Korupsi dan Standar yang Tak Pasti

Konon segala sesuatu yang ada di negeri ini ada tesnya, sampeyan mau lulus sekolah ada tesnya, timbangan yang mau dipake di pasar ada tesnya, angkot yang boleh dipake narik penumpang ada tesnya, instalasi listrik di rumah yang mau disambung PLN ada tesnya, bahkan precil-precil sampeyan yang mau masuk SD pun ada tesnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, tes mempunyai arti

1 ujian tertulis, lisan, atau wawancara untuk mengetahui pengetahuan, kemampuan, bakat, dan kepribadian seseorang; 2 percobaan untuk menguji kelaikan jalan suatu kendaraan bermotor umum; uji: berdasarkan — yg dilakukan di balai pengujian kendaraan bermotor kendaraan jenis itu cukup baik untuk angkutan penumpang dan barang;

Secara gampang tes ini bisa diterjemahkan sebagai cara untuk mengetahui posisi seseorang atau sesuatu dalam sebuah ukuran tertentu. Dari pengukuran-pengukuran ini akan diperoleh data yang bisa diolah untuk menentukan standar.

“Gak kebalik tho Le? Bukannya standar harus ditentukan lebih dulu sebelum melakukan pengukuran?” Sela Kang Noyo.

Iya juga sih.

“Tapi gimana sampeyan mau menentukan standard kalo belum pernah melakukan pengukuran?”

Mbuh, pokoknya[tm] begitulah.

Yang jelas standar ini penting. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, standar adalah ukuran tertentu yang dipakai sebagai patokan. Kemajuan, peningkatan, dan teman-temannya itu butuh sebuah patokan.

Di sinilah letak salah satu titik lemah negeri ini. Tidak adanya standar yang pasti untuk hampir semua hal.

“Kata siapa?” Tanya Kang Noyo.

Bukan kata siapa, sampeyan bisa melihat sendiri dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya sampeyan mengajukan kredit dengan agunan, menurut standar seharusnya agunan sampeyan nilainya sekian, tapi dengan komunikasi tertentu nilainya bisa saja dinaikkan. Anak sampeyan mau masuk sekolah tertentu, seharusnya menurut standar dia ndak bisa masuk, tapi dengan teknik tertentu bisa saja dia diterima. Atau misalnya lagi sampeyan sedang mengurus ijin supaya tanah sawah bisa sampeyan jadikan perumahan, pemerintah setempat bilang ndak boleh, silakan ajukan tawaran tertentu untuk membuat semua tanah di kota akhirnya tertutup semen.

Ini adalah salah satu sisi buruk perbuatan korupsi koruptif yang mungkin jarang sampeyan perhatikan. Pelakunya ndak selalu harus birokrat atau pejabat, nilai kerugiannya juga ndak selalu harus mencapai nominal sekian rupiah, tapi akibatnya bisa sampeyan lihat sendiri.

Kendaraan yang seharusnya ndak layak jalan bisa bebas berkeliaran, pengemudi yang seharusnya belum layak punya SIM bebas kebut-kebutan, jalan dan jembatan yang tidak memenuhi standard keselamatan sudah dipergunakan, personel yang ndak memenuhi persyaratan sudah ditugaskan. Monggo sampeyan tambahi sendiri daftarnya.

“Ketinggian ngomongmu Le.” Tutur Kang Noyo.

“Ketinggian piye Kang?”

“Iya, ketinggian. Kamu ngomong di awang-awang. Mbok liat sekarang ini kamu lagi di mana.”

Saya masih ndak ngerti.

“Kamu ngopi di warungnya Mbok Darmi ini bisa seminggu tiga kali, dan kamu ndak pernah mengeluh soal warung ini tho.”

Maksudnya?

“Mbok, warung ini punya IMB ndak? Ada surat ijinnya?” Mbok Darmi cuma tolah-toleh kebingungan mendengar pertanyaan Kang Noyo.

“IMB itu apa tho Mas?” Tanya Mbok Darmi.

“Lha kan, wong kamu tiap hari nongkrong di warung yang ndak memenuhi standar gini kok ngoceh soal standar.” Kang Noyo menoleh ke saya, terkekeh dengan nada penuh pelecehan.

Saya terdiam, rasanya memang percuma saya ngomong soal perilaku koruptif dan penyimpangan standar dengan orang yang ndak mutunya di atas standar.

Jiyan!

9 comments on “Korupsi dan Standar yang Tak Pasti

  1. nv0id berkata:

    Wahahaha… saya selalu menikmati tulisan2 sampeyan..

  2. Vhy-an berkata:

    Tadi pagi secara gak sengaja nemuin blog ini, isinya ringan tapi diatas “Standar” sampe ketagihan baca2 postingan sebelumnya. Di negara ini sepertinya “Standar tidak saja bisa diukur tp jg bs dibeli hmmmm……. Salam kenal πŸ˜‰

  3. Annas D Human berkata:

    standarnya sih pasti yg ga pasti tuh orangnya

  4. big sugeng berkata:

    Enyong masuk kategori orang yang nggak terstandar nggak ya?

  5. Hahaha… “ndak mutunya di atas standar”

  6. tricajus berkata:

    kalo ga ada “standar”, gimana mau parkir??? wkwkwkwk

  7. putrimeneng berkata:

    sekarang masuk TK aja ada yang di tes mas …
    soal standar, kadang yo lucu, kalo mas ngomong saya jg suka ndakik2 soal standar yang ga jelas tapi pas ngalamin malah sendiri ujung2nya pengen standarnya disesuaikan saja dg kemampuan saya … 😐

    pie iki

  8. chocoVanilla berkata:

    Biarpun Kang Noyo ndak mutunya melebihi standar, tapi aku ngefans kok :mrgreen:

    (podo le di atas standar rak mutune)

  9. Maximum berkata:

    haha,, ya iyalah om,, kalo ngomongin Standar ya jangan sama mbok penjaga warung lah,, hiihihi,, kalo mengenai resep warteg mungkin bisa m mbok.. hehe. πŸ™‚

Tinggalkan komentar