Benarkah RIM Ndak Mbayar Pajak?

Buat orang kecil macem saya dan Kang Noyo sebenernya ngomong soal rame-rame pemblokiran blekberi itu nyaris wagu, lha wong megang saja (megang lho ya, sekedar mencet-mencet tombolnya!) ndak pernah. Tapi topik semacam itu pun pada akhirnya akan jadi bahan obrolan juga, bukan apa-apa, ngopi dan ngudud yang kadang saya lakukan di warung Mbok Darmi akan terasa sangat membosankan kalo yang kami perbincangkan hanya soal keseharian seorang buruh pabrik, paling muter-muternya ndak jauh dari level topik gonjang-ganjing harga cabe. Ada saatnya saya dan Kang Noyo ngobrol sambil cangkrukan di atas awan, mendebatkan sesuatu yang berada di luar jangkauan, lebih menyenangkan karena tau persinggungan kami dengan hal tersebut hanya sebatas obrolan, ndak lebih ndak kurang.

Misalnya kemaren, sambil nyaut sebatang rokok saya mendadak Kang Noyo menyinggung soal pernyataan Pak Menteri bahwa RIM alias Research In Motion sebagai pemilik layanan blekberi konon menangguk pemasukan bersih Rp 2,268 triliun per tahun tanpa mbayar pajek sepeserpun.

“Ediyan tenan kuwi Le! Kita ini kerja sampe elek ndak bakal ngumpul duit segitu, bayaran tiap bulan masih dipotong pajek. Lha kok ini duit sampe triliunan ndak mbayar pajek blas, dikira ini negara mbahnya opo?!” Kang Noyo misuh-misuh.

Wew, walaupun pernyataan ini cuma lewat twitter tapi yang ngomong menteri lho, ndak sembarangan. Saya pribadi sebenernya agak bingung sama pernyataan Pak Tif, awalnya setau saya cuma masalah pornografi, setelah itu kok berkembang jadi nyangkut-nyangkut soal tenaga kerja, CSR, sampe soal pajek segala. Saya bukan termasuk orang yang anti Pak Tif, atau lebih parah lagi anti patriotisme, cuma dengan pertanyaan Pak Tif “Apakah RIM perlu diberi keistimewaan dan perkecualian?” saya malah mikir benarkah dengan segala tuntutan itu RIM mendapat perlakuan yang sama dengan pihak asing lain yang juga sama-sama nyari duit di Indonesia?

Saya menyeruput kopi pelan-pelan sambil mencoba mengarang kata-kata yang kira-kira bisa membuat saya keliatan pinter. Halah, otak saya ndak mampu mencerna. Tapi omongan Kang Noyo bahwa RIM ndak mbayar pajek tadi mbikin saya penasaran. Opo yo tenan?

Pajak di Indonesia terbagi dalam 2 macem, pajak pusat (meliputi Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan) dan pajak daerah (pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan dsb). Dengan level Pak Menteri dan RIM saya berasumsi yang beliau maksud RIM ndak mbayar pajek adalah ndak mbayar pajak pusat. Berarti kemungkinannya tinggal 2 macem yang ndak dibayar, PPh dan PPN.

“Lha PBB-nya?” Sela Kang Noyo.

Jiyah! Mosok ya PBB, kan RIM bukan juragan tanah.

Sekarang coba kita ngomong Pajak Penghasilan dulu. Objek PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Kalo liat definisi penghasilan tersebut RIM harus mbayar pajek, wong dia dapet banyak dari Indonesia.

Tapi kan dia ndak punya NPWP, wong waktu itu belum ada badan hukumnya di Indonesia.

Lha inilah yang mungkin dianggap sama Pak Tif bahwa RIM ndak mbayar pajek. Ndak salah tapi mungkin juga ndak bener. Ndak salah karena kalo sampeyan cari Surat Setoran Pajak atas nama RIM memang ndak bakal nemu. Tapi juga ndak bener karena mungkin sebenernya RIM tetep mbayar, hanya saja mbayarnya nitip lewat operator lokal yang bekerjasama dengannya.

“Jadi begini Kang, kalo sampeyan liat di Undang-undang PPh, badan hukum yang ndak berkedudukan di Indonesia ini termasuk subjek pajak luar negeri, lha atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak lokal kepada badan hukum tersebut harus dipotong PPh Pasal 26. Kalo sampe ndak dipotong ya salahnya Wajib Pajak lokal, bisa dikeplaki sama orang pajek.” Kang Noyo manggut-manggut mendengar penjelasan saya, entah mudheng apa ndak.

Negara kita sudah punya perjanjian perpajakan dengan Kanada mulai tahun 80-an, yang kemudian diperbaharui tahun 1999. Di situ diatur bagaimana supaya ndak ada pengenaan pajak berganda, sekaligus juga perjanjian soal pertukaran data perpajakan. Agak sulit diterima nalar saya kalo sampe operator lokal berani membiarkan 2 triliun lolos begitu saja tanpa dipotong pajak penghasilan sama sekali.

Itu yang Pajak Penghasilan, yang Pajak Pertambahan Nilai malah lebih ndak masuk akal lagi kalo ndak mbayar.

Kok bisa?

PPN itu pajak konsumsi, alias pajak yang dibayar konsumen karena melakukan konsumsi. Dalam hal ini pengguna blekberi selaku pengguna jasa lah yang membayar pajak. Dalam Pasal 4 Undang-undang PPN jelas disebutkan bahwa jasa termasuk objek PPN. PPN menganut prinsip negative list, alias yang disebutkan dalam daftar cuma barang dan jasa yang ndak kena PPN, kalo ndak ada dalam daftar itu berarti kena PPN.

Lebih ndak masuk nalar lagi kalo misalnya pajak yang dibayar oleh konsumen ternyata ndak disetor ke negara tho?

Raut muka Kang Noyo mengkerut, “Sik tho Le, memangnya kamu tau jasa apa yang disediakan sama RIM, trus bentuk kerjasama mereka sama operator lokal itu seperti apa?”

Saya gelagepan.

“Lha nek kamu ndak ngerti, trus dari tadi itu kamu ngomong apa? Rugi ndenger kamu nggedabrus thok!” Satu seruputan terakhir dan Kang Noyo bergegas keluar warung.

Lha iya, dari tadi saya itu ngomong apa?

Jiyan!

8 comments on “Benarkah RIM Ndak Mbayar Pajak?

  1. dobelden berkata:

    klo si JFlow ngomongnya gini : ada 2 desa, A dan B, ada pengusaha empang A jualan ikan di desa B, lalu dipalakin oleh Preman B, misal sekilo palakannya 1 ikan, nah krn ngrasa gak puas, sipreman B ini mau malakin empangnya yg didesa A dengan cara bangun empang didesa B, tp sipengusaha mikirnya wong dengan empang di A saja desa B sudah terpenuhi kebutuhan ikannya, ngapain invest bangun empang di desa B? borosdotkom, trs di Ronald tanya : Empang itu apa? dijawab : server data RIM di kanada, lha klo premannya itu siapa? … klo itu jawab sendiri hihi…

    yg jelas sih motifnya pak @tifsembiring ini adalah “setoran kurang” hihi

    #stein:
    wew, setoran opo iki mas? *ngikik*

  2. […] This post was mentioned on Twitter by Tobagus Manshor. Tobagus Manshor said: Benarkah RIM Ndak Mbayar Pajak? http://goo.gl/fb/fMx1g […]

  3. Chic berkata:

    anuh, sejak November lalu RIM sudah punya badan hukum di Indonesia.
    Cuma yang dipermasalahkan sama si Bapak Menteri ini kan ga bayar pajaknya RIM sebagai operator yg punya server, bukan sebagai penyedia layanan.

    kalo gitu ya jadi pengen nanya lagi, itu google, atau yahoo, atau si wordpress ini lah yg paling deket, emang bayar pajak gitu di Indonesia? Padahal ya mereka juga dapet penghasilan gede loh dari sini

    hihihihi

    #stein:
    makanya saya bilang “waktu itu” mbak, sebelum mereka mbuka kantor di sini. yang jelas kalo soal mbayar pajek ato ndak yang tau ya orang pajek, bukan Pak Tif

  4. Nurdin berkata:

    Kok bisa jadi mentri ki piye to? Jiyaaan

    #stein:
    ya bisa, kan yang penting dipilih sama pak beye

  5. bangaip berkata:

    Wah ulasannya dari sudut pajak bagus banget ini, Mas. Terimakasih. Saya sudah banyak baca ulasan RIM vs RI (RI versinya Tifa) dari sudut antropologi ekonomi (lahan kerja + ranah kerja), sosial teknologi (filter konten), tapi belum dari sudut pajak. Ini tulisan keren euy. Terimakasih.

    #stein:
    hahaha, cuma ulasan kelas warung kopi saja bang 😆

  6. big sugeng berkata:

    mungkin pernyataan yang terburu-buru tanpa nanya ke temen yang orang pajek jadinya beginilah
    tapi saya salut atas keberaniannya

    #stein:
    lebih salut lagi kalo beraninya didukung data valid tho om 🙂

  7. Jangan Diklik berkata:

    gw gg usah mkirin, org gg punya BB

Tinggalkan komentar