Open String

Dulu setiap liburan panjang SD saya sering dititipkan ke rumah paklik saya di daerah Kalasan, Jogja. Tujuannya selain supaya saya bisa lebih akrab sama sodara-sodara dari pihak simbok yang memang banyak di Jogja juga supaya saya bisa menikmati peradaban, semisal jalan raya, listrik, wc, yang waktu itu di kampung saya belum ada. Tapi ternyata ada hal lain yang membuat saya terkagum-kagum selama saya di situ, yaitu sebuah ruangan yang penuh dengan alat musik, mulai gitar, bass, keyboard, biola, sampe drum. Maklum, paklik saya itu salah seorang pentolan musik keroncong.

Rasa penasaran membuat saya mencoba satu persatu alat-alat musik itu, dimulai dari drum, soale ini yang paling gampang, tinggal pukul, dug pletak cess! Setelah itu keyboard, pencet-pencet lagu Ibu Kita Kartini, do re mi fa sol mi do, la do si la sol. Setelah itu berlanjut ke gitar, lha ini saya bingung, kok senarnya cuma enam? Setahu saya nada itu ada tujuh, do re mi fa sol la si. Lebih bingung lagi waktu saya petik bunyinya ndak urut do re mi. Saya coba nggenjreng juga suaranya ndak enak. Saya langsung berkesimpulan bahwa ada kesalahan dalam pembuatan alat musik ini.

Bertahun-tahun kemudian saya baru tau kalo bukan gitarnya yang salah, sayalah yang salah memahami gitar.

Dalam ilmu pergitaran ada yang namanya open string, alias senar yang dibunyikan dalam kondisi loss alias tanpa ditekan, kalo kata Kang Noyo senarnya ndak perlu dipithes. Waktu pertama kali lihat gitar di rumah paklik di Jogja, saya nggenjreng keenam senar gitar tanpa menekan satu senarpun, bunyinya ndak enak didengar karena enam senar gitar dalam kondisi open string ndak menghasilkan kord alias kunci.

Bodohnya saya, bahkan ilmu pergitaran paling dasar pun saya ndak ngerti. Untuk menghasilkan bunyi gitar yang enak didengar perlu dilakukan harmonisasi nada, perpaduan minimal 2 nada, untuk bisa menghasilkan kord. Dan yang seperti itu ndak bisa dilakukan dengan kondisi semua senar dibiarkan dalam kondisi open string, saya harus menekan minimal satu senar.

“Senar mana yang harus ditekan Le?” Tanya Kang Noyo.

“Tergantung Kang.”

Ada buanyak macem kord yang bisa dimainkan, dan semakin ruwet kord yang ingin sampeyan mainkan akan lebih ruwet juga urusan pencet-memencet senar yang harus sampeyan lakukan, misalnya berapa senar yang harus dilibatkan, atau senar mana yang ndak perlu disenggol.

Butuh waktu, juga butuh ilmu untuk bisa memahaminya. Tapi satu yang pasti, kalo sampeyan ingin mendapatkan harmonisasi nada, jangan pernah mengkeramatkan satu senar tertentu. Semua harus mendapatkan kesempatan yang sama, ada kalanya dia open string, ada kalanya fretted string, tergantung harmonisasi nada yang ingin sampeyan mainkan.

Selamat hari Jumat sodara-sodara.

9 comments on “Open String

  1. […] This post was mentioned on Twitter by Tobagus Manshor, Tobagus Manshor. Tobagus Manshor said: Open String http://wp.me/ppZ5c-Ao […]

  2. chocoVanilla berkata:

    Sudah jumatan, Mas?

    Saya sudah main gitar sejak SMA, tentu saja lagunya “Burung Kakatua”. Sekarang setelah beranak pinak, lagu yang saya mainkan tetap “Burung Kakatua” 😀

  3. Abi Sabila berkata:

    tak ada satupun alat musik yang saya kuasai, apalagi gitar, bapak melarang keras benda ini ada di rumah. Entahlah, karena alasan apa tapi saya bisa memahami niat baik dibalik pelarangan ini.

  4. sugiman berkata:

    Dadi eling mbok ajari…

  5. ndaru berkata:

    Sekarang rumah sampeyan sudah ada jalan raya, listrik, wcnya to paklek?

  6. novi berkata:

    saya ndak punya alat musik… 🙂

  7. bowo berkata:

    Iki lakone opo to yo? Opo balik maning neng A minor?

  8. Kayaknya lagi ngidam Ibanez ya? Hehehe… sama dong.

Tinggalkan komentar