

“Miris tenan Kang, pemerintah itu cuma mengelu-elukan mereka sebagai pahlawan devisa tapi nyaris ndak pernah ngasih perlindungan yang memadai. Padahal duit yang mereka kirim itu guede lho Kang.” Ujar saya lagi.

Data yang dirilis Bank Dunia menyebutkan jumlah dana yang dibawa masuk oleh buruh migran ke Indonesia pada tahun 2009 mencapai 6,793 miliar dollar AS, sedangkan tahun 2010 diperkirakan dana tersebut naik menjadi 7,139 miliar dollar AS.

Kalo dengan bantuan luar negeri yang cuma 1-2 miliar dolar saja sudah membuat pejabat-pejabat kita mengangguk-angguk hormat pada negara pemberi, seharusnya pemerintah bersikap lebih serius dalam melayani kebutuhan para TKI.

“Bener kamu Le, harusnya pemerintah lebih serius dalam menangani perekrutan dan pelatihan TKI. Kalo perlu libatkan juga TNI dan BIN.” Kang Noyo yang dari tadi cuma ngangguk-ngangguk sekarang masang muka serius.

Lha kok sampe ada TNI dan BIN? Badan Intelijen Negara?

“Memang perlu itu Le! Jangan sampe TKI berangkat tanpa persiapan keselamatan yang cukup, mereka juga harus dibekali kemampuan fisik dan rasa patriotisme yang tinggi. Ndak papa tho dilatih dulu di Batujajar 3 bulan dulu? Nanti pas mereka lulus dari situ pasti kompak-kompak, jadi di luar negeri pun akan tetep saling mbantu karena semangat korpsnya tinggi!” Lanjut Kang Noyo.

Oalah tobil anak kadal! Lha trus apa urusannya sama Badan Intelijen Negara?

“Saat ini hampir di tiap negara sudah ada komunitas TKI-nya Le, misalnya di Taiwan atau Arab Saudi. Tapi kan ndak semua TKI bisa punya akses ke situ, dan siapa tau mereka memang ketemu majikan yang membatasi akses komunikasi. Kalo sudah begini berarti mereka butuh kemampuan untuk bisa berkomunikasi secara rahasia, ini kan keahliannya BIN.” Pungkas Kang Noyo.

Kang Noyo ediyan! Mosok ya bisa?

Saya jadi membayangkan Yu Sarmi, tetangga saya yang jadi TKW di Arab, sedang lari-lari di hutan pake seragam komando.

Jiyan!

9 comments on “Pahlawan Devisa yang Terabaikan

  1. […] This post was mentioned on Twitter by Aris FM, Tobagus Manshor. Tobagus Manshor said: Pahlawan Devisa yang Terabaikan: http://wp.me/ppZ5c-y4 […]

  2. Legend Wannabe berkata:

    wah ironis memang ya, negara kaya sumber alam tapi rakyatnya banyak yang harus mburuh di negara lain.
    pemerintah harus segera berbenah, benar2 gak tega saya melihat TKI2 yang disiksa dengan kejam. hiks

  3. Abi Sabila berkata:

    harus diakui bahwa bangsa Indonesia belumlah menjadi bangsa yang besar karena belum bisa menghargai jasa para pahlawan ( devisa ) nya. Kasihan mereka para TKI yang mendapati hujan batu di negeri sendiri, hujan bara di negeri tetangga

  4. Hihihi… saya geli sekaligus terharu saat membaca bahwa manusia penghuninya sudah bermutasi menjadi SDA.

    Salam

  5. mawi wijna berkata:

    pemerintah sibuk mencari bantuan sampai-sampai lupa siapa yang hendak dibantu :p

  6. ndaru berkata:

    betul itu, minimal bisa ngakali makek telpon di rumah kalok mau laporan ke KBRI dia dianiaya majikannya

  7. chocoVanilla berkata:

    Saya sedih sekali soal ini. Negri yang kaya raya gemah ripah lohjinawi (kapan itu?) ko ya eksport pembantu 😦

    Seharusnya boleh ngirim TKI tapi yg punya keahlian, bukan sekedar PRT 😦

  8. dewira berkata:

    waduhh da lama ga berkunjung..byk sekali yg harus dibaca 🙂

  9. dewira berkata:

    megang bgt Mas, mereka memang harus harus dihormati

Tinggalkan komentar