Mau Tertib? Potong Bayaran!

Di sebuah kementerian yang dulunya dikenal sebagai salah satu tempat paling basah di negeri ini sejak dilakukannya reformasi birokrasi ada aturan absen yang lumayan tegas, dan konon yang akan diberlakukan lebih detil lagi. Menurut seorang temen saya di bawah ini adalah aturan di sana :

Terlambat / Pulang Cepat

Waktu

Persentase Potongan Bayaran

I

1 menit – 30 menit

0,5%

II

31 menit – 60 menit

1%

III

61 menit – 90 menit

1,25%

IV

>90 menit

2,5%

Misalnya seharian sampeyan ndak masuk potongannya 5%. Kalo misalnya sampeyan terlambat atau pulang cepat 3 kali dalam satu bulan sanksinya adalah peringatan tertulis pertama dengan konsekuensi dipotong bayaran 15% selama satu bulan. Setelah itu misalnya selama tiga bulan setelah peringatan pertama sampeyan mengulang kesalahan yang sama akan mendapat surat peringatan kedua dengan potongan bayaran 20%. Oiya, tentu saja absensinya make fingerprint.

“Kapok!” Kata Kang Noyo sambil ngakak waktu ketemu saya tadi sore di warung Mbok Darmi.

“Memang seharusnya begitu Le, biar pegawai negeri itu ndak seenaknya, pagi kita dateng orangnya belum ada, siang kita balik orangnya sudah pergi, gitu kok katanya pelayan masyarakat.” Gerutu Kang Noyo.

“Lha tapi kalo cuma absen trus minggat kan percuma juga Le?” Ujar Kang Noyo lagi.

“Hahaha, yo ndak tau lagi kalo begitu Kang. Tapi konon katanya standard penilaian pekerjaan juga sudah mulai diatur kok, jadi bossnya mbikin rencana kerja sama targetnya, nanti dinilai tingkat penyelesaiannya, tapi yo cuma katanya itu.” Saya meringis.

Sebuah kementerian dengan pegawai yang berjumlah ribuan saja bisa diatur, makanya saya heran ada sebuah lembaga terhormat di negeri ini yang jumlah anggotanya ndak seberapa tapi ndak mampu mengendalikan nafsu mbolosnya.

“DPR tho maksudmu?” Tanya Kang Noyo.

Saya mesem, sebenernya ini masalah yang cukup klasik, anggota DPR yang konon terhormat ini semangatnya waktu pemilu saja, teriak sana teriak sini, obral janji sana sini. Merangkul semua lapisan masyarakat, dari mulai yang bersorban sampai yang tatoan, dari ikut pengajian sampe ndangdutan, pokoknya semua dilakukan dengan penuh semangat perjuangan.

Tapi begitu sudah terpilih jadi anggota dewan sebagian besar langsung melempem, ikut rapat sambil terkantuk-kantuk, mainan henpun, cuma sesekali ikut bersorak waktu meledek sesama anggota dewan atau berkoar mencaci pesakitan. Dan banyak juga seperti yang sekarang rame (lagi) diberitakan, mbolos.

Mungkin saking mumetnya para pimpinan DPR mengatur polah anak buahnya yang macem anak TK itu, akhirnya muncul wacana untuk merubah sistem absensi di DPR dari tandatangan menjadi sistem fingerprint alias sidik jari. Priyo Budi Santoso, wakil ketua DPR, juga meminta Badan Kehormatan DPR untuk menghitung anggota yang suka mbolos serta memberi sanksi tegas.

“Sanksinya opo Le?” Tanya Kang Noyo.

Lha ini, saya juga bingung, apa sanksinya? Kalo sekedar diumumkan kepada masyarakat sepertinya percuma, wong mereka ini sudah putus urat malunya. Kalo saya pikir yang masuk akal ya seperti yang dilakukan di kementerian tadi, potong bayaran!

Tapi sepertinya apa yang ada dalam pikiran saya itu ndak bakal terjadi, sampeyan liat saja komentar beberapa petinggi partai besar seperti yang ditulis di Jawa Pos :

“Memangkas gaji itu usul kekanak-kanakan” -Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham-

“Itu hanya menjadikan anggota dewan seperti karyawan. Terlalu cetek kalau hanya berdasar kehadiran fisik” -Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis-

“Kalau remunerasi berdasar kehadiran, justru anggota DPR jadi seperti buruh lepas” -Wakil Ketua DPR Pramono Anung-

“Yo bener tho Le, mereka itu memang bukan buruh macem kita, mereka itu dewan yang terhormat, mosok ya ada acara potong bayaran.” Kata Kang Noyo.

“Kalo memang ndak mau dianggep buruh bayaran mestinya mereka juga tau diri Kang, wong bayaran tinggi saja masih merasa kurang kok, apa bedanya sama buruh?” Cetus saya anyel.

“Welhadalah! Jangan macem-macem lho Le, mereka itu wakil kita, penyalur aspirasi, …”

Saya tutup kuping, inget waktu kemaren mbuka-mbuka situsnya DPR, ada formulir buat ngisi aspirasi, tapi waktu saya liat aspirasi yang sudah diproses ternyata ndak ada satupun. Ini karena ndak ada orang mau nulis aspirasi atau memang DPR ndak pernah memproses aspirasi?

Jiyan!

18 comments on “Mau Tertib? Potong Bayaran!

  1. Kalok ndak mau dipotong gajinya, gimana kalok dipotong alisnya…ndak hadir 1 X dipotong alisnya 1 cm..ha kalok benyak mbolos dijamin alisnya botak

    #stein:
    gimana kalo sampeyan masukkan usulnya lewat situs DPR mbak? siapa tau nanti diproses :mrgreen:

  2. […] This post was mentioned on Twitter by mangkum, mas stein. mas stein said: Mau Tertib? Potong Bayaran!: http://wp.me/ppZ5c-v2 […]

  3. mawi wijna berkata:

    lha yang gaji DPR kan ya kita-kita ini tow Kang? mereka itu buruhnya kita lho. Enak wae mbolos!

    #stein:
    sepakat. masalahnya di sini ndak seperti itu, mereka seakan-akan yang jadi ndoro kita

  4. ardhi berkata:

    weleh..!! ..baru tau saya kalo aturan potongan TKPKN dah berubah lagi.. pake menit2an segala.. salam kenal nggih mas Stein :mrgreen:

    #stein:
    salam kenal juga mas 😀

  5. deady berkata:

    ini Kementerian Keuangan ya?
    sebagai mahasiswa STAN yang nantinya bakal ditempatin di situh, ane juga harus bersiap-siap nih
    membiasaken disiplin sejak awal:)

    #stein:
    wah, mahasiswa STAN tho, brarti sampeyan orang pinter 😀

  6. chocoVanilla berkata:

    Walah, anggota DPR paling pinter ngeles! Soale jadi anggota dewan itu kan hanya “side job” :mrgreen:

    #stein:
    welhah, trus main jobnya opo mbak?

  7. Harry Christian berkata:

    Kalo gak dibuat peraturan seperti itu, bisa-bisa maen seenaknya aja bolos dan terlambat kerja mas. Seharusnya gaji mereka tinggi supaya tidak bisa disuap…:D

    #stein:
    mosok ya gaji DPR kurang tinggi mas

  8. Ayam Cinta berkata:

    hadir tapi kosong… Numpang ngabsen doang…
    Ironi…

    #stein:
    memprihatinkan

  9. bond suwarno berkata:

    @ mas stein..
    Nganu mas nek kantorku finger print hadir paling telat jam 8.30 lepas itu sangsine yo gak entuk transport…aku nek telat yo getun pisan……
    pulang paling cepat jam 15.00 lek kurang dari itu ya ndak popo ora enthuk transpor gaji mah tetep… Anda berminat….. ojo ditiru…

    #stein:
    lha mungkin nanti kalo fingerprint diterapkan si anggota dewan juga bakal nuntut bayaran tetep dan ada tunjangan jempol 😆

  10. aura kasih berkata:

    wah peraturan ini semakin memberatkan pegawai padahal tanpa pekerja sebuah perusahaan tidak akan maju

  11. christin berkata:

    Setuju sama peraturan kayak gitu.. Buat anggota DPR, kalo mo bolos seyogyanya melampirkan surat ijin yang ditandatangani oleh orang tua/wali :mrgreen:

    #stein:
    lha ini usulan paling joss! 😆

  12. Mungkin karena pengajuan dana aspirasinya tidak disetujui, jadi tidak ada aspirasi dari masyarakat yg diproses. Hiks…

    #stein:
    hahahaha! 😆

  13. Jauhari berkata:

    Anu mas… itu baru bayarannya.. masih ada juga sistem penilaian yang dinilai 2×6 bulan.. klo kinerjanya turun masih diturunin gradenya nyang bikin bayarannya bisa terjun bebas…

    ijin masih boleh, tapi tetep aja bayaran dipotong, jadinya kalo cuma mumet2 masih dipaksain masuk..

    Salam kenal mas..

    #stein:
    wah, sepertinya sampeyan orang dalem, bisa tau detil 😀

    salam kenal juga

  14. Ceritaeka berkata:

    Ooops…
    Btw walopun finger prints masih bisa diakali lho mas..
    Itu kan pasti direkap.. yg nge.rekap juga orang dan msh bisa dimanipulasi 😛

    #stein:
    balik lagi ke manusianya berarti, repot!

  15. bangaip berkata:

    Kalo soal anggota Dewan, saya kali ini no comment, Mas. Hahaha.

    Tapi untuk aturan absen pada reformasi birokrasi kementrian di atas, ada beberapa pertanyaan yang mau saya tanyakan:

    1. Bagaimana kalau pegawainya pulang lebih lambat atau masuk lebih awal?
    2. Apakah sistematika dalam jam dihitung bulan/minggu. Misalnya dalam seminggu (5 hari kerja) ia kerja harusnya 40 jam. Namun, dalam empat hari kerja, ternyata si pegawai sudah memenuhi kuota jam kerjanya. Apakah ia boleh libur/dibayar lebih ketika ia masih masuk di hari ke lima?
    3. Apakah sistem absensi ini mempengaruhi produktifitas kerja? Maksudnya, jadi lebih bagus kerjanya? (*Kalau lebih disiplin jam kerjanya, saya rasa sih iya*)

    Lagi-lagi,pertanyaan saya diatas murni menyoal sistematika absensi, sama sekali tidak ada hubungannya dengan para anggota dewan yang terhormat. Kalau mereka, hehe… No comment lah… hehe

    #stein:
    menurut info yang saya dapet ini yang terjadi Bang :
    1. masuk lebih cepat atau pulang lebih lambat ndak ada itungannya Bang, malah kalo sampeyan lembur biasanya tekor karena satpam kadang minta uang rokok 😆
    2. ndak ada itungan jam kerja yang detil macem gitu, 5 hari artinya lima hari, dari jam 7.30 sampe jam 5 sore titik!
    3. sistem absensi kayaknya cuma pengaruh sama disiplin, untuk kinerja ada ukurannya sendiri make penilaian buku produksi online yang harus diisi masing-masing pegawai. target dibuat oleh kepala seksi dan diinput pada situs kepegawaian kantor pusatnya, nanti pegawai nginput berapa yang sudah diselesaikan, jadi orang pusat bisa langsung memantau. hasil evaluasi kinerja nanti pengaruhnya pada grading, yang ujung-ujungnya berpengaruh pada take home pay.

    masih belum ideal sih Bang, tapi saya pikir di internal birokrat sistem yang diterapkan oleh kementerian itu masih yang paling bagus.

  16. wiwi berkata:

    salam kenal mas…

    udh lama saya suka baca blognya, kadang saya link blog sampeyan ke FB saya, hehehe…

    Kalau tahun depan itu jadi diterapkan, ada untung dan nggaknya. Kalau telat 1 menit dan 2 jam dibedakan potongannya, itu adil kok.

    Tapi kalo saya mau “bandel” sdkt jadi nggak bisa sering-sering deh…:D

    Jiyan!

  17. Simply want to say your article is as astounding.
    The clarity in your post is just cool and that i can think you are knowledgeable
    in this subject. Well along with your permission
    allow me to grab your RSS feed to stay updated
    with approaching post. Thank you 1,000,000 and please keep up the rewarding work.

  18. ALVI ALEVI berkata:

    Statement terakhir setuju banget. Antara gak ada yang mau menyampaikan aspirasi atau gak ada aspirasi yang di proses alias masih menunggu moderasi.. hahaha..
    Padahal gaji beserta fasilitas seorang anggota DPR pastinya udah bisa bikin mapan banget.. Entah lah apa isi perut dan pikiran mereka..

Tinggalkan komentar