Ibu yang Sempurna

ibu dan anak

Aku gak akan pernah bisa jadi ibu yang baik, itu yang selalu dibilang sama Mas Darmo, suamiku. Tiap kali aku bertanya kemana dia pergi sampe harus pulang pagi, dia akan bilang panjang lebar tentang beratnya beban yang harus dia pikul, tentang lembur yang harus dijalani dan kurang bersyukurnya aku sebagai istri.

Dia akan ngomel panjang lebar tentang anak-anak kami yang makin bengal, gak hormat dan patuh, yang berisik waktu dia tidur di akhir pekan, yang nilai sekolahnya gak juga membaik, dan yang lain-lain, dan yang lain lagi. Dia selalu bilang bahwa tanggung jawabnya adalah mencari nafkah di luar, dan mendidik anak-anak adalah tanggung jawabku.

Kebutuhan rumah tangga kami tercukupi, berarti tanggung jawabnya sudah dilakukan dengan baik. Anak-anak kami kurang terdidik, berarti aku memang gak bisa mengemban tanggung jawab.

Suamiku selalu benar, gak mungkin dia salah. Tetangga-tetangga kami bilang kalo suamiku selalu jadi yang terbaik dari kecil, di sekolah selalu ranking pertama, biaya pendidikan selalu didapat dari beasiswa, setelah lulus pun langsung ditawari kerja dan karirnya gak pernah redup.

Sedangkan aku, dari kecil orang tuaku selalu bilang kalo aku anak sial. Sekolah selalu jadi yang paling bodoh, malas, gak punya prestasi apapun, secara fisik juga gak istimewa. Beda jauh sama Mbak Narti, mbakyuku yang ayu dan pernah jadi siswa teladan kabupaten. Mungkin hanya keberuntungan yang saat itu membawa perkenalanku dengan Mas Darmo, dan sempat membuat orang tua terbelalak gak percaya waktu anak juragan tanah itu datang melamar ke rumah.

Suamiku selalu bilang bahwa anak kami adalah anak-anak yang hebat, dengan bakat yang terpaksa gak berkembang karena ibunya yang bodoh gak bisa mendidik dengan baik. Bukannya aku gak pernah mencoba, sering aku membaca-baca tips untuk menjadi orang tua yang baik, tapi suamiku selalu bilang itu percuma, otakku yang pas-pasan ini gak akan pernah bisa mencerna.

Aku tidak akan bisa menjadi ibu yang baik, tidak di dunia ini. tapi aku berjanji, aku akan menjadi ibu yang lebih baik, ibu yang sempurna untuk anak-anak hebat ini.

Aku harap si sulung tidak kesakitan, kayu ini pasti telah mencabut nyawanya pada pukulan pertama. Anakku yang bayi mungkin sedikit menderita saat nafasnya kuhentikan dengan paksa. Tapi gak apa-apa, daripada di dunia bakat mereka tersia-sia. Racun di gelas ini akan membuatku menyusul mereka, dan aku berjanji, aku akan menjadi ibu yang sempurna di sana.

32 comments on “Ibu yang Sempurna

  1. mas stein berkata:

    mari hentikan kekerasan dalam rumah tangga, baik kekerasan fisik maupun verbal πŸ™‚

  2. Dot berkata:

    Mungkinkah kesempurnaan di sini dan disana itu di awali dengan dosa – dosa? atau malah berakibat sebaliknya? bagai tiada jalan lain.

    #stein:
    ini bukan tentang di sana, ini tentang di sininya

  3. christin berkata:

    Aduh sedih πŸ˜₯

  4. sabai95 berkata:

    Menurut KPA, 80% pelaku kekerasan terhadap anak adalah orang tua, terutama Ibu. Anak menempati posisi terlemah dalam keluarga dan ibu-lah yang lebih byk menghabiskan waktu dengan anak, ketimbang bapak.

    Maka bila ibu stress, anak menjadi rentan terhadap perlakuan kasar yg tidak semestinya, disengaja maupun tidak. Komunikasi yg lancar & terbuka antara ibu dan bapak, hukumannya wajib, buat seluruh keluarga.

    #stein:
    hukumnya kali mbak, bukan hukumannya πŸ˜†

  5. risdania berkata:

    aduh seremnya,,karna itu sangat pnting yang namanya komunikasi,,

    #stein:
    memang serem, saya juga baru nyadar kalo tulisan saya ini serem *eh*

  6. prasetyandaru berkata:

    Enakan Mas Darmo-nya itu..dia pasti kawin lagi.

    #stein:
    halah!

  7. Takodok! berkata:

    duh 😦
    penganiayaan verbal kejamnya ga nanggung2 😦

    #stein:
    kadang yang verbal malah lebih kejam tho mbak

  8. arman berkata:

    hadoh… serem amat ceritanya mas…

    #stein:
    sebagai pengingat saja mas

  9. mawi wijna berkata:

    dengaren dirimu nulis artikel kayak gini Kang? tersentuh saya, apa yg kita maksud sebagai sesuatu yang benar, kadang berbenturan dengan perasaan. Duh!

    #stein:
    saya juga heran, kok tumben nulis beginian πŸ˜†

  10. Chic berkata:

    πŸ˜₯ πŸ˜₯ πŸ˜₯

    #stein:
    cup cup cup *sodorkan taplak meja*

  11. devieriana berkata:

    hiks.. sedih banget sih πŸ˜₯

    #stein:
    heh! jangan sedih-sedih, sana kerja lagi! :mrgreen:

  12. itikkecil berkata:

    yup… stop kekerasan rumah tangga. kekerasan verbal juga bisa berdampak buruk tanpa disadari oleh banyak orang.

    #stein:
    celakanya, yang kayak gini kadang gak kedeteksi

  13. chocoVanilla berkata:

    Huwaaaa, aku menangiiisss huwaaa….
    Kasian banget sih si ibu itu, udah dibodoh-bodohin masih juga melakukan tindakan bodoh.

    Mangkanya hai para suwami,jangan suka mencela istrimu. Klo ada sesuatu ha mbok disampaikan dengan baik. Bgaimanapun semua istri pasti mencoba melakukan yang terbaik. Mestinya si ibu itu sadar, sekalapun suami bahkan dunia mencelanya, tapi anak-anaknya pasti menghargai dan mencintainya.

    (halah, wong crito kok dieyeli hihihi…)

    #stein:
    lha kok jadi inget simbok saya kalo lagi nonton sinetron, pas tokoh jahat kena batunya simbok saya langsung komentar dengan ekspresif, “RASAKNO!!” :mrgreen:

  14. macangadungan berkata:

    aku merinding bacanya… mgkn para ibu yg membunuh anaknya berpikiran sperti ini. ketika mereka ketakutan tdk bisa mnjd ibu yg sempurna… poor them.

    #stein:
    pasang mata pasang telinga mbak, siapa tau di sekeliling kita ada yang menjadi pelaku/korban kekerasan verbal, efeknya kadang lebih parah

  15. Asop berkata:

    speechless… 😦

  16. darnia berkata:

    Sedangkan aku, dari kecil orang tuaku selalu bilang kalo aku adalah anak yang sial <— ini yang salah.Pembunuhan karakter :p

    #stein:
    kadang mulut memang lebih tajam daripada pedang πŸ™‚

  17. Antyo Rentjoko berkata:

    glek. pahit. langsung mumet saya.

    #stein:
    kalo endingnya begitu nanti malah dagelan πŸ˜†

  18. ini cerita fiksi atau nonfiksi?

    #stein:
    fiksi boss

  19. adipati kademangan berkata:

    ups, gak iso komen maneh wes
    Ungkapan “killer statement” kadang tidak dirasakan oleh pengucapnya namun berakibat fatal bagi penerimanya.

    *aku duwe kosakata anyar kuwi, jek tas moco artikel “killer statement” kuwi je*

    #stein:
    killer statement kuwi opo om? semacam jajan pasar?

  20. […] This post was mentioned on Twitter by mas stein and mangkum, mas stein. mas stein said: Ibu yang Sempurna: http://wp.me/ppZ5c-rO […]

  21. dewira berkata:

    tumben nulis fiksi Mas?

    #stein:
    coba-coba mbak, asline ndak bisa saya nulis beginian, ndak mbakat

  22. bluethunderheart berkata:

    mau bilang apa y blue iki karo postmu,maz
    agak serem namun pasti ada sesuatu yg hendak disampaikan dari sebuah postingan ini
    salam hangat dari blue

    #stein:
    tekanan yang ndak tersalur akan mengerikan saat meledak

  23. edratna berkata:

    Duhh serem banget….ibu yang tak berbahagia dan stres….kasihan anak-anaknya

    #stein:
    kasian semua itu mbak

  24. […] muncullah kejadian seperti karangan saya kemaren, seorang ibu yang ndak kuat mental karena sering mengalami kekerasan psikis akhirnya mengambil […]

  25. DikMa berkata:

    surga ada ditelapak kaki ibu

    #stein:
    itu surganya anak, kalo surganya bapak lain lagi

  26. hamidah berkata:

    whuaaaaa saya nangiisssss….

    kekerasan yang paling kejam adalah kekerasan psikis. luka luar bisa sembuh dengan obat akan tetapi luka hati susah sembuhnya. Hiiiii merindiiiinggg…..

    dwuh jadi inget suami, terima kasih telah menjadi suami yang baik bagiku dan anakku.

    #stein:
    makanya saya pesen supaya kita lebih aware pada keadaan sekitar

  27. lekdjie berkata:

    Untungnya belum nikah,jadi bisa belajar dari dongengannya mas stein ini.

    Btw,dulu simbok berkata : ojo keminter le..le..,sak pinter-pintere kowe isih akeh wong sing luwih pinter mblegedhu ngluwihi kowe…

    #stein:
    kalo kata guru saya dulu, jangan sombong karena tiap orang punya kelebihan dibanding kamu paling ndak dalam satu hal

  28. Riri Yamachan berkata:

    Huhuhuhu…. Apik Mas! Btw karakter Mas Darmo itu, pinter-pinter yo gak pinter njaga hati apa ya? Kok istri dibodoh-bodohin…

    #stein:
    namanya fiksi mbak, terserah yang ngarang πŸ˜†

  29. venus berkata:

    been there πŸ™‚

    #stein:
    wogh! 😯

  30. Hiks… serem banget sih.

  31. yohanacandra berkata:

    mas darmo itu apanya mbok darmi ? #nyamberhore

Tinggalkan komentar