Ilmu Titen

Dulu waktu mau pindahan rumah Mbah Suto menyuruh saya membawa air dari kamar mandi rumah lama untuk dicampur dengan air di kamar mandi rumah baru. Saya tanya tujuannya apa? Kata beliau agar anak saya betah di rumah baru.

Saya ndak melaksanakan saran itu, selain karena menurut saya ndak logis juga karena repot. Tapi mertua saya yang lebih dulu menempati rumah itu sudah membawa tikar (catet ya, tikar pandan, bukan karpet) terlebih dahulu, konon itu juga salah satu “syarat” sebelum menempati rumah baru.

Pernah suatu saat waktu ngobrol sama Mbah Suto saya mencoba nanya-nanya tentang kepercayaan yang ditularkan turun temurun itu. “Di jaman facebook dan twitter sudah merajalela gini kok sampeyan masih percaya hal-hal aneh seperti itu tho Mbah, opo ndak takut musyrik sampeyan?” Tanya saya.

Mbah Suto mesem, “Mbok kamu itu jadi orang jangan kaku begitu, kok kayak make kacamata kuda, dikit-dikit bilang syirik, musyrik.”

“Konon hanya waliyullah yang bisa tau apakah seseorang itu wali beneran atau hanya mengaku-ngaku sebagai wali, demikian juga, hanya orang berilmu yang bisa tau apakah seseorang itu mengetahui yang dia ucapkan atau hanya sekedar mengucapkan yang dia ketahui.” Lanjut Mbah Suto.

“Sik tho Mbah, sampeyan ini ngomongnya kok mbulet, sampeyan kan tau kedangkalan ilmu saya, mbok ngomongnya yang sederhana saja.” Kata saya.

“Gini lho Le, pada dasarnya semua ilmu yang ada di dunia ini berkembang dengan tiga proses, niteni, nirokke, dan nambahi. Mencermati, dari proses mencermati itu orang kemudian meniru, setelah itu orang berusaha menyempurnakan yang ditirunya.” Ujar Mbah Suto.

“Ilmunya orang-orang tua itu, yang kamu bilang kepercayaan dengan kecenderungan musyrik pun ndak lepas dari tiga proses itu. Ahli perbintangan bisa menentukan kapan muncul bulan baru, ahli akupunktur bisa tau titik mana yang harus ditusuk, semua berawal dari mencermati. Kepercayaan orang-orang tua kita pun berawal dari mencermati, mereka ndak waton muni, ndak asal bicara, makanya ilmu orang tua itu sering disebut ilmu titen.” Jelas Mbah Suto panjang lebar.

“Tapi kan banyak yang ndak logis Mbah?” Ujar saya ngeyel.

“Ilmu kan berkembang tho Le, logis ndak logis itu berubah sesuai jaman, karena kebenaran yang didasarkan pada pengetahuan manusia ndak bersifat mutlak. Semua nisbi, tergantung kondisi dan asumsi yang dipergunakan.” Kata Mbah Suto.

“Dulu orang bilang kalo manusia bisa sampai ke bulan itu ndak logis, ndak salah Le, menurut ilmu pengetahuan yang ada saat itu memang pergi ke bulan baru sebatas khayalan, tapi seiring berkembangnya ilmu yang ndak logis bisa jadi logis. Yang dulu logis pun bisa jadi sekarang ndak logis. Tapi satu yang ndak berubah, orang bijak mengetahui apa yang dia ucapkan, sedangkan yang awam hanya sekedar mengucapkan apa yang dia ketahui.” Pungkas Mbah Suto.

Saya manggut-manggut, ndak gitu ngerti sebenernya, tapi seperti orang-orang bilang, gaya itu nomer satu, ngerti ndak ngerti urusan belakangan.

11 comments on “Ilmu Titen

  1. arman berkata:

    kata orang emang anak kecil itu kan sensitif ya. katanya kalo pindah rumah suka gak betah. tapi ternyata gak juga tuh, pengalaman ama andrew kita bawa pindah2 fine2 aja dia. seneng2 aja di rumah baru. hahaha. gitu juga kalo liburan, dibawa nginep kemana juga ayo aja, gak pernah keliatan gak betah. 😀

  2. arlis berkata:

    Nasihat orang tua itu pasti baik,apalagi yang memberi nasihat itu layak dijadikan panutan atau teladan bagi kita ,selama nasihat tersebut masuk akal dan tidak menyimpang (syirik) yes …okey….!!!!!

  3. novee berkata:

    saya tidak percaya sama sekali sama begitu2an!

    *sambil tebar2 garam di halaman rumah*

  4. big sugeng berkata:

    Saya dulu pernah mendebat ibu saya, dia bilang kalau sudah terlanjur percaya ya sudah, nah bagi kita ya tidak percaya ya sudah nggak usah diturunkan ilmu2 semacam itu

  5. anna berkata:

    hm…saya sepertinya pernah membaca tentang ilmu titen juga.. ketika orang jaman dulu selalu ‘menandai’ atau bahasa jawane ‘nenggeri’ segala sesuatu dengan hal-hal yang biasa menyertai sesuatu itu … *halah bahasanya mbulet ya mas* 🙂

    tapi sekarang ini susah…musim udah bergeser..alam udah gak seperti dulu lagi.. trus ilmu titen masih bisa dipake gak mas?

  6. mawi wijna berkata:

    Segala sesuatu yang berkaitan dengan tradisi dan kebudayaan itu pasti mengandung pesan. Intinya adalah menyelaraskan diri dengan alam. Itu saja.

  7. suwung berkata:

    lha falsafah dibalik mbawa banyu tadi apa? dan tikarnya bos? biasanya ada fa;safahnya
    memang bener ngelmu titen bos…seperti mbah marijan dulu titen

  8. […] pernah bilang kalo kebenaran yang disampaikan seorang manusia selalu bersifat nisbi, benar dengan sudut pandang tertentu dan asumsi-asumsi tertentu. Apa yang disampaikan oleh Mario […]

  9. Mbah Jenggot berkata:

    bozz copas yow???

  10. […] kalopun ndak ada teori-teori canggih di belakangnya minimal ungkapan itu sudah didasarkan pada ilmu titen, ndak sukur njeplak serta waton muni seperti pemilik blog ini. Tapi kalo sampeyan ndak percaya juga […]

Tinggalkan komentar