Berhenti Ngrusuhi, Mari Bantu Merapi

Semalem Malang hujan deres, dari siang sampe malem ndak berhenti. Sambil menyesap kopi pelan-pelan di warung Mbok Darmi saya berdoa dalam hati, semoga di tempat pengungsian warga yang sedang kena bencana cuacanya ndak seperti ini. Mbakyu saya yang berdomisili di Denggung, Sleman, cerita kalo hujan jalanan jadi licin karena debu yang menumpuk berubah jadi lumpur. Saya bayangkan betapa ngenesnya di pengungsian kalo dalam kondisi yang serba terbatas masih harus bermandi lumpur.

Merapi memang masih anget, seanget kecemasan saya akan kondisi mbakyu yang tiap hari harus menitipkan tiga anaknya ke mertua karena suami istri harus bekerja untuk membuat asap dapur terus ngebul. Saya miris waktu nelpon mbakyu saya Sabtu kemaren, di saat Merapi mengamuk mbakyu saya ndak bisa nengok anak-anaknya karena pabrik tempat dia mburuh ndak memperbolehkan.

“Memang tempat mbakyumu berapa kilo dari Merapi?” Tanya Kang Noyo.

Kemaren saya sempet ngitung make aplikasi yang ada di internet, jarak rumah mbakyu saya sekitar 21,5 km dari merapi.

“Ndak perlu cemas kalo gitu, jarak amannya kan 20 kilometer.” Ujar Kang Noyo.

Mbakyu saya juga bilang sepertinya keadaan masih baik-baik saja, tapi melihat dalam berita televisi kondisi sebuah kampung yang luluh lantak oleh wedhus gembel padahal jaraknya sekitar 17 km dari Merapi mau ndak mau saya merasa was-was juga.

Dan seperti biasa, setiap hal yang menjadi pusat perhatian selalu mengundang banyak pihak yang ingin jadi free rider alias penumpang gelap. Dari yang sekedar ingin numpang ngetop sampai orang-orang sakit jiwa yang ingin ngetes seberapa hebat dampak psikologis bisa ditimbulkan oleh isu yang dia hembuskan.

“Sampeyan bisa liat dari mulai paranormal sampai artis semua berkomentar tentang merapi, semua diliput media, dan semua mendapat perhatian sesuai porsinya.” Kata saya.

“Termasuk Mbak-mbak tukang gosip yang di RCTI kemaren itu Le?” Kang Noyo mesem sambil menghembuskan asap rokoknya.

Saya sendiri ndak nonton acara infotemen yang konon meramalkan bencana Merapi akan meluluhlantakkan semua yang berada di radius 65 kilometer itu, tapi saya menduga isinya ndak jauh beda dari beberapa email yang diforwardkan ke saya. Dari mulai yang make bahasa science fiction sampe yang ditulis ala kadarnya.

“Tapi ndak papa tho Le, kan intinya mengingatkan kita untuk waspada. Daripada ndak ada yang ngasih tau trus tau-tau langsung kejadian.” Ujar Kang Noyo.

Saya menyalakan rokok, “Kondisi psikis orang-orang di daerah bencana itu sudah cukup ambruk Kang, tekanan yang mereka alami sudah cukup untuk meruntuhkan perilaku normal orang-orang seperti saya dan sampeyan. Ndak usah ditambah-tambahi.”

Saya pikir dalam kondisi seperti sekarang lebih baik kita semua berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan. Ada relawan yang mengeluh gara-gara berita di acara infotainment itu mereka dipanggil pulang oleh keluarga yang mencemaskan keselamatannya.

“Bahkan pernyataan yang mengatakan bencana sebagai teguran dan ajakan untuk bertobat pun saya kuatir melukai perasaan para korban.”

“Maksudmu piye Le? Bertobat itu kan bagus.” Kata Kang Noyo.

Memang benar ajakan bertobat itu bagus, tapi secara ndak langsung juga mengatakan bahwa rakyat di Aceh, Padang, Wasior, Mentawai, Merapi sudah dikorbankan untuk menanggung dosa-dosa yang diperbuat oleh segelintir orang di daerah lain.

“Kalo memang banyak maksiat di Jakarta misalnya, kenapa Sleman yang diluluhlantakkan?” Saya bergumam.

AS Laksana pernah menulis, kita tidak bisa memaksa seseorang untuk berpikir di luar batas kemampuannya. Untuk alasan itulah seseorang yang ndak punya pengetahuan di bidang vulkanologi macem saya seharusnya ndak usah bikin komentar yang malah akan membuat kisruh suasana. Kalo memang ndak mampu mbantu memperbaiki paling ndak jangan ngrusuhi. Juga ndak perlu menanggapi berlebihan pernyataan yang dikeluarkan oleh orang yang ndak kompeten, karena mungkin kemampuan berpikir mereka memang cuma segitu.

“Trus saya usul Kang, kebetulan temen pabrik kita ada yang rumahnya di Boyolali jadi tempat pengungsian. Mungkin lebih baik rencana sampeyan untuk beli kambing buat kurban diurungkan, disalurkan saja untuk mbantu pengungsi. Saya yakin Gusti Allah sudah nyatet niat sampeyan.”

Hujan sudah mulai reda, saya berniat pulang.

“Jangan diteruskan lagi ngomong soal berita merapi yang di infotemen itu lho Le.” Kata Kang Noyo.

“Kenapa Kang, takut disomasi?” Tanya saya.

“Bukan masalah somasi Le. Nggosip itu ndak baik, tapi ada yang lebih tercela dari sekedar nggosip.”

“Opo kuwi Kang?”

“Menggosipkan penggosip!” Seru Kang Noyo sambil beranjak pulang.

Jiyan!

 

 

Nb: untuk memantau kondisi pengungsi merapi dan demi efektifitas penyaluran bantuan silakan follow akun twitter @jalinmerapi dan buka situs http://merapi.combine.or.id/

17 comments on “Berhenti Ngrusuhi, Mari Bantu Merapi

  1. info yang menarik…

    izin nyimak ya…

    di tunggu kunjungan baliknya…

    by auto loan refinancing

  2. alfakurnia berkata:

    Gara-gara media massa yang terlalu berlebihan, 2 sepupu saya sampai dipaksa ngungsi ke Bandung. Kasihannya lagi salah satunya nggak dibolehin jemput mertuanya dulu di daerah Magelang sana karena pakdhe saya khawatir. Lha piye to?

    Untung saya ndak pernah lagi nonton infotainment, cukup baca koran aja. Lebih bisa dipercaya.

  3. […] This post was mentioned on Twitter by blogroll and Tobagus Manshor, Tobagus Manshor. Tobagus Manshor said: Berhenti Ngrusuhi, Mari Bantu Merapi: http://wp.me/ppZ5c-xT […]

  4. yensye berkata:

    kemaren di twitter ada yg sampe kekurangan relawan gara2 para relawan mahasiswa disuruh pulang ma keluarganya gara2 habis lihat inpotainment..

  5. Jauhari berkata:

    Saya jadi kesentil yang belakang mas, menggosipkan penggosip juga ndak baik.. Matur suwun mas:D

  6. Jauhari berkata:

    Mohon ijin juga nyuplik bagian terakhir postingan ini buat dibagi… 🙂

  7. dwiprayogo berkata:

    Semoga merapi segera mennjinak..
    walaupun tanpa alm mbah maridjan.

    #stein:
    amien…

  8. Abi Sabila berkata:

    satu pertanyaan, kok masih ada yang menonton dan percaya berita di infotainment yang dengan terang-terangan mengakui berita yang disampaikan itu gossip.

    #stein:
    yang jelas tontonan ini masih laku om, kalo ndak tentu sudah ndak dijual 😆

  9. mawi wijna berkata:

    aktivitas baru saya, tiap akhir pekan jadi relawan

    #stein:
    jempol buat sampeyan 😀

  10. ndaru berkata:

    saya lebih setuju sama kang noyo, berita yang bombastis kadang malah membuat kita WASPADA

    #stein:
    tapi kasian tho mbak, takut yang berlebihan malah mbikin kita bertindak ndak proporsional tho?

    • ndaru berkata:

      hmmmm….di lapangan itu malah banyak orang yang endak mau ngungsi je, seperti acuh terhadap bahaya letusan, memang sih, desa yang endak mau di evac itu KEBETULAN endak ikut kebledosan, tapi ini kemudian menjadi semacam “teladan” buat desa2 yang betul2 rawan, niru2 endak mau di evac…sampek2 kami musti mbikin surat bahwa mereka memang endak mau di evac, dan mau menanggung resiko sendiri, eeeee lha kok ndilalah, beberapa desa yang mbambung itu akhirnya kena..akibatnya para relawan musti pontang panting ngirim armada. Dan seperti ada kepercayaan lokal yang endak logis bahwa kalok desanya ini belon kesorot kamera tipi, mereka sulit bener ngungsi, ya memang sih saya endak setuju jugak kalok terus jadi endak objektip kek inpotemen itu, tapi ada juga kok yang proporsional dan inpormatip..lalu soal relawan mahasiswa yang disuruh pulang itu, itu kurang betul adanya,ya memang sebagian kecil disuruh pulang sama ortunya,tapi kemudian dari BNPB mengkoordinir para relawan mahasiswa ke bagiyan logistik dan kemudian bagiyan evac kemudian ditangani oleh tim dari TNI dan relawan tagana.

  11. Faye berkata:

    halo mas, masih ingat saya 😀 *sepertinya sudah nggak ya*
    teman saya pernah bilang, bahwa ketika bencana, maka salah satu yang bahaya adalah hoax yang timbul karenanya =|

    #stein:
    sampeyan jarang nongol sih 😆

  12. chocoVanilla berkata:

    Saya gak pernah nonton infotainmen jadi gak tau sapa mbak-mbak yang dimangsud. Tapi pasti tukang ndobos ya?

    Setuju, Mas, mereka itu sudah serba gak nyaman dengan kondisi sekarang kok malah tambah ditakut-takuti. Ayah saya juga jadi sedih. Lha Yogya itu tanah kelahiran, Bude saya yang sudah sepuh2 itu tinggal di Sagan gak jauh dari kaliurang. Ayah saya jadi kepikiran terus, mau ke sana tak berdaya 😦

    Mari bedoa untuk ketenangan batin mereka yang sedang susah hati.

    #stein:
    brarti kita sama-sama ada darah jogja mbak, simbok saya aslinya mbantul.

  13. Jafar Soddik berkata:

    Para saudara kita yang sedang mengalami musibah butuh dukungan, empati dan perkataan yang menentramkan karena psikis mereka terguncang sehingga manakala muncul berbagai macam pendapat yang saling simpang siur malah akan semakin membuat mereka bingung dan menderita.

    Semoga saja mereka semua diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi musibah ini 🙂

  14. lilliperry berkata:

    jgn menggosipkan penggosip.. ah, tertohok 😀

  15. Ely berkata:

    saya yg jauh dr tanah air hanya bisa berdoa semoga para korban diberi kekuatan lahir n bathin di sono mas

  16. Bernard Chasteen berkata:

    Great website, keep up the hard word.

Tinggalkan komentar