Dharma Wanita, Masih Relevankah?

dharma wanita persatuanKonon katanya suatu saat di masa yang telah lama berlalu, peta yang menggambarkan posisi lelaki dan perempuan sangatlah jelas. Lelaki bertanggung jawab mencari nafkah dan mencukupi kebutuhan keluarga, sedangkan perempuan bertanggung jawab mengelola keuangan dan menjadi benteng keluarga.

Pada saat terbentuk pemerintahan di negara yang bernama Indonesia, dengan para buruh yang berjuluk pegawai negeri sipil, peta itu masih belum banyak berubah. Kemudian untuk lebih memberdayakan perempuan yang kebetulan menjadi istri dari buruh-buruh negara itu, dibentuklah sebuah organisasi bernama Dharma Wanita.

Pada awal terbentuknya Dharma Wanita, anggotanya berasal dari istri para buruh yang berjuluk Pegawai Negeri Sipil, buruh bersenjata alias ABRI yang dikaryakan, serta istri para buruh yang cenderung elit dan sugih dari perusahaan berjudul BUMN. Sedangkan sekarang keanggotaannya hanya terbatas pada istri PNS saja.

Kalo sampeyan belum pernah mendengar visi Dharma Wanita, inilah visinya:

Menjadi Istri Pegawai Negeri Sipil yang Kukuh, Bersatu dan Mandiri.

Sedangkan misinya adalah:

Menyejahterakan anggota melalui Bidang Pendidikan, Ekonomi dan Sosial Budaya secara demokratis.

Apakah Dharma Wanita, yang sekarang telah berubah nama menjadi Dharma Wanita Persatuan adalah organisasi yang bermanfaat bagi masyarakat?

Saya ndak tau persis, yang jelas organisasi ini biasanya mendapat anggaran dari dana APBD. Dan di kampung saya dulu, kepanjangan tangan dari Dharma Wanita yang berjuluk Tim Penggerak PKK lumayan membantu anak-anak tetangga yang kebanyakan orang ndak mampu untuk makan makanan bergizi minimal sebulan sekali.

Hanya satu yang agak mengganjal pikiran saya, peta yang menggambarkan posisi lelaki dan perempuan saat ini sudah sangat kabur. Buruh-buruh berjuluk Pegawai Negeri Sipil yang dulunya didominasi kaum lelaki sekarang sudah mulai banyak diisi kaum perempuan.

Saya kuatir akan timbul kecemburuan dari kaum lelaki yang menjadi suami para buruh negeri, karena para istri sudah punya wadah organisasi sedangkan para suami belum punya. Lebih repot lagi karena dulunya ketua Dharma Wanita sekaligus Tim Penggerak PKK adalah istri para kepala daerah yang biasanya lelaki, sedangkan sekarang mulai bermunculan para kepala daerah perempuan.

Jadi saya usul, bagaimana kalo Dharma Wanita dibubarkan saja, diganti dengan badan yang namanya ndak mengandung unsur gender, agar nantinya bisa tetap bermanfaat bagi masyarakat tapi yang tergabung di situ bukan hanya para istri. Atau kalo memang ndak bisa dibubarkan, mungkin ada baiknya dipikirkan suatu wadah untuk menampung para suami, mungkin nantinya bisa berjudul Dharma Lelaki.

10 comments on “Dharma Wanita, Masih Relevankah?

  1. mawi wijna berkata:

    Kang, piye yen diganti nama jadi Dharma Garwa?

    #stein:
    wakakaka, usul bagus! :mrgreen:

  2. jenengku dono berkata:

    Sebaiknya diganti dengan darma tanpa pamrih….

    #stein:
    piye nek diganti darma tanpa tanda jasa wae kang? πŸ˜†

  3. Dewa Bantal berkata:

    Aku tahunya Dharma Wanita itu perkumpulan ibu2 doang waktu aku masih kecil… gak tau kalo ada ketentuan “istri sipil” nya huahaha…

    Mirip sama ibu-ibu arisan… xD

    Dharma Lelaki? WEDEWWWW WAKAKAKA. Medeni!

    #stein:
    masih ndak terlalu medeni kok mas, lebih nakutin kalo diganti dharma wanita dan pria, disingkat dharma waria :mrgreen:

  4. antyo rentjoko berkata:

    Bisa dibayangkan seorang wanita hanya menjadi pemimpin karena suaminya. Bukan karena dia ingin, bukan karena dia mampu, bukan karena dia dipilih. Hari ini suaminya menjabat, hari ini juga dia dilantik. Hari ini suaminya berganti jabatan, hari ini juga dia serahkan jabatan.

    Lebih celaka lagi, organisasi macam itu pernah menjadi mesin politik, demi karier suami, demi pembangunan, yang intinya demi partai. πŸ˜€

    Lho bukannya di setiap instansi ada wanita kariernya? Ehm, mereka faktor kesekian dibanding Bu Itsri Bos.

    Bagaimana jika bos departemen itu lajang? Aha. Pernah terjadi, baik di sipil maupun militer. πŸ˜€

    #stein:
    lha itu paman, kayaknya memang perlu dipikirkan format yang lebih pas πŸ™‚

  5. prasetyandaru berkata:

    Jangan diganti, nantik nyariknya susah kalok mau nransfer bantuwan dana dari atas. Mending mbikin organisasi baru, jadi dana yang diselewengkan bisa lebih banyak

    #stein:
    jiyan! :mrgreen:

  6. ge te em drim berkata:

    dharma lelaki? Pake jeneng dharmo gandul ae

    #stein:
    …. :mrgreen:

  7. Dave Beckham berkata:

    Saran saya tidak perlulah ada organisasi Drama Wanita atau Drama Pria. Misalnya saya jadi buruh sipil, dengan istri yang penuh potensi seperti Diajeng Victoria, saya tidak rela kalau dia menjadi anggota Drama Wanita. Karena:
    1. Menghabiskan waktunya. Kegiatan Drama Wanita cenderung tidak bermutu. Lebih baik Jeng Victoria mengurusi bisnis garmennya yang makin maju, dan menemani ketiga anak kami membuat PR.
    2. Ketua Drama Wanita, istri atasan saya kurang kapabel menjadi pemimpin suatu organisasi. Orang yang kurang kapabel bisa membuat blunder organisasinya. Kalau dia iri kepada keberhasilan Jeng Victoria, dia bisa membully istri saya. Atau bisa juga menceritakan hal-hal jelek tentang kami kepada suaminya, yang bisa membawa akibat buruk ke karir saya
    3. Kegiatan ini cenderung menjadi ajang gosip, yang langsung maupun tidak langsung topiknya tentang masalah pekerjaan para suami. Padahal seharusnya yang tidak bekerja ya tidak perlu mengurusi pekerjaan, profesionalisme bisa acak-acakan di sini.
    4. Kalau di kota besar seperti Jakarta lumayan, wanita yang bekerja tidak terlalu ‘diganggu’ oleh urusan ini. Tapi lain dengan yang terjadi di daerah, atau di luar negeri. Wah, tidak terhitung betapa banyak istri diplomat yang pintar-pintar tapi harus mengorbankan keinginan sekolah lagi dan mengembangkan diri mumpung sedang di luar negeri; karena harus mengikuti acara Drama Wanita, dan membabu kepada istri atasan suaminya.
    5.Organisasi warisan OrBa ini sudah sangat ketinggalan zaman. Tidak sesuai dengan harkat wanita Indonesia masa kini yang berpikiran modern, peduli kepada keluarga dan pendidikan anak, mandiri, dan memiliki keinginan untuk maju tidak hanya menjadi bayangan suaminya.
    6. Kesimpulannya: BUBARKAN SAJA! Semoga yang berwenang mempertimbangkan aspirasi ini.

  8. ARYATI berkata:

    DISALAH GUNAKAN ISTRI PEJABAT UNTUK MENGATUR KEKUASAAN SUAMI DALAM SUATU INSTANSI JADI ISTRI IKUT MENGATUR DAN SUKA MENGANCAM SERTA TUNDUK SEPERTI PEMBANTU ITULAH DARMA WANITS DI DAERAH SETUJU BILA DIBUBARKAN KARENA BANYAK WANITA YANG MENJADI PEJABAT,

  9. Metha Ocha berkata:

    Perasaan yang mau datang ke acara di Dharma Wanita enjoy saja…. mau datang alhamdulillah, gak datang juga gak dihukum…. hadir bisa dapat ilmu, silaturahim, dll, gak datang juga gak masalah…. ya tho…. Tapi apa mau suami2 yang jadi istri PNS mau dikumpulkan???? mayoritas say no. ciyus niy!!!

Tinggalkan Balasan ke ARYATI Batalkan balasan