Jimpitan dan RUU Nikah Siri Ilegal

“Mau kemana Kang? Kok terburu-buru.” Tanya saya sama Kang Noyo semalem waktu ketemu di perempatan deket pos jaga.

“Mau ke rumah Pak RW, mau komplen.” Jawab Kang Noyo.

Welhadalah! Bahasanya kok canggih tenan, biasanya mau lapor, atau ngadu, sekarang komplen! Jiyan!

Saya mengikuti di belakangnya, “Mau komplen opo tho Kang? Saya ikut yo.”

Jarang-jarang ada kasus di komplek saya ini, sayang sekali kalo sampe ketinggalan gosip tho. Beberapa menit kemudian kami sampe di rumah Pak Edi, RW baru yang menggantikan Pak Darmo, berjarak dua rumah dari rumahnya Mbah Suto. Pak Edi ini konon katanya kerja di dispenda, rumahnya lumayan pantes jadi rumah priyayi, megah.

“Ono opo Mas Noyo, tumben malem-malem ke sini?” Tanya Pak Edi setelah mempersilakan kami masuk.

“Maap lho Pak RW, saya cuma mau menyampaikan aspirasi dari bawah. Soal jimpitan yang selama ini kita adakan Pak.” Ujar Kang Noyo.

Saya diam saja menyimak, ternyata Kang Noyo pinter juga ngomong sama pejabat. Untuk sampeyan ketahui di tempat saya itu ada istilah jimpitan, yaitu urunan dari tiap warga berupa beras satu gelas yang diadakan seminggu sekali. Beras yang terkumpul itu nantinya akan dijual dan hasilnya yang ndak seberapa itu digunakan untuk menambah kas RT.

“Jimpitannya kenapa?” Tanya Pak Edi.

“Lho kok jimpitannya kenapa gimana tho Pak RW? Sampeyan mosok ndak dengar kalo sebagian warga merasa keberatan dengan rencana Sampeyan mengganti jimpitan beras dengan uang. Kemaren di warungnya Mbok Darmi orang-orang pada ribut soal itu, lha wong jimpitan beras saja banyak yang ndak mau ngasih, kalo nanti diganti duit apa ndak lebih ruwet? Ndak semua warga sini orang banyak duit lho Pak!” Ujar Kang Noyo dengan nada mulai meninggi.

“Sabar Mas Noyo, itu kan masih wacana, belum ada pembicaraan resmi mengenai hal itu.” Pak RW menenangkan.

“Pak RW ini piye tho? Wong kemaren orang-orang sudah megang potokopian surat dari RW sini ke Pak Lurah soal jimpitan itu kok. Pokoknya Pak RW harus mencabut surat itu, kalo ndak nanti bisa rusuh Pak!” Kata Kang Noyo.

“Lho? Surat yang mana? Saya itu baru mbikin wacana sama RT-RT Mas Noyo, belum ada putusan. Kalo sampe ada surat yang beredar itu pasti ilegal!” Pak RW menjawab dengan nada tinggi.

Sepulang dari rumah Pak RW saya berusaha menghibur Kang Noyo yang masih kelihatan bersungut-sungut di warungnya Mbok Darmi, “Sabar Kang, jangankan levelnya cuma Pak RW. Wong menteri kita saja ada yang ndak tau soal usulan-usulan peraturan kok.”

Setelah Menkominfo Tifatul Sembiring konon belum membaca RPM dari kementriannya yang sudah bikin heboh dimana-mana itu, sekarang giliran Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan bahwa draft RUU Nikah Siri yang sekarang beredar dan menghebohkan masyarakat adalah ilegal. Beliau merasa belum pernah menandatangani pengantar ke presiden, belum ada draft yang dikirim ke Setneg maupun DPR.

Padahal RUU Nikah siri yang diributkan itu sudah ada dalam daftar Program Legislasi Nasional sejak tahun 2004. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengatakan bahwa yang mengajukan RUU itu bukan menteri agama yang sekarang, sehingga apabila Pak Suryadharma Ali mengatakan belum diajukan, itu semata-mata ketidaktahuan seorang menteri baru.

“Mungkin saja usul jimpitan diganti duit itu diajukan waktu jamannya Pak Darmo dulu, makanya Pak Edi ndak tau.” Kata saya.

Sepulang dari warung Mbok Darmi saya mikir, kok ya kebangetan seorang menteri kurang menguasai sebuah persoalan yang sudah mbikin semua orang heboh. Padahal mulai dari artis, ulama, ormas, sampe anggota DPRD pada angkat bicara. Sebuah peraturan (atau dalam hal ini usulan peraturan) keluar pasti ada asbabun nuzul-nya, ada mengingat, menimbang, dan sebagainya sebelum memutuskan. Banyak proses yang terjadi sehingga akan keliatan aneh kalo sampe boss besarnya ndak tau. Mbok ya Pak Menteri lebih intensip dalam menjalin hubungan dengan staf, kalo gini kan kesannya staf yang salah. Jiyan!

8 comments on “Jimpitan dan RUU Nikah Siri Ilegal

  1. Vicky Laurentina berkata:

    Sudah 100 hari lebih menteri-menteri yang baru ini bekerja. Mestinya mereka sudah selesai menginventarisasi masalah yang ada.

    Atau memang menteri yang lama tidak memberi tahu menteri yang baru sebelum beres-beres kantor.
    “Oh, ngomong-ngomong, saya baru bikin RUU kontroversial. Mestinya saya yang tanda tangan, tapi menterinya kan bukan saya lagi. Nanti situ yang tanda tangan ya? 🙂 “

  2. desty berkata:

    menterinya cuman serah terima jabatan dan kursi. tugas2 dan berkas ga.

  3. lovelyfla berkata:

    Kalo menurut saya itu sekedar lempar tanggungjawab aja mas. Masa iya sih bawahan berani mengeluarkan suatu hal yg sepenting itu tanpa sepengetahuan atasannya. Kasian yang kerja di bawah mereka. Jd kambing hitam terus.

  4. anton berkata:

    pasti gak bikin memory alih tugas

  5. novee berkata:

    Menteri² sama anggota DPR sekarang pada lebih seneng ngomong sama wartawan atopun inpotaiment ketimbang rundingan dulu sama kacung kampret dibawahnya…wong teorinya ngejabat cuma 5 tahun, kalo sampe nggak pernah disorot media maupun dikenal khalayak ramai, rasanya koq nggak afdol…iya toh?

  6. mawi wijna berkata:

    Jangan-jangan stafnya menteri terlampau kreatif untuk mendongkrak kinerja departemennya? :p

  7. Hargo berkata:

    tindakan mereka malah kalah sama orang2 kecil seperti kita. saya selalu memberi contoh kalo serah terima jabatan, saya kasih memory pekerjaan, dari rencana awal tahun, realisasi dan yg belum dikerjakan. malah saya bimbing/ajari cara kerjanya sampai bisa/lancar (jika dia mau) dan saya dukung dia dengan jabatan barunya itu walaupun kadang jabatan saya selanjutnya lebih rendah dari itu (jadi fungsional).
    tapi kita lihat bos2 kita di atas seperti presiden, menteri, gubernur, dirjen, dirut kalo sertijab seakan-akan gak mau datang atau tidak memberi informasi ke penggantinya, malah seolah-olah ‘nyukurin’ biar pengganti itu nanti susah.
    harusnya kita ikhlas atas takdir yang terjadi karena itu sdh kehendak/ridlo Allah, jangan dilihat dari orangnya (bos yg mengatur nasib kita & pengganti kita) karena mereka hanya pelaku yg sdh di kehendaki Allah tapi kita hrs introspeksi diri, istighfar kepada Allah bahkan bersyukur, mengambil hikmah dengan menjalani takdir selanjutnya karena rahasia kejadian yang akan datang kita tidak tahu.

Tinggalkan komentar